Berita Aceh Timur
Nelayan Sulit Melaut Karena tak Ada Solar
Sudah sebulan terakhir, ini kami sulit memperoleh solar bersubsidi sejak kenaikan harga Pertamax pada 1 April 2022 lalu
IDI- Selama sebulan terakhir, nelayan di Aceh Timur kesulitan memperoleh bahan bakar minyak (BBM) solar bersubsidi.
Akibatnya, nelayan tak bisa melaut.
Hal itu disampaikan pemilik Kapal KM Raver, di Kuala Idi Cut, Aceh Timur, Rahmatsah Putra.
"Sudah sebulan terakhir, ini kami sulit memperoleh solar bersubsidi sejak kenaikan harga Pertamax pada 1 April 2022 lalu.
Padahal, yang naik harga pertamax, tapi nelayan malah sulit memperoleh BBM solar, efeknya nelayan tak bisa melaut sesuai target," ungkap Rahmatsah Putra kepada Serambi, Kamis (21/4/2022).
Selama ini, ungkap Rahmatsah, nelayan tradisional di Kuala Idi Cut, memperoleh solar dari pemasok yang ada di TPI.
Di mana pemasok tersebut mendapatkan BBM solar bersubsidi dari SPBU terdekat yang ada di Aceh Timur.
"Sekarang pemasok BBM solar untuk nelayan pun tidak berani lagi stok di gudang mereka karena takut dianggap penimbunan ilegal.
Kalau dulu pemasok BBM untuk nelayan masih bisa ambil di SPBU dan distok di gudangnya, tapi sekarang mereka tidak berani lagi, selain itu ada kebijakan baru tak boleh beli solar pakai jerigen," ungkap Rahmatsah.
Baca juga: Nelayan Keluhkan Harga Lobster di Simeulue Turun Drastis, Ditengah Harga Bahan Pokok Melambung
Baca juga: Solar Langka, Nelayan tak Bisa Melaut, Ini Harapan Pemilik Kapal kepada Pertamina dan Pemerintah
Karena sulit memperoleh solar, ungkap Rahmatsah, untuk mengumpulkan 1,5 ton solar agar kapalnya berukuran 15 GT bisa berlayar selama 6-10 hari, maka harus menunggu empat hari baru terkumpul 1,5 ton BBM solar untuk sekali berlayar.
Kondisi serupa juga dialami oleh pemilik kapal lainnya.
"Kami berharap kepada Menteri BUMN dan Direktur PT Pertamina agar mempermudah pembelian BBM solar untuk kapal nelayan.
Tolong berikan aturan yang mudah dan teknis pembelian solar bagi kapal nelayan di SPBU.
Karena, pihak SPBU saat ini juga tak berani jual ke pemasok BBM untuk nelayan karena dilarang beli pakai jerigen," ungkap Rahmatsah.
Dulu, jelas Rahmatsah, pemerintah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan, pernah memfasilitasi agar nelayan pemilik kapal mudah mendapatkan BBM solar di SPBU dengan menunjukkan surat sebagai nelayan pemilik kapal, tapi kini sejak adanya kebijakan baru syarat tersebut tidak berlaku lagi.
Rahmatsah mengatakan, sebenarnya ada tiga SPBU yang dekat dengan Kuala Idi Cut, Kuala Idi, dan Kuala di Julok.
Karena itu, pihaknya berharap kepada ketiga SPBU ini memberikan kemudahan pembelian solar kapal nelayan.
"Jangan seperti saat ini, kami kesulitan untuk mendapatkan BBM solar yang mana solar merupakan kebutuhan pokok bagi kami untuk berlayar," tukasnya.
Apresiasi Ketua KPK
Di sisi lain, Rahmatsah mengapresiasi pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri yang memperingatkan aparatur pemerintah atau pejabat negara agar tidak menyelewengkan program kesejahteraan para nelayan.
"Saya ingatkan kepada aparatur pemerintah termasuk pejabat yang terkait untuk jangan main-main dengan hajat hidup nelayan, khususnya pada aturan dan program kesejahteraan bagi saudara-saudara kita ini," kata Firli melalui keterangan resminya di Jakarta, saat memperingati Hari Nelayan Nasional, Rabu (6/4/2022).
Saat itu, Firli juga menganggap nelayan Indonesia, khususnya nelayan tradisional yang kerap melaut di samudera lepas hingga perbatasan negara, layak disebut sebagai pahlawan ekonomi devisa samudera, meski belum ada tanda jasa resmi sebagai bentuk penghargaan kepada mereka.
“Kita sambut baik pernyataan yang disampaikan oleh ketua KPK dan kita juga menginginkan komitmen beliau benar-benar serius dengan apa yang sudah disampaikan pada Peringatan Hari Nelayan Nasional beberapa waktu lalu, " ungkap pemilik Kapal KM Raver ini. (c49)
Baca juga: Dampak Angin Kencang dan Pasang Air Laut, Tangkapan Nelayan Gampong Baro Minim
Baca juga: Demokrat Minta Pertamina Mudahkan Nelayan Beli BBM