Berita Aceh Timur

Harga TBS Sawit di Desa Terisolir Aceh Timur Ini Hanya Rp 400/Kilogram, Sembako untuk Mereka Mahal

Warga di pedalaman Aceh Timur yang terisolir ini susah menjual hasil tani seperti buah kelapa sawit, pinang, kelapa, jengkol, pete, dan lain sebagainy

Penulis: Zubir | Editor: Mursal Ismail
Kiriman Keuchik Desa Melidi
Sejumlah warga Desa Melidi nekat melintasi Sungai Batu Katak dengan boat saat arus air kencang beberapa waktu lalu 

Karena tak adanya akses darat dan harus melalui sungai Batu Katak itulah, maka penduduk di sana kerap terisolir terutama pada waktu tibanya musim penghujan. 

Baca juga: Dari Langsa, Puluhan Offroader AFX Tiga Hari Menembus Melidi, Desa Terisolir di Pedalaman Aceh Timur

Para offroader AFX 9 Tahun 2022 berfoto bersama dengan warga Desa Melidi usai menyerahkan bantuan sembako, serta uang tunai dan ambal sajadah ke Masjid setempat berapa hari lalu.
Para offroader AFX 9 Tahun 2022 berfoto bersama dengan warga Desa Melidi usai menyerahkan bantuan sembako, serta uang tunai dan ambal sajadah ke Masjid setempat berapa hari lalu. (SERAMBINEWS.COM/ZUBIR)

Sampai sekarang, Pemkab Aceh Timur dan Provinsi Aceh belum menyediakan fasilitas jalan serta jembatan bagi masyarakat Aceh yang tinggal di kawasan pedalaman di Aceh Timur itu. 

"Selama ini kami di Desa Melidi tidak bisa berbuat banyak, kami belum ada jalan darat, hanya itu kami butuh di sini," keluh Keuchik Desa Melidi, Zainlani, kepada Serambinews.com yang berapa hari lalu masuk ke Desa Melidi dengan puluhan offroader Aceh Forest Xplorer (AFX) Ke-9 Tahun 2022.  

Selama ini, kata Zailani, warga di sana harus naik boat dan bertaruh nyawa menuju perkotaan, sudah banyak warga yang meninggal kecelakaan di Sungai Batu Katak ini.

"Hasil tani kami dibeli murah karena agen harus mengeluarkan banyak biaya menuju kemari melalui jalur sungai, seperti buah kelapa sawit saja di sini hanya Rp 400 perak per kilonya," sebutnya.

Akibat murahnya harga hasil tani, masyarakat di sana seperti tak memiliki semangat untuk mengembangkan pertaniannya, padahal potensi pertanian di sana sangat bagus.

Keuchik Zailani menambahkan, belum lagi harga bahan pokok makanan mereka juga sulit terutama di musim penghujan karena besarnya air di sungai.

"Bahkan anak-anak kami sulit dapat pendidikan tingkat atas (SMA), karena di sana tidak ada SMA. Selama ini supaya bisa sekolah SMA, anak kami harus ngekos ke Babo, Kuala Simpang, Langsa," ujarnya.

Kemudian yang sulitnya lagi, jika warga hendak mengurus administrasi kependudukan harus menuju Idi, Aceh Timur. 

Butuh waktu berhari-hari warga menyelesaikannya, karena warga harus menuju Pusat Ibu Kota Aceh Timur tersebut. 

"Sekarang ada warga saya mau nikah belum bisa, karena mereka belum ada KTP.

Untuk mengurus KTP harus ke Idi, warga di sini kondisi keuangnya pas-pasan, butuh berhari-hari untuk mengurusnya ke Idi.

Syarat keluar buku nikah harus ada KTP, karena data indetitasnya harus tercatat di data kependudukan," paparnya lagi.

Sementara itu pemerintah hingga kini ini belum membangun akses jalan darat dan jembatan bagi warga Desa Melidi agar bisa menuju Babo, karena aksesnya lebih dekat dan cepat.  

Padahal jika akses jalan tembus ke Simpang Jengkol daerah Babo Aceh Tamiang dibuka, hanya berjarak sekitar 20 km saja dan hanya memakan waktu 30 menit perjalanan.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved