Perang Rusia Vs Ukraina Bikin Harga Sawit Membumbung, Berkah untuk Indonesia?
Tidak hanya di Indonesia, harga minyak goreng juga membumbung tinggi di seluruh dunia, terutama di negara-negara Eropa.
Sayangnya, permintaan pasar CPO yang sangat besar itu memunculkan kampanye negatif yang menuduh bahwa kelapa sawit adalah biang keladi terjadinya perubahan iklim, merusak lingkungan, menyerap banyak air, merusak hutan, hingga tudingan sebagai minyak yang mengandung lemak dan tidak baik untuk kesehatan, terutama jantung.
Isu-isu negatif itu dihembuskan oleh negara-negara Eropa melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM) di berbagai negara, termasuk di Indonesia dan Malaysia yang merupakan dua negara utama produsen sawit.
Namun, perang Rusia dan Ukraina membuat negara-negara Eropa mengenyampingkan semua kampanye negatif tentang sawit, karena mereka kesulitan memperoleh minyak nabati dari bunga matahari.
“Jadi ini berkah yang luar biasa buat Indonesia, terutama buat petani sawit di Indonesia,” ungkap Tofan Mahdi.
Menurutnya, harga minyak sawit dunia sampai semester pertama tahun ini akan terus naik, dan belum ada tanda-tanda akan turun.
Hanya saja, kenaikan harga CPO ini berdampak pula pada naiknya harga minyak goreng di Indonesia, dan naiknya harga-harga makanan yang memakai bahan baku minyak nabati.
Baca juga: Emak-emak Ikut Demo di Patung Kuda, Minta Harga Minyak Goreng Turun dan Tuntut Jokowi Mundur
Selain berdampak pada naiknya harga minyak sawit, perang Rusia vs Ukraina juga membuat melambungnya harga minyak bumi atau BBM.
“Rusia adalah salah satu produsen utama gas dunia, sehingga ketika pasokan gas berkurang, pasti berdampak pada naiknya harga BBM,” ujarnya.
“Harga gas naik, harga BBM juga naik, ini yang harus kita waspadai, karena kita belum tahu sampai kapan eskalasi konflik Ukraina akan terjadi,” imbuh Tofan Mahdi.
Sayangnya, lanjut Tofan, ketika permintaan minyak sawit sedang tinggi, termasuk dari Eropa, tapi produksi sawit Indonesia sampai semester pertama tahun ini relatif turun.
“Ini karena dampak dari kemarau panjang pada tahun 2020, masih terasa sampai sekarang,” katanya.
“Mungkin akan mulai normal kalau curah hujan sudah mulai tinggi, diperkirakan baru mulai normal di semester kedua tahun ini,” lanjutnya.
Menurut Tofan, kalau produksi sawit sudah mulai baik atau normal, ada kemungkinan harga minyak sawit akan terkoreksi.
“Tapi permintaan dari Eropa saat ini juga masih sangat tinggi,” pungkas Tofan Mahdi.
Baca juga: Rusia Serang Ukraina, Negara NATO Kuras Sumber Dayanya untuk Perkuat Pertahanan Udara di Wilayah Ini
Apakah kenaikan harga minyak sawit ini membawa berkah kepada petani sawit di Aceh?