Berita Aceh Besar

Pemerintah Dukung ISBI Buka Tiga Prodi Baru, Salah Satunya Prodi Bahasa Aceh

Diskusi ini berlangsung di ruang pertemuan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Aceh Besar yang dihadiri kalangan akademisi dan peme

Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Mursal Ismail
For Serambinews.com
Rektor ISBI Aceh, Dr Mirza Irwansyah MBA MLA, didampingi Wakil Rektor Bidang Akademik dan Wakil Rektor Bidang Nonakademik foto bersama dengan peserta FGD rencana penambahan tiga prodi baru di ISBI Aceh. FGD tersebut berlangsung di Aula Dekranasda Aceh Besar, Rabu (10/8/2022) 

Diskusi ini berlangsung di ruang pertemuan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Aceh Besar yang dihadiri kalangan akademisi dan pemerintah, Rabu (10/8/2022).

Laporan Yarmen Dinamika l Jantho

SERAMBINEWS.COM, ACEH BESAR - Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh menggelar diskusi grup terpumpun atau FGD untuk mematangkan penyusunan dokumen usulan tiga program studi baru di kampus tersebut.

Diskusi ini berlangsung di ruang pertemuan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Aceh Besar yang dihadiri kalangan akademisi dan pemerintah, Rabu (10/8/2022).

Rektor ISBI Aceh, Dr Ir Mirza Irwansyah MBA MLA, dalam sambutannya mengatakan, ketiga program studi (prodi) baru yang akan dibuka di ISBI Aceh dalam tahun ini adalah Prodi Kajian Sastra dan Budaya, Prodi Desain Interior, dan Prodi Bahasa Aceh.

Ketiganya untuk jenjang strata satu (S-1).

Dengan demikian, kata Mirza, FGD ini menjadi sangat penting untuk mendapatkan masukan dan pendapat dari para ahli terkait urgensi lahirnya ketiga prodi tersebut nantinya.

Baca juga: ISBI Aceh Terima Calon Mahasiswa yang Miliki Ijazah SLTA Sepuluh Tahun Terakhir

“Tapi yang paling penting ialah kompetensi para lulusannya nanti sehingga mereka bisa mengisi kekosongan-kekosongan yang belum terpenuhi di dunia kerja saat ini,” ujar Mirza Irwansyah.

Lebih lanjut ia katakan, inisiatif melahirkan ketiga prodi tersebut berdasarkan pertimbangan yang matang, baik secara akademik maupun sosiologis, melihat perkembangan budaya, sastra, maupun bahasa Aceh yang perlu dilestarikan sebagai esensi atau marwahnya orang Aceh.

Oleh karenanya, lanjut Mirza, ISBI Aceh bisa menjadi wadah bagi insan akademik yang ingin memperdalam berbagai kesenian maupun budaya dan sastra Aceh yang selama ini belum tertampung di perguruan tinggi sebagai mata kuliah khusus.

Ketiga naskah akademik terkait rencana pembukaan tiga prodi baru tersebut dipresentasikan tiga narasumber yang diundang pihak ISBI.

Dr Ir Izziah MSc dari Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala (USK) menyampaikan dokumen penyusunan Prodi Desain Interior.

Baca juga: Mengenal Karawitan dari Alumnus ISBI Aceh

Izziah menyampaikan bahwa hadirnya prodi ini akan berdampak pada lahirnya para profesional di bidang interior yang saat ini masih sangat terbatas di Aceh.

Selama ini, kata Izziah, pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan dunia interior masih dilakukan oleh para arsitek. Padahal, keduanya merupakan disiplin ilmu yang berbeda.

Di Indonesia, perguruan tinggi yang memiliki jurusan ini juga masih sangat terbatas dan hanya ada di beberapa perguruan tinggi yang ada di Jawa dan Bali.

“Kalau bisa ISBI Aceh menjadi leader untuk jurusan ini dan kredit-kredit yang telah disusun saya kira sudah sesuai.

Intinya, Prodi Desain Interior ini wajib ada dan kita nanti juga bisa bekerja sama dengan konsultan-konsultan yang ada di Aceh dalam mendidik mahasiswa.

Namun, perlu juga ditekankan dalam visi misinya bahwa mahasiswanya nanti memiliki semangat entrepreneurship,” ujar Izziah yang tak lain adalah istri dari Mirza Irwansyah, Rektor ISBI Aceh.

Baca juga: HAkA dan ISBI Gelar Bu-Moe Fest, Tunjukkan Keprihatinan Perdagangan Ilegal Satwa Liar Melalui Seni

Sementara itu, terkait wacana Prodi Bahasa Aceh, mendapat beberapa masukan kritis di antaranya dari Prof Dr Mohd Harun MPd dari FKIP USK.

