Sosok
Cerita Zaqhlul Ammar, Juara Kaligrafi MTR XXI 2022 se-Aceh yang Tak Mau Menyerah saat Gagal
Adalah Zaqhlul Ammar, peraih juara I cabang Khattil Quran atau kaligrafi pada Musabaqah Tunas Ramadhan (MTR) XXI se-Aceh yang diumumkan di Lapangan Co
Penulis: Sara Masroni | Editor: Safriadi Syahbuddin
SERAMBINEWS.COM - Di sudut sebuah ruang berjejer rapi belasan trofi, mulai dari lomba tingkat sekolah hingga provinsi berdiri kokoh di sana.
Tepat di atas pintu kamar, pintu dapur dan di atas dudukan televisi, terpajang tiga lukisan kaligrafi berbingkai yang begitu memikat mata.
Selembar kertas karton masih digulung dan belum terpajang, tinta di karya ini 'masih basah' karena baru saja memenangkan sebuah lomba yang hadiahnya umrah ke Tanah Suci dari Kwarda Aceh sekaligus bonus Rp 100 juta khusus untuk kontingen Banda Aceh dari Wali Kota Aminullah Usman.
Adalah Zaqhlul Ammar, peraih juara I cabang Khattil Quran atau kaligrafi pada Musabaqah Tunas Ramadhan (MTR) XXI se-Aceh yang diumumkan di Lapangan Cot Gapu, Bireuen, Selasa (19/4/2022) malam.
Kegiatan tersebut digelar oleh Gerakan Pramuka Kwartir Daerah (Kwarda) Aceh. Ia mewakili Kwartir Cabang (Kwarcab) Banda Aceh dan berhasil menyisihkan peserta dari 21 kabupaten/kota lainnya, usai gagal meraih gelar juara pertama di cabang yang sama tahun lalu.
"Alhamdulillah bersyukur sekali, waktu babak final sempat ragu karena karya peserta lain bagus-bagus semua," ungkap Ammar saat ditemui Serambinews.com di rumahnya, Desa Lambiheu Siem, Darussalam, Aceh Besar, Jumat (29/4/2022).
"Bahkan ada peserta lain yang persiapan belajarnya (kaligrafi) sampai ke Jawa," tambah Ammar sambil sesekali melihat adiknya yang masih duduk di kelas 5 SD, mondar mandir penuh semangat di ruang tersebut.

Anak dari pasangan Zulkifli dan Nurjani ini mengaku, harus berhadapan dengan beberapa kali kekalahan dan kegagalan terlebih dahulu sebelum akhirnya sampai titik ini.
Tahun lalu, tepatnya MTR XX tahun 2021, Ammar harus berpuas diri meraih peringkat kedua di cabang kaligrafi dalam kompetisi tersebut.
Bahkan di tahun 2017, anak kedua dari tiga bersaudara ini harus berlapang dada karena tak meraih gelar juara apa pun dalam kompetisi yang sama.
Kalah dalam bertanding, menurutnya sebuah proses pembelajaran dan pengalaman berharga agar bisa meraih sesuatu yang lebih baik lagi ke depannya.
Kerja keras Ammar terbayarkan saat menjuarai lomba cabang kaligrafi yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT) tahun 2018 lalu, setahun setelah berjuang keras dan berdarah-darah dalam berkarya di tingkat provinsi.
Menurutnya, ketika gagal lalu memilih berputus asa, itu sama artinya sama dengan iri dan tidak mengakui prestasi karya orang lain.
"Kalau si A menang, berarti letak permasalahannya bukan di dia. Tapi kita yang harus belajar lebih keras lagi," ungkap Ammar yang jadi motivasinya saat gagal meraih gelar juara tahun 2017 lalu.
Menekuni dunia seni menulis ayat-ayat Allah sejak delapan tahun silam, pria kelahiran 2002 ini termotivasi dengan kaligrafi karena beberapa alasan.

Menurut mahasiswa semester IV Pendidikan Bahasa Arab UIN Ar-Raniry ini, menekuni dunia kaligrafi akan membuatnya lebih banyak berinteraksi dengan Alquran, belajar adab dan kesabaran dalam meraih hasil terbaik.
Ia bercerita, bila hafizh Quran menghafal Alquran dalam bentuk hafalan, sedangkan seni kaligrafi menghafal Alquran dalam bentuk tulisan.
Meski sudah meraih belasan gelar juara baik di tingkat sekolah hingga provinsi, Ammar mengaku masih terus belajar dan menjadikan setiap pengalaman untuk berbuat yang lebih baik lagi ke depannya.
Memulai terjun ke dunia kaligrafi di bangku Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul Ihsan Abu Hasan Krueng Kalee, Siem sejak usia 13 tahun, membuat Ammar belajar tentang arti proses panjang dalam meraih sebuah pencapaian.
Ia berpesan, siapa pun yang sedang berjuang dan berkarya menekuni dunia kaligrafi ini, mulailah dengan keyakinan bahwa apa pun kegiatan yang baik pasti akan membuahkan keberkahan.
Selanjutnya, kata Ammar, lakukan dengan serius terhadap apa yang sedang ditekuni. Khususnya di dunia kaligrafi, kerja keras dan kesungguhan menurutnya amat sangat diperlukan di sini.
"Kadang kita suka ngebanding-bandingin dengan prestasi orang lain, padahal kita nggak pernah tahu kadang perjuangan yang mereka lakukan belum sebanding dengan usaha yang kita lakukan," ungkap Ammar.
Kemudian, lanjutnya, siapkan modal untuk membeli alat-alat tulis dan lain-lain dalam menekuni seni kaligrafi.
Ammar sendiri melakukan ini dengan menyisihkan dan menabung uang jajannya untuk digunakan dalam berkarya di dunia kaligrafi.
"Terakhir, jangan lupa bersyukur atas tiap-tiap pencapaian. Jika beberapa hal ini sudah dilakukan, insya Allah apresiasi untuk karya terbaik sudah di depan mata," ucap Ammar.
Begitulah sekilas cerita Zaqhlul Ammar, juara kaligrafi MTR XXI se-Aceh yang tak memilih menyerah dengan kegagalan. Dan pada akhirnya, Ammar pun sampai pada titik yang telah ia impi-impikan.
"Berangkat umrah dan mendapat bonus lainnya hanyalah sebuah proses pembelajaran yang harus disyukuri, sisanya lakukan yang terbaik untuk pencapaian berikutnya," tutup Ammar. (Serambinews.com/Sara Masroni)