Luar Negeri
Israel Bakal Ketar Ketir Jika Presiden Palestina Mahmoud Abbas Digantikan, Apa yang Bakal Terjadi?
“Ada kekhawatiran besar di antara Departemen keamanan dan militer Israel tentang apa yang mungkin terjadi setelah Abbas,” katanya.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Amirullah
Israel Bakal Ketar Ketir Jika Presiden Palestina Mahmoud Abbas Digantikan, Apa yang Bakal Terjadi?
SERAMBINEWS.COM, YERUSALEM – Presiden Palestina, Mahmoud Abbas kembali ke hadapan publik pada awal Juli 2022 setelah sebulan lebih hilang tanpa kabar.
Itu terjadi setelah rumor bulan lalu yang menyebutkan Mahmoud Abbas dalam kondisi sakit parah.
Awal Juli ini, Abbas tampil di berbagai acara televisi dan melakukan perjalanan ke Aljazair.
Di mana ia melakukan pertemuan langka dengan pemimpin Hamas, Ismail Haniya.

Baca juga: Amerika Sebut Shireen Abu Akleh Ditembak Israel Tidak Disengaja, Palestina dan Pihak Keluarga Kecewa
Abbas, yang telah menghabiskan 17 tahun sebagai presiden Palestina sebelumnya menderita kanker prostat, dan telah memiliki dua kateter jantung dalam 10 tahun terakhir.
Dia telah menerima perawatan medis di seluruh dunia, termasuk di Yordania, Jerman dan Amerika Serikat.
Dikutip dari Al Jazeera, Jumat (15/7/2022) menyebut bahwa kerahasiaan tentang informasi mengenai status kesehatan Abbas sangat tinggi.
Kondisi kesehatan Abbas telah menimbulkan kekhawatiran lokal, regional dan internasional, karena pertanyaan tentang siapa yang akan menggantikan presiden Palestina nanti.
Hasil jajak pendapat publik yang dilakukan pada akhir Juni oleh Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina di Ramallah menunjukkan penurunan yang signifikan dalam dukungan Abbas.
Baca juga: Remaja Palestina Meninggal Dunia Ditembak Tentara Israel, Abang Beradik Alami Penderitaan Sama
Bahkan jajak pendapat tersebut menunjukkan, mennggkatnya seruan agar Abbas mundur dari jabatannya.
Jika pemilihan presiden diadakan, dengan Abbas dan Haniya sebagai kandidat, hanya 49 persen responden yang mengatakan mereka akan ikut partisiapasi.
Dengan Haniya pilihan 55 persen dari mereka yang akan memilih, dan Abbas hanya memperoleh dukungan dari 33 persen.
Pertanyaan tentang pengganti Abbas adalah masalah yang mengkhawatirkan bagi Israel.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi bagi Israel adalah Hamas mungkin dapat mengambil keuntungan.
Hal itu diungkapkan Mantan penasihat urusan Arab di Kementerian Pertahanan Israel, David Hacham.
Baca juga: Kantor Berita Al Jazeera Terbitkan Jenis Peluru Pembunuh Jurnalisnya Shireen Abu Akleh di Palestina
“Ada kekhawatiran besar di antara Departemen keamanan dan militer Israel tentang apa yang mungkin terjadi setelah Abbas,” katanya.
“Keamanan dan militer telah mengembangkan beberapa skenario, yang paling berbahaya adalah terjadinya konflik bersenjata antara pesaing untuk suksesi Abbas, yang mengarah pada ketidakstabilan keamanan di wilayah Palestina,” jelasya.
Pada saat yang sama, Israel telah memutuskan untuk tidak menunjukkan dukungan publik untuk kandidat tertentu, dengan pengetahuan bahwa dukungan apa pun akan lebih merusak kandidat daripada kebaikan.
Kenyataannya adalah, bagaimanapun, dukungan Israel untuk kandidat mana pun akan meyakinkan AS untuk mendukung sosok tersebut, dan juga mendorong dukungan dari negara-negara Arab.
Kandidat Hamas, di sisi lain, adalah salah satu yang pasti tidak akan didukung oleh Israel.
Baca juga: PBB: Israel yang Harus Disalahkan atas Konflik dengan Palestina
Kemenangan gerakan tersebut dalam pemilihan legislatif Palestina 2006 menyebabkan sanksi ekonomi dari Israel, AS, dan lainnya.
Bassam Naim, seorang anggota terkemuka Hamas, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa gerakannya menyerukan pemilihan presiden dan legislatif yang bebas.
Hal itu akan memungkinkan rakyat Palestina untuk memilih presiden masa depan mereka, dan seorang pemimpin yang mampu menyelesaikan konflik dengan Israel.
Namun, Naim tidak mau melangkah lebih jauh dari itu.
“Hamas dapat mencalonkan seorang tokoh untuk presiden Palestina jika pemilihan presiden diselenggarakan,” kata Naim.
“Tetapi berbicara tentang keputusan kepemimpinan Hamas dalam hal ini masih terlalu dini untuk saat ini,” sambungnya. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)