Sambo Nembak Duluan, Sahroni: Perintah Jabatan, Bharada E Harusnya Bisa Lepas
Menurut Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, semestinya Bharada E bisa lepas dari jeratan hukum yang mengikatnya saat ini.
Penulis: Sara Masroni | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengungkapkan, ternyata Ferdy Sambo yang menembak duluan Brigadir J, baru kemudian diikuti oleh Bharada E.
"Atas pengakuannya yang bersangkutan akhirnya mengakui bahwa dia yang nembak. Sambo," kata Sahroni dikutip Serambinews.com dari Podcast YouTube Deddy Corbuzier, Rabu (31/8/2022).
"Nah itu yang diceritakan di perkara bahwa dia nembak duluan, baru setelahnya disuruh ke ajudannya," tambah Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu.
Karena atas perintah jabatan, Sahroni berpendapat semestinya Bharada E bisa lepas dari jeratan hukum yang mengikatnya saat ini.
Baca juga: Heboh Pengakuan Deolipa: Kuwat dan Putri Candrawathi Kepergok Brigadir J sedang Berbuat ML di Kamar
Diketahui Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu menjadi tersangka dengan peran membantu pembunuhan dan dijerat hukuman yang sama dengan Ferdy Sambo, yakni pasal 340 subsider pasal 338 junto pasal 55 - 56 KUHP.
Pasal pembunuhan berencana tersebut ancamannya maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
"Sebenarnya kalau jadi ajudan, namanya perintah pimpinan gak bisa nolak," kata Sahroni.
"Makanya saya berharap si Bharada E menjadi orang yang bebas dari aturan yang ada di kepolisian. (Perintah jabatan) harusnya bisa lepas," tambahnya.
Baca juga: Diusir dari TKP Rekonstruksi, Kamaruddin Ancam Lapor ke Presiden dan Minta Ada yang Dipecat
Daftar 'Dosa' Ferdy Sambo
Tindakan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo mengotaki pembunuhan berencana terhadap Brigadir J membuatnya harus menanggung hukuman berat.
Sambo tidak hanya terlibat dan menjadi tersangka, tapi ini juga melakukan sederet 'dosa' lainnya dalam kasus tersebut.
Mulai dari pembohongan publik dengan merekayasa kronologi kasus, percobaan suap LPSK hingga dugaan menguras rekening almarhum Brigadir J.
Semua ini merupakan dugaan pembunuhan berencana yang disusun jenderal bintang dua itu, sebagaimana kecurigaan kuat pihak keluarga Brigadir Yosua sejak awal kasus bergulir.
Berikut ini adalah sejumlah 'dosa' Ferdy Sambo yang membuatnya harus meringkuk di balik jeruji besi Mako Brimob.
Baca juga: Bharada E Peragakan Tembak Brigadir J di Rumah Dinas Ferdy Sambo, Korban Berlutut Mohon Ampun
• Perintahkan Bharada E Tembak Yosua
Ferdy Sambo memerintahkan langsung Richard Eliezer Lumiu alias Bharada E untuk menembak Yosua.
Mantan Kadiv Propam Polri itu diduga menjanjikan Bharada E sebesar Rp 1 miliar bila kasus tersebut sampai di tahap SP3 atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan.
Selain itu, ada dua orang lainnya Ricky Rizal alias Brigadir RR yang dijanjikan dengan besaran Rp 500 juta dan Kuwat Ma'ruf alis KM asisten rumah tangga Sambo senilai Rp 500 juta.
Diduga total Rp 2 miliar digelontorkan Ferdy Sambo untuk memuluskan niat jahatnya membunuh Yosua.
Hal itu sebagaimana diungkapkan mantan pengacara Bharada E, Deolipa Yumara sebagaimana dilihat dari tayangan Kompas TV, Senin (15/8/2022).
Baca juga: Tangan Terikat, Ferdy Sambo Peragakan Adegan Jelang Pembunuhan, Peran Bharada E Diganti Penyidik
• Rekayasa Kronologi
Ferdy Sambo merancang kronologi seolah ada tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E usai diduga melecehkan istri jenderal bintang dua itu, Putri Candrawati.
Terakhir, tembak menembak sebagaimana keterangan awal polisi terbantahkan.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan tak ada tembak menembak seperti skenario awal Sambo yang tersebar di publik selama ini.
Hal itu disampaikan Jenderal Sigit saat mengumumkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan Brigadir J, dikutip Serambinews.com dari tayangan YouTube Kompas TV, Selasa (9/8/2022) lalu.
• Percobaan Suap LPSK
Dugaan suap LPSK oleh anak buah Ferdy Sambo diungkap Hasto Atmojo.
