Opini
Panggilan Haji
Haji, merupakan rukun Islam yang kelima, yaitu mengunjungi Baitullah untuk melakukan tawaf, sa’i dan wukuf di Arafah

Menurut Al-Qurtubi, haji yang mabrur ialah haji yang dapat disempurnakan hukum- hukumnya dan dilaksanakan sesuai dengan perintah Allah dan Rasul- Nya, melaksanakannya sesempurna mungkin, sesuai yang dicontohkan Rasulullah saw.
Jadi haji mabrur, adalah haji yang baik, sempurna dan diterima di sisi Allah swt.
Setiap calon jamaah haji yang berangkat, tidak ada harapan lain selain ibadahnya sempurna baik rukun, wajib haji maupun sunat dan akhirnya kembali meraih haji mabrur.
Kemabruran tidaklah karena banyaknya handai taulan datang untuk “pesijuek” hampir setiap hari, bukan pula karena banyaknya keluarga dan ahli famili yang mengantarkannya dengan “tawa” dan “tangis”.
Tapi kemabruran itu sangat ditentukan “nawaitu” nya dalam melaksanakan ibadah baik sejak saat berangkat maupun ketika melakukan manasik (ibadah) di Tanah Suci, bahkan setelah kembalinya dari Tanah Suci.
Pesan buat jamaah
Niat Ikhlas.Kesempurnaan ibadah tentu tidak bisa dilepaskan dari sebuah prosesi awalnya, yaitu “niat yang ikhlas”.
Rasulullah mengatakan “al-ikhlashu sirrun min sirri istauda’tuhu qalban man ahbabtu min ‘ibadi”, ikhlas sebuah rahasia dari rahasia- Ku, Aku tempatkan di dalam hati bagi siapa saja yang Aku cintai dari hamba-Ku”.
Ikhlas memberi makna “ridha Allah”, semata-mata bertaqarrub kepada-Nya.
“Innamal a’malu binniyyat”, hanya saja amal itu menurut niat (HR.Bukhari Muslim).
Ikhlas itu pula yang membuat seseorang tenang dan tidak merasa berat dalam setiap tugas dan amaliahnya.
Dalam ungkapan bahasa Aceh disebutkan: “Beget niet dengan qashad, pebuet ibadah hate nyang suci”.
“Keudeh u Makkah laju tujuan penuhi panggilan Allah Ta’ala”.
Jauhi Riya.
Bid’ah dan Syirik Riya identik dengan pamer, ingin dipuji orang.