Kehadiran prodi ini, menurut Harun, perlu disambut baik karena selama ini pelajaran bahasa Aceh di sekolah-sekolah masih diajarkan sebatas muatan lokal.

Artinya belum menjadi mata pelajaran sebagaimana halnya bahasa Sunda di Jawa Barat.

Di FKIP USK sendiri, katanya, pernah dirancang rencana pembukaan Jurusan Pendidikan Bahasa Aceh, tetapi sampai sekarang belum terealisasi.

Selama ini, menurut Harun, yang mengisi kelas-kelas muatan lokal bahasa Aceh tersebut tidak memiliki latar belakang pendidikan kebahasaan yang mumpuni.

"Maka dalam hal ini, ISBI Aceh perlu mengambil ruang tersebut untuk mengisi kekosongan, termasuk guru bahasa Aceh di Aceh," ujar mantan wartawan Harian Serambi Indonesia ini.

Terakhir, berkaitan dengan Prodi Kajian Sastra dan Budaya sebagaimana disampaikan oleh narasumber ketiga, Dr Yusri Yusuf MPd, merupakan penyeimbang terhadap kurikulum-kurikulum yang ada di ISBI Aceh yang masih menitikberatkan pada kurikulum seni.

"Khusus untuk prodi ini sebelumnya sudah pernah dilaksanakan FGD untuk mengetahui pandangan dan animo masyarakat terhadap prodi tersebut," kata Yusri Yusuf.

Bahkan, pihaknya juga sudah pernah melakukan studi banding ke beberapa perguruan tinggi, seperti Universitas Airlangga dan Universitas Sebelas Maret, untuk mendapat masukan potensi hadirnya prodi tersebut di Aceh.

“Bisa dikatakan bahwa prodi ini adalah menyatukan dua kapling besar, yaitu budaya dan sastra. Secara nomenklatur prodi ini hadir berdasarkan pertimbangan apa yang cocok kita buka untuk pasar dan selaras dengan lapangan pekerjaan,” ujar mantan wakil rektor Bidang Akademik ISBI Aceh ini.

Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Akademik ISBI Aceh, Dr Wildan MPd, dalam kesempatan itu menyampaikan, berbagai pendapat dan masukan dari para narasumber, dan sambutan positif pemerintah, akan menjadi bahan bagi pihak ISBU untuk melengkapi draf naskah kurikulum yang telah disiapkan.

Di tahap awal rencana pembentukan prodi baru tersebut, kata Wildan, ada prodi yang tadinya direncanakan untuk sarjana atau diploma.

Hasil diskusi terpumpun hari ini mendapat sambutan yang baik sekali dari pihak pemerintah, misalnya dari wakil Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Balai Bahasa Provinsi Aceh, dan akademisi USK.

Sejumlah akademisi yang menghadiri FGD ini di antaranya Dr Abdul Gani Asyik, Drs Nurdin AR MSi, Dr Deni Iskandar, Rahmad Nuthihar, dan Armia.

Kepala Balai Bahasa Provinsi Aceh, Karyono juga hadir dan menyatakan dukungan terhadap ISBI dengan mengajak kerja sama dalam berbagai aspek bahasa dan sastra.

Perwakilan dari Disbudpar Aceh, Syahrul, menyatakan pemerintah sangat mendukung lahirnya ketiga prodi tersebut.

Apalagi saat ini pihaknya sedang menyiapkan Rancangan Qanun Bahasa Aceh yang melibatkan tiga tenaga ahli, yaitu Prof Mohd Harun, Dr Wildan Abdullah, dan Dr Abdul Gani Asyik sebagai penyusun naskah akademik.

Salah satu muatan qanun ini nantinya ialah bahasa Aceh akan diajarkan di seluruh level pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

Kehadiran qanun ini nantinya akan memberikan kemudahan bagi para lulusan ISBI, khususnya pada Prodi Bahasa Aceh, dalam mencari pekerjaan.

Oleh karena itu, kehadiran prodi ini sangat relevan dan sejalan dengan apa yang sedang direncanakan oleh Pemerintah Aceh.

Kehadiran tiga prodi baru tersebut nantinya akan melengkapi enam prodi yang terdapat di dua jurusan yang ada di ISBI Aceh, yaitu Prodi Seni Karawitan, Prodi Seni Tari, dan Prodi Seni Teater di Jurusan Seni Pertunjukan serta Prodi Seni Rupa Murni, Prodi Kriya Seni, dan Prodi Desain Komunikasi Visual di Jurusan Seni Rupa Desain.

Rektor ISBI menutup FGD tersebut dengan mengatakan, "Kita rembukkan dan matangkan lagi nanti.

Barangkali kami juga akan mengundang kembali Bapak-Ibu untuk berdiskusi, meskipun tidak dalam forum resmi seperti ini." (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved