Ade Yasin Minta 'Diusahakan WTP', Beri Uang Mingguan Rp 10 Juta ke Auditor BPK
Suap diberikan melalui perantara, Kasubid Kas Daerah BPKAD Kabupaten Bogor, Ihsan Ayatullah (IA) dan Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor, Maulana.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Bupati Bogor Ade Yasin sebagai tersangka kasus dugaan suap.
Ia diduga menyuap tim pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat sebesar Rp1,9 miliar demi predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor tahun 2021.
"AY (Ade Yasin) selaku Bupati Kabupaten Bogor periode 2018 sampai 2023 berkeinginan agar Pemerintah Kabupaten Bogor kembali mendapatkan predikat WTP untuk TA 2021 dari BPK Perwakilan Jawa Barat," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers, Kamis (28/4) dini hari.
Suap diberikan melalui perantara yaitu Kasubid Kas Daerah BPKAD Kabupaten Bogor, Ihsan Ayatullah (IA) dan Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor, Maulana Adam (MA).
"Selama proses audit diduga ada beberapa kali pemberian uang kembali oleh AY [Ade Yasin] melalui IA dan MA pada Tim Pemeriksa di antaranya dalam bentuk uang mingguan dengan besaran minimal Rp 10 juta hingga total selama pemeriksaan telah diberikan sekitar sejumlah Rp 1,9 miliar," ujar Firli.
Baca juga: Suami Merantau Cari Nafkah, Istri Malah Berhubungan dengan Pria Lain hingga Hamil, Lalu Buang Bayi
Baca juga: Karim Benzema Pemain Terfavorit Raih Ballon dOr 2022, Lebih Dijagokan dari Mbappe dan Lewandowski
Baca juga: BKMT Bireuen Bantu Sarana Ibadah dan Santuni Anak Yatim
Selanjutnya, BPK Perwakilan Jawa Barat menugaskan Tim Pemeriksa untuk melakukan audit pemeriksaan interim (pendahuluan) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) TA 2021 Pemkab Bogor.
Tim Pemeriksa itu terdiri dari Kasub Auditorat Jabar III/Pengendali Teknis BPK Perwakilan Jawa Barat, Anthon Merdiansyah; Ketua Tim Audit Interim Kabupaten Bogor, Arko Mulawan; Winda Rizmayani; serta dua pemeriksa pada BPK Perwakilan Jawa Barat, Hendra Nur Rahmatullah Karwita dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah.
Mereka ditugaskan sepenuhnya mengaudit berbagai pelaksanaan proyek di antaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor.
"Sekitar Januari 2022, diduga ada kesepakatan pemberian sejumlah uang antara HNRK [Hendra Nur] dengan IA dan MA dengan tujuan mengondisikan susunan Tim audit interim," ucap Firli.
Seiring waktu berjalan, Ade menerima laporan dari Ihsan bahwa laporan keuangan Pemkab Bogor jelek dan jika diaudit BPK Perwakilan Jawa Barat akan berakibat opini disclaimer. Selanjutnya, Ade merespons dengan mengatakan, 'diusahakan agar WTP'.
"Sebagai realisasi kesepakatan, IA dan MA diduga memberikan uang sejumlah sekitar Rp100 juta dalam bentuk tunai kepada ATM [Anthon Merdiansyah] di salah satu tempat di Bandung," tutur Firli.
Anthon kemudian mengondisikan susunan tim sesuai dengan permintaan Ihsan Ayatullah di mana nantinya objek audit hanya untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tertentu. Firli berujar proses audit dilaksanakan mulai Februari sampai dengan April 2022 dengan hasil rekomendasi di antaranya bahwa tindak lanjut rekomendasi tahun 2020 sudah dilaksanakan dan program audit laporan keuangan tidak menyentuh area yang mempengaruhi opini.
Baca juga: Webinar Sejarah Masjid Asir-Asir Takengon dan Kaitannya dengan Ulama Asal Mekah
Baca juga: Adli Abdullah Dapat Tugas Khusus Selesaikan Persoalan Tanah Adat di Papua
Baca juga: Dandim Bener Meriah Beri Hampers Lebaran kepada Prajurit
"Adapun temuan fakta Tim Audit ada di Dinas PUPR, salah satunya pekerjaan proyek peningkatan jalan Kandang Roda-Pakan Sari dengan nilai proyek Rp94,6 miliar yang pelaksanaannya diduga tidak sesuai dengan kontrak," ungkap Firli.
Firli juga mengungkapkan, selama proses audit diduga juga ada uang mingguan yang diberikan pada para pemeriksa dari BPK guna memuluskan tujuan tersebut.
"Selama proses audit, diduga ada beberapa kali pemberian uang kembali oleh AY melalui IA dan MA pada Tim Pemeriksa di antaranya dalam bentuk uang mingguan dengan besaran minimal Rp10 juta hingga total selama pemeriksaan telah diberikan sekitar sejumlah Rp1,9 miliar," sambung Firli.
Atas perbuatannya, Ade Yasin, Ihsan Ayatullah, Maulana Adam, dan Rizki Taufik (PPK pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor) selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara Anthon Merdiansyah, Arko Mulawan, Hendra Nur Rahmatullah Karwita, dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Para tersangka langsung ditahan selama 20 hari pertama terhitung mulai 27 April sampai 16 Mei 2022.
Selain ditetapkan sebagai tersangka, empat auditor BPK juga langsung dinonaktifkan. "Kami sudah menonaktifkan kepala perwakilan BPK provinsi Jabar," ucap Ketua BPK Isma Yatun di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/4).
Menurut Isma, mereka berempat juga bakal diadili oleh majelis etik BPK. Ia mengatakan proses itu dilakukan untuk menjaga independensi BPK. "Kami senantiasa memohon kepada Allah SWT untuk kami mendapat petunjuk dan kemudahan dalam melaksanakan amanah dalam mengawal pengelolaan keuangan negara bagi kebaikan seluruh rakyat Indonesia," kata Isma.
Di sisi lain Ade Yasin membantah telah menyuap auditor BPK. Ia menyebut dirinya dijebak dan dipaksa bertanggung jawab atas perbuatan anak buahnya.
"Ya, saya dipaksa untuk bertanggung jawab terhadap perbuatan anak buah saya, tapi sebagai pemimpin saya harus siap bertanggung jawab," kata Ade kepada wartawan saat hendak dibawa ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (28/4) pagi.
Ia menyebut, kasus yang menjeratnya itu adalah IMB alis inisiatif membawa bencana.
"Itu ada inisiatif dari mereka [anak buah] namanya, IMB ya, inisiatif membawa bencana," kata Ade yang kemudian memasuki mobil tahanan.(tribun network/ham/dod)