BREAKING NEWS: Pemerintah Tetapkan 1 Ramadhan 1443 H Jatuh pada Minggu 3 April 2022

Pemerintah menetapkan bahwa 1 Ramadhan 1443 Hijriah yang menjadi penanda awal ibadah puasa jatuh pada Minggu, 3 April 2022

Editor: Faisal Zamzami
SERAMBINEWS.COM/ HENDRI ABIK
Pantauan hilal oleh Tim Falakiyah bersama Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Aceh Besar di Observatorium Tgk Chiek Kuta Karang Kanwil Kemenag Aceh, di Lhoknga, Aceh Besar, Jumat (1/4/2022). 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menetapkan bahwa 1 Ramadhan 1443 Hijriah yang menjadi penanda awal ibadah puasa jatuh pada Minggu, 3 April 2022

Penetapan 1 Ramadhan 1443 Hijriah merupakan hasil sidang isbat yang dilakukan Kementerian Agama bersama sejumlah organisasi masyarakat Islam pada Jumat (1/4/2022) sore.

Rapat sidang isbat dipimpin oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

"Secara mufakat 1 Ramadhan jatuh pada Ahad, 3 April 2022. In hasiil sidang isbat yang disepakati bersama," ujar Yaqut.

Kemenag menjelaskan, sidang isbat mempertimbangkan informasi awal berdasarkan hasil perhitungan secara astronomis (hisab) dan hasil konfirmasi lapangan melalui mekanisme pemantauan (rukyatul) hilal.

Berdasarkan pantauan hilal di 101 titik, Yaqut menjelaskan tidak ada satu pun yang melihat hilal.

Dengan demikian, 1 Ramadhan ditetapkan jatuh pada Minggu, 3 April 2022.

Sidang isbat ini melibatkan peserta dari berbagai lembaga, seperti Tim Unifikasi Kalender__ Hijriah Kementerian Agama, duta besar negara sahabat, dan perwakilan ormas Islam.

Selain itu, sidang ini juga melibatkan perwakilan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dan sebagainya.

Sidang ini mengundang juga pimpinan MUI dan Komisi VIII DPR RI.

Sidang isbat untuk menentukan awal puasa Ramadhan 2022 ini dilakukan dalam tiga tahap.

Tahap sidang isbat yang pertama, yakni pemaparan posisi hilal awal Ramadhan 1443 Hijriah berdasarkan hasil hisab (perhitungan astronomi).

 

Kemudian, tahap sidang isbat yang kedua adalah rukyatul hilal (konfirmasi posisi hilal) yang dilakukan Tim Kemenag pada 78 lokasi di seluruh Indonesia.

Tahap ini dilakukan secara tertutup dan dilaksanakan setelah shalat maghrib.

Tahap sidang isbat terakhir adalah pemaparan hasil sidang isbat yang diselenggarakan secara terbuka.

 

Baca juga: Hilal tak Terlihat di Langit Aceh, Penetapan Awal Ramadhan Disampaikan Menag

Baca juga: Potensi Awal Ramadhan 2022 pada 3 April, Kemenag: Hilal Tak Terlihat di 101 Titik Pemantauan

Dua Metode Penentuan Awal Bulan Hijriyah

Penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal di setiap tahun di Indonesia masih ada perbedaan.

  
Ada yang merujuk pada pendapat Wujudul Hilal atas dasar Hisab (bulan sudah berada di atas ufuq) dan ada juga yang merujuk pada pendapat Rukyatul hilal (bulan berada di atas ufuq dengan ketentuan Imkanur-Rukyat).

Dari kedua metode dasar dalam menetapkan awal Ramadhan dan awal bulan Syawal, ketika terjadi hasil Ijtihad yang jatuh pada hari yang sama, maka tidak menimbulkan permasalahan di kalangan masyarakat.

Namun, jika dua metode tersebut menghasilkan ijtihad yang jatuh pada hari yang berbeda, maka dapat menimbulkan kebingungan kalangan masyarakat khususnya masyarakat awam.

Sehingga, penetapan 1 Ramadan harus menunggu Keputusan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) RI, menurut penjelasan Mahkamah Agung RI di Aceh.

 

Metode Penentuan Awal Bulan dalam Kalender Hijriyah

1. Rukyatul Hilal

Rukyatul Hilal adalah kriteria penentu awal bulan kalender hijriyah dengan cara merukyah (mengamati) hilal secara langsung.

Jika hilal (bulan sabit) tidak terlihat atau gagal terlihat, maka bulan (kalender) berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.

