Berita Pidie

Bertambah 3 Lagi Kasus Polio di Pidie, Sampel Feses Sedang Diperiksa Ulang di Lab Biofarma Jakarta

Tambahan kasus baru itu diketahui berdasarkan paparan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi di Jakarta, Selasa (22/11/2022) siang.

Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Nur Nihayati
SERAMBINEWS.COM/YARMEN DINAMIKA
FO Kepala Dinas Kesehatan Pidie, dr Arika Aboebakar SpOG-(K) saat mempresentasikan temuan satu kasus polio di Pidie yang menginfeksi anak laki-laki usia 7 tahun. Arika presentasi di ruang kerjanya, Jumat (18/11/2022) pagi. SERAMBINEWS.COM/YARMEN DINAMIKA 

Tambahan kasus baru itu diketahui berdasarkan paparan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi di Jakarta, Selasa (22/11/2022) siang.

Laporan Yarmen Dinamika l Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM - Kementerian Kesehatan RI mengumumkan bahwa bertambah lagi kasus baru polio di Kabupaten Pidie, Aceh.

Tambahan kasus baru itu diketahui berdasarkan paparan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi di Jakarta, Selasa (22/11/2022) siang.

“Kita juga sudah identifikasi lagi, kemarin nambah lagi kalau tidak salah jadi tiga kasus di Pidie itu,” kata Budi Gunadi dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI, Jakarta, sebagaiman dikutip dari cnnindonesia.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie, dr Arika Aboebakar SpOG-(K) yang dihubungi Serambinews.com via telepon, Rabu (23/11/2022) pagi mengatakan, pihaknya bersikap sangat hati-hati dalam publikasi tambahan kasus polio di Pidie tersebut.

Kepala Dinas Kesehatan Pidie, dr Arika Aboebakar SpOG (K)
Kepala Dinas Kesehatan Pidie, dr Arika Aboebakar SpOG (K) (SERAMBINEWS.COM/NUR NIHAYATI)

"Ya benar, kasusnya bertambah. Tambahannya malah tiga, bukan dua. Jadi, totalnya saat ini ada empat kasus," sebut Arika.

Namun, selaku Kepala Dinas Kesehatan Pidie, Arika Aboebakar tak mau gegabah mengumumkan tiga kasus baru tersebut sebelum dilakukan pemeriksaan ulang.

"Terhadap penderita polio pertama, yakni anak laki-laki umur 7 tahun di Kecamatan Mane, Pidie, kami lakukan dua kali pemeriksaan.

Setelah pemeriksaan kedua hasilnya sama dengan pemeriksaan pertama, yakni positif polio, barulah kita yakin dan umumkan ada anak yang positif terinfeksi polio di Pidie," kata Arika.

Untuk tiga kasus baru ini pun, lanjut Arika, akan diberlakukan prosedur yang sama, yakni pemeriksaan ulang terhadap feses (tinja) ketiga anak yang dinyatakan positif polio tersebut.

"Nah untuk itu, sampel feses yang sudah diperiksa satu kali di Jakarta tersebut saat ini sedang di-sequencing di Lab Biofarma untuk konfirmasi. Dari sana nanti baru didapat hasil yang valid, yang tidak diragukan lagi," ujarnya.

"Kalau hasil sequencing di Lab Biofarma pun hasilnya positif, maka kita semakin yakin bahwa faktanya memang demikian," kata Arika.

Ia tegaskan bahwa hingga hari ini pihaknya belum mengambil lagi sampel feses ketiga anak tersebut untuk pemeriksaan kedua. "Kami belum ambil karena masih menunggu arahan dari Kemenkes," ujar Arika.

Ia tambahkan, tiga kasus baru ini sampel fesesnya diambil dari tiga anak yang kondisinya sehat tanpa keluhan seperti halnya penderita pertama.

"Jadi, ini juga mengkhawatirkan karena faktor risiko penularannya bisa lebih luas mengingat mobilitas anak-anak yang sehat tersebut," kata Arika.

Menurutnya, kalau pada akhirnya nanti jumlah kasus polio di Kabupaten Pidie benar positif empat kasus, maka tantangan yang dihadapi jajaran kesehatan di Pidie semakin besar.

