Berita Jakarta

Industri Tak Berhak Pakai Solar Subsidi, Pemerintah Didesak Beri Sanksi

Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menyatakan, pemerintah dan berbagai pihak terkait perlu tegas dalam memberikan sanksi kepada berbagai kendaraan

Editor: bakri
SERAMBI/RIZWAN
Kendaraan antrean membeli solar subsidi (biosolar) di SPBU Kuta Padang, Meulaboh, Aceh Barat, Jumat (28/9). Antrean kendaraan juga terjadi di SPBU Pasi Pinang dan SPBU Manekroo karena terjadi kelangkaan solar subsidi.SERAMBI/RIZWAN 

JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menyatakan, pemerintah dan berbagai pihak terkait perlu tegas dalam memberikan sanksi kepada berbagai kendaraan pengguna solar subsidi milik sejumlah industri yang sebenarnya tidak berhak memperoleh solar subsidi tersebut.

"Sekarang ini juga dilaporkan maraknya penggunaan solar bersubsidi oleh kendaraan pengangkut sawit maupun pertambangan yang semestinya tidak berhak," katanya, dalam keterangan di Jakarta, Sabtu (2/4/2022).

Terkait kelangkaan solar di beberapa daerah, Mulyanto meminta Pertamina dan BPH Migas melibatkan pihak kepolisian untuk mencari akar masalahnya serta menjalankan tindakan konkret di lapangan.

Antrean solar subsidi di SPBU Blang Muko, Nagan Raya. Foto direkam, Senin sore (14/2/2022).
Antrean solar subsidi di SPBU Blang Muko, Nagan Raya. Foto direkam, Senin sore (14/2/2022). (SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM)

Mulyanto menengarai ada beberapa penyebab peningkatan permintaan solar ini.

Pertama adalah ekonomi yang mulai membaik dan mendorong pertumbuhan industri, yang memicu peningkatan kebutuhan energi termasuk solar.

Kemudian, lanjutnya, adalah disparitas atau ketimpangan harga yang cukup tinggi antara solar subsidi dan nonsubsidi, akibat lonjakan harga migas dunia, menyebabkan pengguna solar nonsubsidi beralih menggunakan solar subsidi.

“Kemudian yang juga patut diduga adalah adanya penyimpangan penggunaan solar bersubsidi oleh pihak yang tidak berhak, terutama sektor industri,” ujar Mulyanto.

Ditegaskan, disparitas harga antara solar subsidi dan solar nonsubsidi mencapai sebesar Rp 7.800 per liter.

Angka ini cukup besar dan menjadi daya tarik yang tinggi bagi oknum-oknum pencari rente ekonomi secara menyimpang.

Baca juga: Hiswana Migas Sarankan Gubernur Aceh Usul Tambahan Kuota Solar Subsidi ke Menteri ESDM

Baca juga: Antrean Solar Subsidi Bikin Arus Lalulintas jadi Macet, Sopir Bus Mengeluh Lamanya Waktu Antre

Akibatnya, ujar dia, yang dirugikan adalah masyarakat yang membutuhkan solar subsidi.

Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan sesuai undang-undang mobil truk batu bara tidak diperbolehkan mengisi solar bersubsidi yang ada di seluruh stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dan pihaknya akan segera mengkaji ulang dan menyusun skema baru terkait hal itu.

"Karena mobil truk pengangkut batu bara itu merupakan industri besar yang tidak menerima subsidi solar dari pemerintah atau memakai BBM subsidi," kata Nicke Widyawati, Sabtu (2/4/2022).

Untuk itu, Pertamina akan mempertimbangkan kembali kebijakan yang sudah ada dan akan menetapkan skema bisnis yang baru, sehingga dengan adanya aturan semuanya menjadi lebih tertib.

Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas (DPP Hiswana Migas) kembali mengingatkan DPC dan anggota Hiswana Migas Bidang SPBU untuk melaksanakan penyaluran solar bersubsidi sesuai aturan sehingga tepat sasaran.

Ketua DPP Hiswana Migas Rachmad Muhammadiyah dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (30/3), mengatakan upaya tersebut dapat dilakukan dengan mencatat nomor kendaraan yang membeli solar subsidi atau Solar Public Service Oblogation (PSO).

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved