Hakim Agung Gazalba Saleh Akhirnya Ditahan KPK, Tersangka Kasus Suap Pengurusan Perkara di MA
Penahanan ini dilakukan usai penyidik memeriksa Gazalba selama beberapa jam di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Jakarta, Kamis (8/12/2022).
SERAMBINEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya resmi menahan Hakim Agung Gazalba Saleh sebagai tersangka dugaan suap pengurusan perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Mahkamah Agung (MA).
Penahanan ini dilakukan usai penyidik memeriksa Gazalba selama beberapa jam di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Jakarta, Kamis (8/12/2022).
Gazalba ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Pomdam Jaya, Jakarta Selatan, selama 20 hari ke depan.
"Untuk kepentingan proses penyidikan, GS (Gazalba) ditahan oleh tim penyidik KPK selama 20 hari pertama yang dimulai 8 Desember sampai dengan 27 Desember 2022 pada Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur," ujar Wakil Ketua KPK Johanes Tanak saat mengumumkan penahanan Gazalba di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (8/12/2022).
Dalam pengumuman penahanan ini, Gazalba turut dihadirkan. Gazalba terlihat mengenakan rompi oranye dan kedua tangannya diborgol.
Pengumuman penahanan ini juga turut dihadiri Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, Hukum, Penelitian, dan Pengembangan Komisi Yudisial, Binziad Kadafi.
Adapun penahanan ini dilakukan tepat 10 hari setelah KPK mengumumkan Gazalba sebagai tersangka pada 28 November 2022.
Baca juga: Jejak Hakim Agung Gazalba Saleh Terkait Kasus Suap di MA, Pernah Sunat Hukuman Edhy Prabowo
Dalam kasus ini, Gazalba Saleh dan bawahannya dijanjikan uang Rp 2,2 miliar.
Suap itu diberikan melalui PNS Kepaniteraan MA bernama Desi Yustria.
Suap diberikan agar MA memenangkan gugatan kasasi yang diajukan Debitur Intidana, Heryanto Tanaka.
Ia didampingi dua pengacaranya, yaitu Yosep Parera dan Eko Suparno.
Gazalba diduga menerima suap uang 202.000 dollar Singapura terkait pengurusan perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam Intidana di MA.
Selain Gazalba, KPK juga telah menetapkan Prasetio Nugroho, Redhy Novarisza, serta Nurmanto Akmal dan Desy Yustria yang merupakan PNS di MA, sebagai tersangka penerima suap.
Mereka disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Heryanto Tanaka, Yosep Oarera, dan Eko Suparno ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Mereka dijerat melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Adapun perkara ini merupakan pengembangan dari kasus suap Hakim Agung Sudrajad Dimyati.
Ia diketahui menangani perkara perdata gugatan kasasi Koperasi Simpan Pinjam Intidana.
Sementara itu, Gazalba menangani perkara gugatan kasasi pada perkara pidana Intidana.
Baca juga: Sosok Gazalba Saleh, Hakim Agung MA Tersangka Suap Perkara Mahkamah Agung, Kolega Sudrajad Dimyati
Gazalba Saleh Bisa Ajukan PK
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universoitas Gadjah (PUKAT UGM) Zaenur Rohman menyebut terpidana yang dihukum 5 tahun penjara oleh majelis hakim, termasuk Hakim Agung Gazalba Saleh harus mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Sebagaimana diketahui, Gazalba Saleh dan hakim lainnya menghukum pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Budiman Gandi Suparman 5 tahun penjara dalam kasasi perkara pidana.
Gazalba Saleh diduga menerima sejumlah uang untuk mengkondisikan putusan itu.
“Untuk kasus itu sendiri menurut saya terpidana harus mengajukan PK,” kata Zaenur saat dihubungi Kompas.com, Kamis (1/12/2022).
Adapun PK merupakan upaya hukum yang dilakukan ketika merasa keberatan atas putusan kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Zaenur mengatakan, merujuk pada Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) PK bisa diajukan karena putusan kasasi jelas memperlihatkan kekhilafan hakim maupun kekeliruan yang nyata.
Dalam kasus ini, kekhilafan hakim timbul karena faktor suap.
Karena itu, menurutnya, Budiman bisa mengambil langkah hukum PK.
“Jadi bagi terpidana bisa menggunakan haknya untuk mengajukan PK, agar bisa mendapatkan keadilan,” kata Zaenur.
Zaenur menyesalkan praktik suap jual beli perkara atau judicial corruption.
Meskipun nilai suapnya bisa disebut tidak sebanyak sebagaimana kasus lain, dampaknya sangat besar.
Karena suap itu, kata dia, keadaan hukum seseorang bisa berbalik 180 derajat. Dalam kasus ini, misalnya, Budiman yang dinyatakan bebas pada tingkat Pengadilan Negeri menjadi terbukti bersalah dan dihukum bui.
“Nilai suapnya tidak terlalu besar tetapi betul itu dampaknya sangat besar. Kenapa? karena menyangkut nasib seseorang yang sedang mencari keadilan,” tuturnya.
Berkaca dari peristiwa ini, Zaenur memandang keadilan telah runtuh. Sebab, putusan hakim bisa dibeli dengan uang.
Praktek jual beli perkara ini bisa mengakibatkan kepercayaan masyarakat kepada sistem hukum menurun.
Sebab, masyarakat menjadi apatis setelah mengetahui hukum bisa dibeli.
“Dampak paling besar dari tindak pidana korupsi suap di MA, ini adalah keadilan menjadi runtuh. Kenapa? Karena keadilan bisa dibeli,” ujar Zaenur.
Sebelumnya, KPK resmi mengumumkan Gazalba Saleh sebagai tersangka. Ia diduga secara bersama-sama bawahannya menerima suap terkait pengurusan kasasi perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka yakni, Gazalba Saleh dan Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti pada Kamar Pidana Gazalba Saleh bernama Prasetu Nugroho yang juga diketahui sebagai asisten Gazalba Saleh.
Kemudian, staf Gazalba Saleh bernama Rendhy Novarisza.
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara suap KSP Intidana yang menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati.
Adapun Sudrajad Dimyati merupakan hakim kamar perdata di Mahkamah Agung (MA). Sementara, Gazalba Saleh merupakan hakim kamar pidana.
Baca juga: Seorang Istri Tewas Dirudapaksa Suami Sendiri, Pelaku Aniaya Korban setelah Puas Berhubungan Badan
Baca juga: Fortune Indonesia Sebagai Referensi Berita Saham dan Bisnis yang Terpercaya
Baca juga: Terkait Putusan Panwaslih Aceh Menangkan Partai SIRA, Ini Sikap KIP Pidie
Kompas.com: KPK Akhirnya Tahan Hakim Hakim Agung Gazalba Saleh Terkait Kasus Suap