Berita Aceh Besar
Tahun 2022, 9 Perkara Rudapaksa Terhadap Anak Masuk ke MS Jantho, 4 Diantaranya Ada Hubungan Darah
"Empat perkara itu yang ada hubungan mahram/darah, sedangkan sembilan perkara itu hampir seluruhnya perkara pemerkosaan terhadap anak, ada yang...
Penulis: Indra Wijaya | Editor: Nurul Hayati
"Empat perkara itu yang ada hubungan mahram/darah, sedangkan sembilan perkara itu hampir seluruhnya perkara pemerkosaan terhadap anak, ada yang terhadap anak tetangga, anak tiri, pacar, dan sebagainya," kata Fadhlia kepada Serambinews.com, Selasa (9/8/2022).
Laporan Indra Wijaya | Jantho
SERAMBINEWS.COM, JANTHO - Sepanjang tahun 2022, sebanyak sembilan kasus pemerkosaan terhadap anak masuk ke Mahkamah Syariah Jantho (MS Jantho).
Empat perkara diantaranya dilakukan oleh pelaku yang masih ada hubungan darah (mahram).
Juru Bicara MS Jantho, Fadhlia mengatakan ada sembilan perkara kasus yang hampir semuanya merupakan kasus pemerkosaan terhadap anak.
Mulai dari anak tetangga, anak tiri, pacar dan beberapa kasus lainnya.
Sementara empat perkara kasus pemerkosaan tersebut, dilakukan oleh pelaku yang masih memiliki hubungan darah dengan korban.
"Empat perkara itu yang ada hubungan mahram/darah, sedangkan sembilan perkara itu hampir seluruhnya perkara pemerkosaan terhadap anak, ada yang terhadap anak tetangga, anak tiri, pacar, dan sebagainya," kata Fadhlia kepada Serambinews.com, Selasa (9/8/2022).
Ia mengatakan, kebanyakan dari kejadian tersebut, modus pelaku melakukan iming-iming berupa benda atau uang, bujuk rayu, ancaman, niat dan kesempatan.
Baca juga: LIVE UPDATE ACEH Senin (8/8/2022) Rudapaksa Anak Hingga Lakalantas Avanza vs Tronton
Dari total kasus yang terjadi lanjut dia, pelaku kebanyakan dari keluarga dan lingkungan terdekat korban.
"Seperti yang ada hubungan karena perkawinan, orang yang ada hubungan darah, tetangga, pacar, bahkan teman," ujarnya.
Kata Fadhlia, faktor kasus rudapaksa itu terjadi lantaran minimnya pengetahuan agama dan ingin mencoba hal baru.
Selain itu, pelaku juga kerap berhalusinasi dalam berfantasi dengan lawan jenis.
Terlebih, penyalahgunaan teknologi informasi, membuat masyarakat dengan mudahnya mengakses konten pornografi, serta tidak ada edukasi tentang reproduksi.
"Selain itu ada sikap abai lingkungan terhadap proteksi korban dari pelaku," ujarnya.