Internasional

Wanita Kurdi di Irak Utara Terus Mengalami KDRT Mengerikan, Dibakar Hidup-Hidup Sampai Ditembak Mati

Nasib wanita Kurdi di wilayah otonom Irak Utara terus dirundung tragedi kemanusiaan. Sedikit saja salah, seorang perempuan muda atau remaja putri bis

Editor: M Nur Pakar
AFP/File
Perempuan Kurdi menghadiri konferensi tentang kekerasan terhadap perempuan di Kota Arbil, Kurdi Utara, sekitar 350 Km dari ibu kota Baghdad pada 19 November 2008. 

SERAMBINEWSCOM, SULAIMANIYAH - Nasib wanita Kurdi di wilayah otonom Irak Utara terus dirundung tragedi kemanusiaan.

Sedikit saja salah, seorang perempuan muda atau remaja putri bisa bernasib tragis.

Seperti seorang wanita muda dibakar hidup-hidup oleh suaminya.

Lainnya ditembak mati oleh ayah atau saudara laki-lakinya yang masih remaja.

Sehingga, kekerasan berdarah terhadap wanita telah meningkat di wilayah Kurdi Irak Utara, seperti dilansir AFP,
Minggu (20/3/2022).

Daerah otonom, yang dipenuhi citra stabilitas dan toleransi di Irak telah mengalami peningkatan tajam dalam pembunuhan wanita yang dimotivasi oleh gender.

“Dalam dua bulan terakhir, terjadi peningkatan kasus pembunuhan perempuan dibandingkan tahun sebelumnya,” kata
Hiwa Karim Jwamir dari Direktorat Jenderal Pemberantasan Kekerasan Terhadap Perempuan Kurdi.

Dalam dua bulan pertama 2022, 11 wanita tewas di Kurdistan Irak, kebanyakan dari mereka ditembak, kata pejabat
yang berbasis di Sulaimaniyah.

Empat puluh lima wanita terbunuh pada tahun 2021, naik dari 25 tahun sebelumnya, kata Jwamir.

Baca juga: Wanita ISIS di Kamp Suriah Bentrok dengan Penjaga Penjara Wanita Kurdi, Satu Anak Merenggang Nyawa

Pada Jumat (18/3/2022) sebelum fajar, seorang remaja putri berusia 15 tahun terluka parah, usai terkena enam peluru yang ditembakkan oleh ayahnya sendiri di Desa Soran.

Pria itu mengatakan kepada polisi putrinya pergi dengan dua anak laki-laki sampai larut malam, menurut unit
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang juga mencatat apa yang disebut "pembunuhan demi kehormatan".

Di seluruh Irak, kekerasan berbasis gender naik 125 persen menjadi lebih dari 22.000 kasus dari tahun 2020 sampai
2021, kata badan anak-anak PBB UNICEF.

Hal itu menjadikan peningkatan depresi dan bunuh diri yang mengkhawatirkan di antara perempuan dan anak perempuan.”

Desember 2021 lalu, seorang gadis 16 tahun dicacat dengan carian asam di Baghdad oleh seorang pria dewasa yang
ingin menikahinya, tetapi telah ditolak.

Selama bertahun-tahun, para aktivis mengecam kekerasan terhadap perempuan dan pernikahan paksa di Irak, yang
masih merupakan masyarakat konservatif dan patriarki.

“Kasus kekerasan terhadap perempuan sedang meningkat,” kata aktivis Kurdistan Bahar Munzir, Direktur Organisasi
Pembangunan Rakyat.

“Sebagian besar wanita yang terbunuh adalah korban dari anggota keluarganya sendiri,” ujarya.

Beberapa hari sebelum Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret, mayat seorang wanita berusia 20 tahun ditemukan di pinggir jalan di Irbil, ibu kota Kurdistan.

Maria Sami, dikenal di jejaring sosial karena pidato feminisnya.

Baca juga: ISIS dan Kurdi Bertempur Sengit, 73 Orang Tewas di Kedua Kubu

Hari berikutnya, pada 9 Maret 2022, polisi Kirkuk mengumumkan penangkapan si pembunuh, saudara laki-lakinya yang berusia 18 tahun.

Ketika dia masih dalam pelarian, dia berbicara melalui telepon ke saluran televisi Kurdi.

Dia mencoba membenarkan pembunuhan itu dengan menuduh saudara perempuannya telah gagal mematuhi keluarga.

Pada Februari 2022, ibu dua anak Shinyar Huner Rafiq meninggal di rumah sakit, lima hari setelah dirawat dengan luka bakar yang serius.

“Suaminya pulang pada suatu malam dalam keadaan mabuk,” kata ayah Shinyar, Huner Rafiq, kepada AFP.

"Dia menyiram tubuhnya dengan bensin dan membakarnya," ujarnya.

Setelah sang ayah melaporkan pembunuhan tersebut, polisi menangkap sang suami.

“Sebelum meninggal, Shinyar memberitahu kami faktanya,” kata ayah yang berduka.

“Kami merekamnya, dan kami menyerahkan video itu ke penyidik," tambahnya.

Perdana Menteri Kurdistan Masrour Barzani mengecam kasus mengerikan itu dengan mengatakan dia sangat terganggu oleh serentetan serangan kekerasan terhadap perempuan.

"Pemerintah harus menjatuhkan “hukuman seberat-beratnya kepada pelaku,” katanya dalam sebuah pernyataan.

“Tidak ada kehormatan dalam pembunuhan demi kehormatan,"tegasnya.

"Saya bertekad untuk melindungi setiap wanita, anak perempuan dan anak-anak dari pelecehan ... momok ini harus
diakhiri," harapnya.

Pada awal Februari 2022, polisi Dohuk mengatakan telah menemukan mayat Doski Azad, seorang wanita transgender
berusia 23 tahun yang telah dikucilkan oleh anggota keluarga.

Surat perintah penangkapan dikeluarkan untuk menemukan tersangka pembunuh: saudara laki-laki korban, yang
dalam beberapa tahun terakhir tinggal di Eropa.

Dia telah menelepon keluarganya untuk memberi tahu mereka tentang kejahatannya dan di mana mayatnya, menurut
polisi.

Pembunuhan itu dikecam oleh misi PBB di Irak, dan konsulat negara-negara Barat di Irbil.

Berita tersebut memicu gelombang kebencian di online terhadap korban, meskipun beberapa suara membela hak-hak
minoritas.

Pada Juni 2011, Kurdistan mengesahkan undang-undang yang mengkriminalisasi kekerasan dalam rumah tangga dan
mutilasi alat kelamin pria.

Undang-undang tersebut, yang mengancam penjara seumur hidup karena kejahatan kehormatan, dipuji oleh kelompok-kelompok non-pemerintah sebagai langkah maju yang besar.

Baca juga: Pasukan Kurdi Tutup Kota Hasakah, Jebak Kelompok ISIS, Usai 150 Orang Tewas

Tetapi penegakan hukum terhambat oleh iklim impunitas dan ketakutan umum untuk berbicara.

“Kalau perempuan dibunuh, prosedur aparat keamanan tidak sama dengan laki-laki, sidangnya tidak sama,” kata Munzir, seorang aktivis Kurdi.

“Beberapa kasus bahkan tidak sampai ke pengadilan," jelasnya.

"Mereka tunduk pada resolusi kesukuan antara keluarga pria dan istrinya, korban," katanya.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved