Internasional
Serangan Udara Junta Militer Myanmar Salah Sasaran, Tewaskan 11 Anak Sekolah
Sedikitnya 11 anak sekolah tewas dalam serangan udara dan penembakan di sebuah desa Myanmar.
SERAMBINEWS.COM, YANGON - Sedikitnya 11 anak sekolah tewas dalam serangan udara dan penembakan di sebuah desa Myanmar.
Badan anak-anak PBB, Rabu (21/9/2022) melaporkan serangan yang dilakukan junta militer negara itu seharusnya menargetkan pemberontak yang bersembunyi di daerah itu.
Sekjen PBB Antonio Guterres mengutuk serangan itu dan menyatakan setidaknya 13 orang tewas, termasuk 11 siswa.
Negara Asia Tenggara itu berada dalam kekacauan sejak militer merebut kekuasaan dalam kudeta pada Februari 2021.
Dimana, hampir 2.300 warga sipil tewas dalam tindakan keras terhadap perbedaan pendapat, menurut kelompok pemantau lokal.
Wilayah Sagaing di baratlaut negara itu telah mengalami beberapa pertempuran paling sengit, dan bentrokan antara pejuang anti-kudeta dan militer telah membuat seluruh desa terbakar.
Baca juga: Pengadilan Myanmar Perpanjang Hukuman Aung San Suu Kyi Atas Kecurangan Surat Suara Pemilu
Badan anak-anak PBB UNICEF mengutuk kekerasan pada Jumat (16/9/2022) di kotapraja Depeyin di Sagaing.
“Pada 16 September, setidaknya 11 anak tewas dalam serangan udara dan tembakan membabi buta di wilayah sipil,” kata UNICEF dalam sebuah pernyataan.
Dikatakan sekolah harus aman dan tidak pernah ditargetkan.
“Setidaknya 15 anak dari sekolah yang sama masih hilang,” kata UNICEF, menyerukan pembebasan segera mereka dengan aman.
Guterres, yang menjadi tuan rumah para pemimpin dunia di Majelis Umum PBB, mengutuk keras serangan oleh angkatan bersenjata Myanmar di sebuah sekolah di Let Yet Kone.
Dia menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban, kata juru bicaranya Stéphane Dujarric dalam sebuah pernyataan.
Serangan terhadap sekolah bertentangan dengan hukum humaniter internasional.
Baca juga: Dewan Keamanan PBB Kutuk Keras Junta Militer Myanmar, Eksekusi Empat Aktivis Pro-Demokrasi
Ditambahkan, juga sebagai pelanggaran berat terhadap anak-anak pada masa konflik bersenjata yang dikecam keras oleh Dewan Keamanan.
Rekaman video yang diperoleh dari kelompok masyarakat setempat menunjukkan ruang kelas dengan darah di lantai, kerusakan pada atap dan seorang ibu menangisi mayat putranya.
Junta mengatakan telah mengirim pasukan dengan helikopter ke Let Yet Kone setelah menerima petunjuk pejuang Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA).
Sebuah kelompok pemberontak etnis dan dari milisi anti-kudeta sedang memindahkan senjata di daerah itu.
Militer menuduh pejuang pemberontak menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia, dan mengatakan telah menyita ranjau dan bahan peledak dari desa.
"Anggota keamanan memberikan perawatan medis yang diperlukan dan mengatur untuk mengirim pasien ke rumah sakit terdekat," kata militer dalam sebuah pernyataan.
Juru bicara Junta Zaw Min Tun menuduh KIA membawa penduduk desa ke sebuah biara dan kemudian menembaki pasukan dari sana.
Baca juga: Junta Militer Myanmar Gantung Empat Aktivis Demokrasi, Menjadi Hukuman Mati Pertama
Seorang penduduk desa yang dihubungi AFP menolak anggapan militer ada pejuang di daerah itu.
“Mereka baru saja menyerang sekolah," kata seorang penduduk desa.
"Mereka mengatakan seseorang menyerang mereka, kemudian mereka melawan tetapi ini tidak benar,” tambahnya.
Penduduk desa itu mengatakan militer telah mengambil beberapa mayat dan menahan banyak orang, termasuk anak-anak dan guru.
Direktur Regional Save the Children Asia Hassan Noor mengatakan sekolah harus dilarang selama konflik.
"Berapa banyak lagi insiden seperti ini yang perlu dilakukan sebelum tindakan diambil?" Kata Noor.
Baca juga: Junta Militer Myanmar Tembaki Sekolah Secara Membabi Buta Pakai Helikopter, 6 Orang Tewas
Dia mendesak Dewan Keamanan PBB dan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara untuk mengambil tindakan cepat.
ASEAN sejauh ini telah memimpin upaya diplomatik yang sia-sia untuk menyelesaikan krisis di Myanmar.
Para pemimpin kelompok itu bertemu di Phnom Penh pada November 2021.(*)