Ketua LPSK itu mengungkap stafnya sempat mendapat titipan amplop cokelat dari bawahan Sambo.
Hal itu saat pihaknya mendatangi Kantor Propam Polri, Sabtu (13/7/2022) lalu.
Namun suap tersebut ditolak oleh staf LPSK.
Sementara Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dikutip dari Kompas.com mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti laporan dugaan suap yang dilakukan Sambo.
Ia mengungkapkan, sepanjang ada laporan dugaan suap yang dilakukan Sambo dan laporan tersebut layak untuk ditindaklanjuti melalui proses penyidikan, maka KPK akan menindaklanjutinya.
"Kalau di pengaduan kami ada masuk, tentu secara prosedural kami akan menindaklanjuti," kata Ghufron dikutip dari Kompas.id, Rabu (17/8/2022).
"Untuk kemudian ditelusuri apakah benar laporan tersebut adanya dugaan tindak pidana korupsinya," tambahnya.
Tak hanya LPSK, pihak Sambo juga diduga suap sekuriti untuk menutup portal jalan di kompleks tempat tinggal jenderal bintang dua itu, tepatnya di Jalan Saguling III, Jakarta Selatan.
• Kuras Rekening Yosua
Tak hanya menjadi terduga otak pembunuhan Brigadir J, mantan Kadiv Propam Polri itu diduga menguras rekening Yosua.
Kasus yang baru terungkap ini pun mulai diusut oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mengungkapkan keheranannya karena Yosua yang sudah tewas namun masih ada transaksi di rekeningnya.
"Ada empat rekening daripada almarhum ini dikuasai atau dicuri oleh terduga Ferdy Sambo dan kawan-kawan, handphone-nya, ATM-nya di empat bank, kemudian laptopnya," kata Kamaruddin.
"Ternyata benar saya katakan kemarin, libatkan PPATK, orangnya sudah mati tapi ada transaksi. Ternyata benar, tanggal 11 Juli itu masih transaksi mengirimkan duit. Kebayang coba kejahatannya," tambah pengacara keluarga Yosua itu.
Sementara Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana menyebutkan, pihaknya tengah memproses dugaan adanya transaksi dari rekening Brigadir J.
"Kami sudah berproses," ujar Ivan mengutip Kompas.com, Rabu (17/8/2022).
Sambo Layak Dihukum Mati?
Sebelumnya Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto di hadapan Kapolri Jenderal Sigit menjelaskan peran tersangka masing-masing.
Tersangka FS (Irjen Sambo) menyuruh melakukan dan menskenario peristiwa, seolah-seolah terjadi tembak menembak.
Sementara Bharada E telah melakukan penembakan terhadap korban, Bripka RR turut membantu menyaksikan penembakan korban.
Kemudian tersangka lainnya, KM turut membantu dan menyaksikan penembakan korban.
"Selama proses penyidikan yang dilakukan, Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang tersangka," kata Komjen Agus saat penetapan tersangka Sambo dikutip Serambinews.com dari tayangan YouTube Kompas TV, Selasa (9/8/2022).
Berdasarkan pemeriksaan keempat tersangka menurut perannya masing-masing, penyidik menerapkan pasal 340 subsider pasal 338 junto pasal 55 - 56 KUHP.
"Dengan ancaman maksimal hukuman mati," ucap Komjen Agus.
"Penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun," sambungnya.
Kabareskrim Polri itu menyampaikan hasil kerja keras mengungkap kasus ini diharapkan bisa menjaga marwah Polri di hadapan publik.
"Mudah-mudahan ini bisa memberikan jawaban kepada masyarakat atas keseriusan institusi Polri untuk menjaga marwahnya," harap Komjen Agus.
Baca juga: Saat Bharada E Mencabut Pistol, Brigadir J Membungkuk, Memohon Untuk tak Ditembak
Sementara Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat Benny K Harman meminta Polri agar menghukum seberat-beratnya semua pihak yang ikut ambil bagian dalam membangun skenario tewasnya Brigadir J.
"Harus dihukum seberat-beratnya,” kata Benny dalam diskusi Gelora Talks bertajuk 'Negara Hukum dan Masa Depan Indonesia' dikutip secara daring dari Kompas.com, Rabu (17/8/2022).
“Seberat-beratnya seperti pelaku kejahatan yang membunuh Brigadir J itu," tambahannya.
Bila menilik pasal yang telah disampaikan oleh Kabareskrim Polri, maka hukuman terberat untuk Irjen Ferdy Sambo adalah hukuman mati.
(Serambinews.com/Sara Masroni)