Berita Banda Aceh
Ketua MPU: Tolak Tambang Jika Tak Sesuai Syariat Islam
“Kalau nilai-nilai rahmatan lil alamin (rahmat bagi sekalian alam) bisa terwujud di pertambangan itu tidak masalah. Bukan (malah) nilai-nilai...
Penulis: Mawaddatul Husna | Editor: Nurul Hayati
“Kalau nilai-nilai rahmatan lil alamin (rahmat bagi sekalian alam) bisa terwujud di pertambangan itu tidak masalah. Bukan (malah) nilai-nilai ketamakan dan kebinasaan," pungkasnya dalam keterangan tertulis yang diterima Serambinews.com, Kamis (19/5/2022).
Laporan Mawaddatul Husna | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk H Faisal Ali menolak tegas pertambangan, jika tidak sesuai syariat Islam dan tidak memberikan rahmatan lil alamin (rahmat bagi sekalian alam).
Hal ini disampaikannya dalam pidato saat melakukan sosialisasi fatwa MUI-MPU tentang pelestarian satwa dan keseimbangan ekosistem di Kantor Camat Kecamatan Linge, Aceh Tengah, Selasa (17/5/2022).
“Kalau nilai-nilai rahmatan lil alamin (rahmat bagi sekalian alam) bisa terwujud di pertambangan itu tidak masalah. Bukan (malah) nilai-nilai ketamakan dan kebinasaan," pungkasnya dalam keterangan tertulis yang diterima Serambinews.com, Kamis (19/5/2022).
Ia turut mengajak, agar semua bersama-sama mencegah upaya-upaya pengrusakan alam agar Allah selalu mencurahkan rahmat kepada daerah ini.
“Kita, umat Nabi Muhammad, sebagai khalifah di muka bumi ini harus menjadi rahmat bagi makhluk-makhluk Allah secara menyeluruh," ujar Abu, sapaan akrabnya.
Dalam pidato tersebut, ia mengingatkan bahwa dalam agama Islam sangat tegas melarang perilaku-perilaku yang merusak alam dan ekosistem.
Baca juga: Dewan Sorot Aktivitas Tambang Ilegal di Samping Pekarangan Puskesmas Kajeung Aceh Barat
“Melakukan tindakan tanpa manfaat yang jelas seperti, menganiaya makhluk hidup (satwa dan tumbuhan) merupakan pintu kefakiran," tambahnya.
Sosialisasi ini ikut dihadiri oleh Bupati Aceh Tengah, Shabela Abubakar.
Dalam sambutannya ia menyampaikan, bahwa kerusakan alam dan perburuan satwa yang terjadi di wilayahnya dilakukan oleh oknum-oknum dari luar.
“Perburuan satwa dan kerusakan hutan di Aceh Tengah banyak dilakukan oleh pihak luar," ucapnya.
Oleh karena itu, ia berharap agar adanya sinergitas antara hukum negara, hukum agama, dan hukum adat dalam penegakannya.
Terakhir ia juga menambahkan, bahwa pemerintah kabupaten perlu diberikan wewenang untuk mengelola dan menjaga kawasan hutan dan alam di wilayahnya.
Kegiatan sosialisasi fatwa MUI ini, bertujuan untuk membangun diskusi bersama tokoh agama dan masyarakat disekitar kawasan hutan terkait upaya perlindungan dan pelestarian.