Berita Aceh Utara
Harga Sawit di Aceh Utara Anjlok, Biaya Perawatan Tinggi
Selama dua pekan terakhir, harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit di Aceh Utara turun drastis sehingga menyebabkan belasan ribu petani
LHOKSUKON – Selama dua pekan terakhir, harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit di Aceh Utara turun drastis sehingga menyebabkan belasan ribu petani mengeluh.
Padahal, di bulan sebelumnya, harga TBS dibeli Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Aceh Utara dari pengumpul berkisar antara Rp 3.300-3.400 perkilogram, tapi sekarang ini Rp 2.050 perkilonya.
Turunnya harga sawit terjadi pada akhir April 2022 setelah Pemerintah Pusat melarang eskpor Crude Palm Oil (CPO)/minyak sawit mentah, karena adanya kelangkaan minyak goreng dalam negeri.
Kondisi ini tertentu sangat berpengaruh terhadap pendapatan petani sawit.
Untuk itu, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kabupaten Aceh Utara meminta Pemerintah Pusat supaya meninjau kembali larangan ekspor minyak mentah sawit atau CPO.
“Harga TBS mulai anjlok pada 24 April 2022 lalu, setelah adanya larangan ekspor CPO,” ujar Ketua Apkasindo Aceh Utara, Kastabuna MP kepada Serambi, Rabu (11/5/2022).
Disebutkan, petani di Aceh Utara berharap agar pemerintah mencabut larangan ekspor tersebut dengan tetap memenuhi kebutuhan CPO dalam negeri, sehingga harga TBS bisa segera normal dan kebutuhan minyak goreng dalam negeri tetap terpenuhi.
“Karena kebutuhan CPO dalam negeri hanya 20 persen dari total produksi,” katanya.
Sehingga jika 80 persen CPO tidak dieskpor, harga TBS tidak akan naik lagi karena stoknya melimpah.
Baca juga: Harga TBS Sawit Merosot Jadi Rp 2.000/Kg, Dampak Penyetopan Ekspor CPO, Distanbun Aceh Lakukan Ini
Baca juga: Sopir Truk Sawit di Sumut Dirampok Pria Berpistol, Tangan dan Kakinya Diikat, Dibuang ke Tempat Sepi
“Bahkan, kita mendapat informasi, ada PKS di kabupaten lain sekarang ini tidak menerima TBS dari masyarakat.
Karena, tanki penyimpanan CPO mereka sudah penuh dengan CPO dari kebun kelapa sawit sendiri,” ungkap Kastabuna.
Berdasarkan data yang diperoleh Serambi dari Dinas Perkebunan Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disbunnak Keswan), dari 27 kecamatan di Aceh Utara, 16 kecamatan yang memiliki kebun Kelapa Sawit.
Masing-masing di Kecamatan Sawang, Nisam, Kuta Makmur, Geureudong Pase, Cot Girek, Paya Bakong, Syamtalira Bayu, dan Pirak Timu.
Kemudian di Kecamatan Lhoksukon, Baktiya, Tanah Luas, Tanah Jambo Aye, Langkahan, Nisam Antara, Matang Kuli dan Simpang Keuramat.
Luas lahan perkebunan mencapai 69.855 hektare.
Dari jumlah tersebut, luas areal perkebunan sawit masyarakat mencapai 18.185 hektare.
Seorang petani di Kecamatan Simpang Keuramat, Saed Ismail SP yang dihubungi Serambi, Rabu kemarin, menyebutkan, selama anjlok TBS kelapa sawit, petani sangat mengeluh.
Karena setelah turun harga TBS, tidak dibarengi dengan turun harga pupuk dan harga herbisida (racun rumput), malahan semakin naik harganya, seperti pupuk NPK yang dijual perkarung 50 kilogram mencapai Rp 1 juta lebih.
Sedangkan sebelumnya Rp 750 ribu.
Begitu juga dengan pupuk lainnya.
Kondisi ini, kata Saed, berdampak pada biaya perawatan yang dikeluarkan petani.
Saat ini, kata Saed, petani menjual TBS ke pedagang pengumpul berkisar Rp 16 ribu sampai dengan Rp 17 ribu perkilogram.
Sedangkan sebelumnya mencapai Rp 3 ribu lebih perkilogram.
“Jika kondisi ini berlangsung lama bisa berdampak bukan hanya pada pendapatan petani dan juga pada sektor lainnya seperti pendidikan dan juga daya beli masyarakat,” pungkas mantan Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh (Unimal) itu. (jaf)
Baca juga: Distanbun Aceh Undang 52 Perusahaan PKS, Bahas Penyetopan Ekspor CPO, Harga TBS Sawit Merosot
Baca juga: Indonesia Larang Ekspor, Malaysia Ambil Keuntungan dengan Dominasi Pasar Minyak Sawit di India