Putri Candrawathi Menangis, Minta Maaf pada Anggota Polri yang Jadi Saksi Kasus Brigadir J

Dia meminta maaf karena ulah suaminya, Ferdy Sambo, banyak anggota kepolisian yang jadi korban, mulai dari didemosi hingga dipecat.

Editor: Faisal Zamzami
KOMPAS.com/IRFAN KAMIL
Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Putri Candrawathi, dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (1/11/2022). 

SERAMBINEWS.COM - Terdakwa kasus pembunuhan berencana Novriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Putri Candawathi menangis meminta maaf kepada para saksi yang juga anggota kepolisian.

Dia meminta maaf karena ulah suaminya, Ferdy Sambo, banyak anggota kepolisian yang jadi korban, mulai dari didemosi hingga dipecat.

"Semuanya mohon maaf, apabila abang dan juga mas, adek junior semua ini, saya meminta maaf dan (untuk) keluarga besar abang senior ini," ujar Putri di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2022).

Putri juga meminta maaf lebih dalam sambil suaranya bergetar menahan tangis kepada Chuck Putranto yang dia kenal sebagai Koordinator Asisten Pribadi Ferdy Sambo.

"Dan khususnya Mas Chuck sebagai Kospri terima kasih. Dan saya mohon maaf," kata Putri.

Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 12 orang saksi dalam sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Selasa (6/12/2022).

"Sidang dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dibuka dan terbuka untuk umum," ujar Hakim Wahyu dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa.


Dari belasan saksi yang dihadirkan JPU, ada enam terdakwa kasus obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan terkait pengusutan perkara pembunuhan Brigadir J yang memberikan keterangan.

Mereka adalah mantan Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Hendra Kurniawan; eks Kaden A Biro paminal Agus Nur Patria; eks Korspri Kadiv Propam Polri Chuck Putranto; dan eks Wakaden B Biro Paminal Propam Polri Arif Rahman Arifin.

Kemudian, PS Kasubag Riksa Baggak Etika Biro Watprof Baiquni Wibowo dan Kepala Sub Unit (Kasubnit) I Sub Direktorat (Subdit) III Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Irfan Widyanto.

Selain para terdakwa kasus obstruction of justice, Jaksa juga menghadirkan Kepala Biro (Karo) Provos Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Brigjen Benny Ali; Kepala Bagian Penegakan Hukum (Kabag Gakkum) Provos Div Propam Susanto Haris; dan Pemeriksa Forensik Muda Sub Bidang Komputer Forensik Polri Panji Zulfikar Sidik.

Kemudian, ada juga eks Kanit I Subdit III Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Ari Cahya Nugraha alias Acay dan Kepala Urusan Logistik Pelayanan Masyarakat Polri Linggom Parasian siahaan.

Baca juga: Fakta Sidang Sambo Hari Ini: Tangis Susanto hingga Sebut Orang Bereskan Kematian Brigadir J Pahlawan

Khawatir Singgung Pelecehan Seksual, Putri Candrawathi Minta Persidangan Tertutup

Penasihat Hukum terdakwa Putri Candrawathi, Arman Hanis meminta Majelis Hakim mempertimbangkan kliennya diperiksa sebagai saksi maupun terdakwa secara tertutup.

Hal itu diungkapkan, Arman saat sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabatat atau Brigadir J pada Selasa (6/12/2022) ditutup.

Adapun berdasarkan agenda pemeriksaan saksi yang akan dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Putri bakal bersaksi untuk terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf, besok, Rabu (7/12/2022).

"Pada 27 Oktober 2022 kami mengajukan permohonan kepada Yang Mulia Majelis Hakim dan kami tindak lanjuti 6 Desember terkait permohonan agar pemeriksaan Ibu Putri sebagai saksi maupun terdakwa dapat dilakukan secara tertutup, Yang Mulia. Karena menyangkut tindakan kekerasan seksual," ungkap Arman dalam persidangan, Selasa sore.

Mendengar permintaan tersebut, Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso menolak mengabulkan permohonan kubu Putri Candrawathi.

Hakim Wahyu menekankan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Putri adalah terkait pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bukan terkait pelecehan seksual.

"Kami tidak bisa mengabulkan karena terdakwa didakwa oleh JPU dengan tindak pidana pembunuhan berencana dan bukan asusila. Bahwa dalam tindak pidana tersebut ada asusila, itu merupakan kebetulan," tegas Hakim Wahyu.

Atas penolakan itu, Arman kemudian membeberkan terkait aturan pedoman mengadili perkara perempuan sebagai saksi yang memberikan keterangan di persidangan.

Arman menekankan bahwa keterangan yang berkaitan dengan kekerasan seksual dapat dilakukan pemeriksaan dengan secara tertutup.

"Berdasarkan buku pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum yang mulia yang disusun MK (Mahkamah Konstitusi), masyarakat pemantau keadilan indonesia, dan fakultas hukum UI yang diterbitkan 2017," papar Arman.

Setelah adanya penjelasan tersebut, Hakim Wahyu kemudian mengubah saksi yang telah dijadwalkan untuk dihadirkan sebagai saksi untuk Richard Eliezer, Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf.

Akhirnya, Hakim Wahyu meminta terdakwa Ferdy Sambo untuk dihadirkan sebagai saksi terlebih dahulu sebelum Putri Candrawathi.

"Kalau begitu kita ubah dulu, besok yang kita periksa adalah saudara Ferdy Sambo dulu. Baru hari Senin (12 Desember 2022) kita jadwalkan untuk Putri Candrawathi," ujar Hakim Wahyu.

Selain Sambo, Majelis Hakim juga meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Kepala Biro (Kabiro) Provos Brigadir Jenderal Benny Ali dihadirkan sebagai saksi untuk tiga terdakwa tersebut.

Dalam kasus ini, Sambo dan Putri didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama dengan Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

Dalam dakwaan jaksa, Richard Eliezer menembak Brigadir J atas perintah mantan Kepala Divisi (Kadiv) Propam kala itu, Ferdy Sambo. Peristiwa pembunuhan Yosua disebut terjadi setelah cerita Putri Candrawathi yang mengaku dilecehkan Yosua di Magelang.

Kemudian, Ferdy Sambo marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Yosua yang melibatkan Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf. Akhirnya, Brigadir J tewas di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.

Atas perbuatannya, Richard Eliezer, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Khusus Sambo, jaksa juga mendakwa eks Kadiv Propam itu terlibat obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan pengusutan kasus kematian Brigadir J.

Ia dijerat dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.

Baca juga: Pj Wali Kota Langsa Lepas 406 Atlet dan Official ke PORA Pidie, Pemko Sediakan Bonus Rp 1 Miliar

Baca juga: Berani Cadangkan Cristiano Ronaldo Saat Hadapi Swiss? Timnas Portugal Siap-siap Rugi Besar

Baca juga: RKUHP yang Baru Disahkan; Pekerja Pers Bisa Dipenjara, Hukuman Buat Koruptor Malah Dikorting

 

Kompas.com: Sambil Menangis, Putri Candawathi Minta Maaf pada Anggota Polri yang Jadi Saksi Kasus Brigadir J

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved