Internasional
Rusia Tetap Ngotot Cegah Perluasan Anggota NATO ke Bekas Wilayah Uni Soviet Sebelum Perpecahan
Pemerintah Rusia tetap ngotot untuk mencegah perluasan anggota Fakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) ke wilayah Eropa Timur.
SERAMBINEWS.COM, MOSKOW - Pemerintah Rusia tetap ngotot untuk mencegah perluasan anggota Fakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) ke wilayah Eropa Timur.
Seperti diketahui, sebagian besar wilayah Eropa Timur merupakan negara perpecahan dari Uni Soviet yang kini berubah menjadi Rusia.
Presiden Rusia Vladimir Putin tidak menginginkan negara bekas Soviet bergabung dengan NATO, tetapi bersatu dibawah payung Kremlin.
Putin ingin mendirikan kembali kejayaan Uni Soviet, tetapi dengan persenjataan lebih canggih dan ekonomi tidak akan hancur, walau dihantam sanksi AS dan Barat
Hal itu seperti yang dilontarkan oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pada Senin (13/4/2022).
Dia menegaskan perang Rusia yang tidak beralasan dengan Ukraina dimaksudkan untuk mencegah NATO menambah anggota di bekas Uni Soviet.
Baca juga: NATO Siap Lindungi Seluruh Perbatasan, Cegah Agresi Militer Rusia ke Negara Tetangga Ukraina
Dia juga menegaskan akan terus berupaya mengakhiri dominasi global yang dipimpin AS dan NATO.
"Operasi militer khusus kami dimaksudkan untuk mengakhiri ekspansi NATO dan dorongan mengakhiri dominasi penuh AS dan Barat di panggung dunia," kata Lavrov kepada saluran berita televisi milik negara Rossiya 24.
Selain itu, Lavrov menuduh Amerika Serikat melakukan pelanggaran hukum internasional, lansir Business Insider, Rabu (13/4/2022).
Dia menuduh AS memaksakan tatanan internasional berbasis aturan sendiri atau hanya sesuai keinginan negeri Paman Sam itu.
"Dominasi ini dibangun di atas pelanggaran berat hukum internasional dan di bawah beberapa aturan, yang sekarang sangat mereka sukai dan yang mereka buat berdasarkan kasus per kasus," kata Lavrov.
Presiden Rusia Vladimir Putin melancarkan invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari , dengan pasukan Rusia mengepung dan menembaki kota-kota di seluruh negeri.
Baca juga: NATO Peringatkan, Akan Ada Lagi Kengerian di Ukraina, Pasukan Rusia Siapkan Serangan Baru
Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mengatakan 1.842 warga sipil telah tewas dalam serangan di Ukraina, meskipun dikatakan "angka sebenarnya jauh lebih tinggi."
Selain itu, lebih dari 4,5 juta orang Ukraina telah meninggalkan negara itu selama invasi Rusia, kata PBB.
Ketika Putin mengumumkan invasinya ke Ukraina, dia mengatakan sedang mencari "denazifikasi" Ukraina , sebuah negara yang pemimpin yang dipilih secara demokratis, Presiden Volodymyr Zelenskyy, adalah orang Yahudi.