Kriteria ini berpegangan pada hadits Nabi Muhammad :

“Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal, jika terhalang maka genapkanlah (istikmal)”.

Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Nahdatul Ulama (NU), dengan dalih mencontoh sunnah Rasul dan para sahabatnya dan mengikuti ijtihad para ulama empat mazhab.

Namun, hisab tetap digunakan, meskipun hanya sebagai alat bantu dan bukan sebagai penentu masuknya awal bulan hijriyah.

2. Wujudul Hilal

Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip, yaitu Ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum matahari terbenam (ijtima’ qablal qhurub), dan bulan terbenam setelah matahari terbenam (moonset after sunset).

Sehingga, pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) bulan saat matahari terbenam.

Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Muhammadiyah dan Persis dalam penentuan awal Ramadan, ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha untuk setiap tahunnya.

Namun, mulai tahun 2000 PERSIS sudah tidak menggunakan kriteria Wujudul Hilal lagi, tetapi menggunakan methode Imkanur-rukyah.

Hisab Wujudul Hilal bukan untuk menentukan atau memperkirakan hilal mungkin dilihat atau tidak.

Meski demikian, metode hisab wujudul hilal dapat dijadikan penetapan awal bulan Hijriyah dan bulan baru.

Dasar yang digunakan adalah perintah Al Qur’an pada Q.S.Yunus: 5. QS.Al Isra’: 12, QS.Al An’am: 96, dan QS. Ar Rahman: 5 serta penafsiran Astronomis atas QS. Yasin: 36 – 40.

3. Imkanur – Rukyat

Imkanur rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darusssalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS).

Imkanur-Rukyat dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah dengan prinsip sebagai berikut:

Awal bulan (kalender) hijriyah terjadi jika:

1. Pada saat matahari terbenam, ketinggian (altitude) bulan di atas cakrawala minimum 2 derajat, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan- Matahari minimum 3 derajat, atau

2. Pada saat bulan terbenam, usia bulan minimum 8 Jam, dihitung sejak ijtima’.

Arti Imkanur Rukyat

Secara bahasa Imkanur-rukyat adalah mempertimbangkan kemungkinan terlihatnya hilal.

Secara praktis, Imkanur-rukyat dimaksudkan untuk menjembatani methoode rukyat dan methode hisab. Terdapat 3 kemungkinan kondisi :

a. Ketinggian hilal kurang dari 0 derajat

Dipastikan hilal tidak dapat dilihat sehingga malam itu belum masuk bulan baru.

Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.

b. Ketinggian hilal lebih dari 2 derajat

Kemungkinan besar hilal dapat dilihat pada ketinggian ini.

Pelaksanaan rukyat kemungkinan besar akan mengkonfirmasi terlihatnya hilal, sehingga awal bulan baru telah masuk malam itu.

Metode Rukyat dan Hisab dalam kondisi ini sepakat.

c. Ketinggian hilal antara 0 sampai 2 derajat

Kemungkinan besar hilal tidak dapat dilihat secara Rukyat.

Namun secara metode hisab hilal sudah di atas cakrawala/ufuq.

Jika ternyata hilal berhasil dilihat ketika rukyat, maka awal bulan telah masuk malam itu.

Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini. 

Namun, jika rukyat tidak berhasil melihat hilal maka metode rukyat menggenapkan bulan menjadi 30 hari sehingga malam itu belum masuk awal bulan baru.

Dalam kondisi ini Rukyat dan Hisab mengambil kesimpulan yang berbeda.

Meski demikian ada juga yang berfikir bahwa pada ketinggian kurang dari 2 derajat hilal tidak mungkin dapat dilihat.

Sehingga dipastikan ada perbedaan penetapan awal bulan pada kondisi ini.

Hal ini pernah terjadi pada penetapan 1 Syawal 1432 H/2011 M.

4. Rukyat Global

Rukyat Global adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) hijriyah yang menganut prinsip sebagai berikut:

Jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum melihatnya.

Sebagai akibat dari perbedaan metode penentuan kriteria inilah yang seringkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan.

Perbedaan ini mengakibatkan adanya perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadhan dan atau Hari Raya Idul Fitri.

Rukyat Global adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) hijriyah yang menganut prinsip sebagai berikut:

Jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum melihatnya.

Sebagai akibat dari perbedaan metode penentuan kriteria inilah yang seringkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan.

Perbedaan ini mengakibatkan adanya perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadhan dan atau Hari Raya Idul Fitri.

Baca juga: PLN Blangkejeren Upayakan Tidak Ada Pemadaman Listrik Selama Ramadhan

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved