Berita Aceh Besar
ForBINA Dorong Pemerintah Gunakan Dana Otsus Atasi Bencana di Aceh
Direktur ForBINA Muhammad Nur mengusulkan kepada Pemerintah Aceh dan DPRA serta DPR RI dan DPD RI agar dalam revisi Undang-undang Nomor 11 tahun 2006
Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Mursal Ismail
Direktur ForBINA Muhammad Nur mengusulkan kepada Pemerintah Aceh dan DPRA serta DPR RI dan DPD RI agar dalam revisi Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) menyertakan anggaran untuk penangganan lingkungan di Aceh yang diambil dari dana otsus.
Laporan Masrizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Bencana banjir berulang kali setiap tahun di berbagai daerah di Aceh, khususnya di musim penghujan.
Kondisi ini tentu tidak bisa lagi disikapi dengan aktivitas penangganan bencana melalui bantuan kebencanaan.
Direktur ForBINA Muhammad Nur mengusulkan kepada Pemerintah Aceh dan DPRA serta DPR RI dan DPD RI agar dalam revisi Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) menyertakan anggaran untuk penangganan lingkungan di Aceh yang diambil dari dana otsus.
“Bencana yang terjadi di Aceh seperti banjir di Aceh Utara dan daerah lain harus dilihat sebagai dampak dari kegagalan pembangunan yang secara agamis, disebabkan oleh ulah manusia dan karena tingkah laku manusia,” kata Muhammad Nur kepada Serambinews.com, Minggu (9/10/2022).
Disebut sebagai ulah manusia karena ragam aktivitas pembangunan yang abai terhadap lingkungan atau merusak lingkungan, seperti penebangan hutan, aktivitas tambang, pengrusakan daerah tangkapan air, plus tidak tertatanya saluran air dan kurangnya irigasi dan bendungan serta sungai yang tidak terawat.
Baca juga: VIDEO - Keluarga Besar WA Grup The Light From Pase Bantu Korban Banjir Aceh Utara
Baca juga: VIDEO Persit TNI Lilawangsa Bantu Masak Untuk Pengungsi Banjir Aceh Utara
Baca juga: VIDEO Banjir Aceh Utara Satu Meninggal dan 39.796Jiwa Mengungsi
Menurut M Nur, penangganan bencana di seluruh Aceh harus langsung mengatasi akar penyebab bencana, seperti reboisasi daerah tangkapan air, perbaikan saluran air, perbaikan sungai, pembangunan irigasi dan pembangunan kesadaran lingkungan masyarakat.
Jika pendekatan bencana hanya sebatas pemberian bantuan tanggap darurat dan bantuan sosial, sambungnya, maka hal itu lebih sebagai pencitraan aparatur dan para wakil rakyat namun akar kebencanaan tidak pernah bisa teratasi dengan tuntas.
“Jadi, kami mengusulkan agar dana otsus Aceh, 20 persennya untuk mengatasi kerusakan lingkungan akibat aktivitas pembangunan yang abai terhadap lingkungan,” tutup M Nur. (*)