Luar Negeri
Dua Anak Usaha Petronas Disita oleh Ahli Waris Sultan Sulu, Malaysia dan Filipina Kembali Memanas?
Arbiter di Prancis memutuskan bahwa Malaysia, yang mewarisi kewajiban perjanjian sewa setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris, harus membayar
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Amirullah
“Kasus ini adalah sejarah kolonialisme,” kata Elisabeth Mason, seorang pengacara yang berbasis di London dan penasihat utama untuk delapan penggugat, yang berbasis di Filipina.
“Tidak seperti begitu banyak yang dirampas, klien kami memiliki kontrak yang berkelanjutan sejak 1878 dan, dengan demikian, memiliki jalan menuju keadilan di mana banyak orang lain tidak,” kata dia.
Penyitaan itu terjadi pada saat politik Malaysia yang tidak baik-baik saja, di mana empat perdana menteri mereka telah berganti sejak 2015.
Petronas dilaporkan telah ditempatkan di pusat upaya pemerintah untuk mengendalikan meningkatnya utang.
Baca juga: Terbongkar, Tentara Kerajaan Sulu Berencana Invansi Sabah, 19 Wali Kota Hadiri Pertemuan Rahasia
Setelah perang di Ukraina yang membuat harga minyak dunia melambung, menteri keuangan Malaysia mengatakan kepada Financial Times bahwa kenaikan itu dapat membantu negara itu memperbaiki neraca keuangannya.
Tapi selama Kuala Lumpur terus mengabaikan putusan itu, uang yang terutang kepada ahli waris Sulu akan bertambah.
Arbiter di Prancis memutuskan bahwa untuk setiap tahun tidak dibayar, kewajiban Malaysia yang belum dibayar kepada ahli waris akan meningkat 10 persen.
Pada bulan Februari 2022, perusahaan induk Luksemburg Petronas melikuidasi 15,5 persen saham di ladang gas lepas pantai Shah Deniz Azerbaijan, yang sebelumnya bernilai USD 2,3 miliar (Rp 34 miliar).
Tidak jelas apakah uang ini sekarang dipegang oleh anak perusahaan atau oleh Petronas di Malaysia.
Pengacara penggugat mengindikasikan mereka akan mengejar lebih banyak aset negara jika resolusi tidak tercapai.
“Hukum internasional tidak membiarkan Anda memilih dan memilih. Entah Malaysia menghormati kewajiban internasionalnya atau menjadi 'Rusia penuh',” kata Paul Cohen, penasihat utama lainnya untuk penggugat.
“Kami berharap Malaysia akan melihat biaya menjadi negara paria yang legal dan berdamai,” ungkapnya.
Kementerian luar negeri Malaysia tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Financial Times.
Hubungan Malaysia dan Filipina Bisa Memanas
Terkait kepemilikan Sabah, dua negara di Asia Tenggara ini, yakni Filipina dan Malaysia kerap terjadi perselisihan.