Penanganan tidak lagi cukup hanya tertuju pada keluarga yang anaknya pertama terinfeksi polio itu. Yang tiga lagi pun harus mendapat perlakuan yang sama.

Misalnya, jika untuk keluarga pertama harus dibangunkan WC plus septic tank, maka untuk tiga keluarga yang anaknya baru diketahui positif polio pun harus dibangunkan WC paket lengkap.

Pembangunan WC atau kakus untuk keluarga yang anaknya positif polio, untuk saat ini dianggap sebagai salah satu solusi guna mencegah penularan virus polio di desa tersebut.

Dengan adanya WC, maka si anak tidak akan buang air besar sembarangan (BABS) lagi di tanah atau di alur sungai yang terdapat di desa tersebut.

Sebagaimana diketahui, kata Arika, virus polio menular melalui air yang tercemar tinja yang mengandung virus polio atau melalui makanan yang terkontaminasi virus polio.

Jika virus ini masuk ke dalam tubuh anak yang belum mendapatkan imunisasi polio secara lengkap, maka virus tersebut akan berkembang biak di saluran pencernaan dan menyerang sistem saraf anak sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan.

"Hal ini dapat terjadi jika cakupan imunisasi rendah dalam jangka waktu yang cukup lama ditambah dengan kondisi sanitasi lingkungan yang tidak baik, seperti perilaku buang air besar sembarangan,” jelas dr Arika.

Arika kembali mempertegas bahwa polio dapat menyerang siapa saja, terutama anak-anak di bawah usia 5 tahun yang tidak diimunisasi polio secara lengkap.

Risikonya menjadi semakin besar jika kondisi sanitasi tidak baik, misalnya masih ada perilaku buang air besar sembarangan (BABS).

Dia ingatkan bahwa satu dari setiap 200 orang yang terinfeksi polio menyebabkan kelumpuhan permanen (biasanya di kaki). Di antara mereka yang lumpuh, 5 persen-10 % meninggal karena otot pernapasan mereka dilumpuhkan oleh virus.

Lalu apakah ada obat untuk menyembuhkan polio?
"Tidak, tidak ada obat untuk polio. Polio hanya dapat dicegah," kata Arika.

"Polio hanya dapat dicegah dengan imunisasi dan sanitasi lingkungan yang baik. Masyarakat hendaknya segera melaporkan kasus lumpuh layu mendadak, terutama pada anak usia 0- <15>

Ia juga mengatakan semoga "musibah" ini menjadi momentum bagi para orang tua di Aceh untuk mendukung imunisasi anak-anaknya.

Arika menambahkan bahwa Kemenkes akan melakukan pemberian imunisasi polio tambahan bagi semua anak usia 0-13 tahun di seluruh wilayah Aceh sebanyak dua putaran. Putaran pertama khusus untuk Kabupaten Pidie yang dimulai pada tanggal 28 November 2022.

Berikutnya, imunisasi massal polio di seluruh Aceh pada 5 Desember 2022.

Ia berharap semua pihak kooperatif dan suportif untuk mendukung suksesnya program imunisasi polio ini demi kemaslahatan bersama.

"Kekebalan hanya bisa didapat dari imunisasi dan pencegahan penularan lewat perbaikan sanitasi," demikian dr Arika.

Sementara itu Menkes Budi Gunadi mengatakan di Jakarta bahwa temuan kasus positif polio itu terjadi lantaran masih banyak warga di Pidie yang enggan menerima vaksinasi polio.

Kondisi penolakan itu, menurutnya, terjadi setelah merebaknya penyakit campak rubella beberapa tahun silam.

Berdasarkan penyelidikan epidemiologi, selain cakupan vaksinasi polio yang rendah, didapati faktor kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat penduduk di Kabupaten Pidie.

"Masih terdapat sejumlah penduduk yang menerapkan BAB terbuka di sungai, sementara air sungai dipakai sebagai sumber aktivitas penduduk termasuk tempat bermain anak-anak," ungkap Menkes. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved