Berita Banda Aceh
Profesor di USK Bertambah 4 Orang, Ini Rincian per Fakultas
keberhasilan mereka untuk mencapai jabatan fungsional professor sudah menambah jumlah professor di USK
Penulis: Jamaluddin | Editor: Nur Nihayati
Kajian Prof Syamsidik menarik, karena biasanya konsep mitigasi bencana yang sering kita dengar adalah melalui pendekatan nonstruktural.
Namun Prof Syamsidik melalui penelitiannya membahas konsep mitigasi secara struktural dengan pendekatan Co-Benefits.
Ia berupaya mengkaji fungsi sekunder dari bangunan atau infrastruktur selain dari fungsi utamanya.
Misalnya, fungsi utama jalan sebagai infrastruktur transportasi namun juga difungsikan untuk mereduksi energi gelombang tsunami.
"Maka kajian Prof Syamsidik ini sangat realistis untuk diterapkan dalam pembangunan di Indonesia, yang daerahnya tidak memiliki kekuatan finansial cukup untuk membangun struktur infrastruktur mahal dalam upaya mitigasi tsunami," jelas Rektor.
USK juga berbangga atas kepakaran Prof Dr Rita Hayati SP MSi karena bidang ilmu yang ditekuniny tergolong langka di kampus ini, sehingga selama ini Prof Rita telah dikenal sebagai spesialis teknologi pascapanen. Ia mengkaji penerapan berbagai aplikasi teknologi pascapanen untuk menjaga kualitas hasil pertanian tersebut.
Adapun aplikasi teknologi pasca panen yang dikaji Prof Rita yaitu aplikasi model Isotermi Sorpsi Air dan penggunaan teknologi non-destruktif, cepat dan ramah lingkungan berbasis sinar inframerah (NIRS).
"Kajian teknologi pascapanen ini tentu saja harus terus dikembangkan, sehingga mampu menghasilkan produk pertanian yang berkualitas, baik dari segi keamanan maupun nutrisinya," beber Prof Marwan.
Rektor menuturkan, hasil kajian Prof Syamsidik dan Prof Rita akan sulit diterapkan dalam kebijakan pemerintah jika tidak memiliki perangkat hukum yang mendukung.
Karena itu, kajian Prof Dr Syarifuddin SH MHum terkait hukum tata ruang dalam investasi dan kaitannya dalam pelaksanaan otonomi daerah sangatlah penting.
Karena selama ini pengaturan tata ruang dilakukan dari atas ke bawah (top-down approach).
Di mana pemerintah secara legitimate mempunyai kewenangan penuh untuk mengaturnya. Dampaknya, terkadang terjadi benturan kepentingan perseorangan atau publik.
Padahal, prinsip otonomi itu bermakna bahwa masyarakat diberikan kesempatan untuk ikut serta mengetahui pengaturan tata ruang, sehingga masyarakat mampu memanfaatkan ruang secara tertib sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Dengan kata lain, pengaturan tata ruang yang berasas dari bawah (buttom-up approach).
"Kajian Prof Syarifuddin sangat penting untuk ditindaklanjuti, agar terwujudnya tata ruang yang berkeadilan serta mampu mendorong pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah," ungkap Rektor.