Jurnalisme Warga
Serunya Deklarasi FAMe Chapter ISBI Aceh di Jantho
Kami terinspirasi mendengar pengalaman hidup dan ilmu dari Pak Yarmen saat menjadi narasumber lantaran terbatasnya waktu

OLEH SUYANTI, S.E, Guru SMAN 1 Ingin Jaya dan Anggota FAMe, melaporkan dari Jantho, Aceh Besar
SELASA, 3 Januari 2023, menjadi hari bersejarah di bidang literasi bagi Kampus Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh di Kota Jantho.
Sebab, pada hari itu digelar Deklarasi Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter ISBI Aceh sekaligus lepas sambut rektor.
Sebagaimana diketahui, Dr Wildan MPd terpilih sebagai Rektor ISBI Aceh periode 2022-2026 menggantikan rektor sebelumnya, Dr Ir Mirza Irwansyah MBA, MLA yang memimpin ISBI Aceh periode 2018-2022.
Saya hadir bersama rombongan Koordinator FAMe, Hayatullah Pasee.
Teman lain yang ikut serta adalah Teuku Zopan Mustika selaku Sekretaris dan Riri Isthafa Najmi, mantan koordinator.
Saya sendiri menjabat wakil bendahara di FAMe.
Pembina FAMe, Pak Yarmen Dinamika, juga ikut dalam rombongan.
Belakangan, menyusul pula di mobil lain anggota FAMe lainnya, yaitu Eva Hafan, Maitanur, dan Rio Iqbal.
Khusus Rio, dia langsung datang dari Sigli.
Sebelum berangkat rombongan Hayatullah kumpul dulu di Warkop Solong Jepang sambil ngopi sekejap.
Saya menunggu di Simpang Lubok.
Baca juga: Mendikbudristek Lantik Rektor Unimal dan ISBI Aceh
Baca juga: Realis Kegiatan Festival dan Gelar Karya Jurusan Seni Pertunjukan ISBI Aceh
Tepat pukul 07.45 WIB mobil rombongan Hayat tiba di Simpang Lubok, kami pun segera menuju Kota Jantho yang jaraknya sekitar 37 km lagi dari kampung saya, Lubok.
Kalau dari Banda Aceh sekitar 54 km.
Jarak tempuh yang cukup jauh itu tidak terasa lama karena teman seperjalanannya sangat asyik.
Kami terinspirasi mendengar pengalaman hidup dan ilmu dari Pak Yarmen sambil ia nyetir yang mungkin tidak beliau ceritakan saat menjadi narasumber lantaran terbatasnya waktu.
Saat FAMe Chapter ISBI dideklarasikan sebagai chapter ke-12 oleh Hayatullah Pasee, hadir kurang lebih 100 peserta.
Terdiri atas unsur mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan ISBI.
Belakangan, saat sesi lepas sambut dimulai pukul 11.30 WIB, yang hadir tambah banyak.
Ada Rektor USK, Rektor UIN Ar-Raniry, Kepala Bappeda Aceh, pada pegiat literasi, tokoh-tokoh masyarakat Aceh Besar, dan para pejabat Provinsi Aceh, termasuk yang mewakili Pj Gubernur Aceh.
Acara berlangsung di Aula Pertemuan Kampus ISBI Aceh.
ISBI yang ada di Kota Jantho ini merupakan salah satu perguruan tinggi negeri seni budaya dari tujuh PTN Seni Budaya yang ada di Indonesia.
Acara dibagi dalam dua sesi.
Sesi pertama adalah Deklarasi FAMe Chapter ISBI yang dimulai pukul 09.00 WIB.
Diawali dengan pembacaan Surah Al-Fatihah dalam hati masing-masing.
Baca juga: Mahasiswa ISBI Lukis Mural di Taman Inen Manyak Teri
Selanjutnya, kata sambutan dari Pak Wildan sebagai Rektor ISBI Aceh.
Dalam sambutannya Wildan mengharapkan agar dengan terbentuknya FAMe Chapter ISBI bisa menjadi mesin yang menggerakkan gairah menulis di kalangan mahasiswa dan dosen di lingkungan ISBI.
Sayang sekali pada saat acara berlangsung soundsystem yang digunakan tidak berfungsi dengan maksimal sehingga suara yang dipantulkan menjadi bergema dan kurang bisa ditangkap dengan baik oleh audiens yang duduk agak jauh dari panggung utama.
Selain itu, Pak Wildan juga menawarkan insentif sebesar Rp500.000 bagi siapa saja yang menulis tentang ISBI dan tulisannya bisa tembus ke Harian Serambi Indonesia.
Suatu motivasi yang sangat menarik dari seorang rektor pecinta literasi.
Panitia juga menghadirkan pemateri dari pegiat literasi, yaitu Pak Yarmen Dinamika dan Hayatullah Pasee.
Bagi pecinta literasi di Aceh, kedua sosok ini sangat tidak asing, apalagi bagi mereka yang aktif di FAMe.
Pak Yarmen hanya diberikan waktu 15 menit, tetapi isi dari paparan beliau ilmu semua.
Sebagian yang sempat saya cermati, menurutnya, ada tiga hambatan menjadi penulis.
Pertama, menganggap bahwa menulis itu susah, sehingga enggan untuk belajar menulis.
Kedua, merasa tak berbakat sebagai penulis, sehingga merasa percuma saja menjadi penulis.
Ketiga, merasa menulis itu tak ada gunamya, sehingga percuma (sia-sia) saja kalaupun pintar menulis.
Dalam paparannya, Pak Yarmen mematahkan semua hambatan itu dengan menceritakan pengalaman beliau sebagai editor buku biografi Adnan Ganto yang ditulis Nezar Patria bersama seorang temannya di Jakarta.
Baca juga: Dosen ISBI Aceh Gelar Pengabdian Masyarakat untuk Kalangan Guru PAUD dan TK Se-Aceh Besar
Penulis dan editor mendapat bayaran menggiurkan.
Yang paling “menampar” bagi saya adalah penjelasan Pak Yarmen bahwa kendala utama dalam menulis bukan terletak pada kemampuan teknis, melainkan pada sikap mental.
Jujur saja, saya merasa belum membangun sikap mental yang kuat sebagai penulis karena saya sering lalai dan terlampau memanjakan diri.
Pemateri kedua, Hayatullah Pase leb
Baca juga: ISBI Buka Prodi Bahasa Aceh, Prakarsa yang Perlu Didukung
h menekankan pada materi seputar tips memenangkan lomba.
Di awal paparan Hayat menjelaskan bahwa dia punya dua hobi, yaitu memancing dan menulis, yang dideskripsikan hobi pertama sebagai hobi yang membuang uang, sedangkan hobi yang kedua sebagai hobi yang mendatangkan uang.
Hayat termasuk penulis yang mampu membeli properti dari kemampuan menulis.
Salah satu poin penting untuk bisa memenangkan lomba adalah kenali dulu siapa jurinya, bukan untuk melobi hasil, tapi untuk memahami gaya penulisan yang disukai sang juri.
Sesi berikutnya, masih di ruang yang sama, adalah acara lepas sambut Rektor dan Ketua Darma Wanita ISBI Aceh.
Acara diawali dengan tari ranup lampuan modifikasi yang dipersembahkan mahasiswi dan mahasiswi seni pertunjukan ISBI Aceh.
Yang menarik adalah Rektor Wildan tidak berpidato saat dipersilakan menyampaikan sambutan.
Ia justru membaca puisi yang ia gubah sendiri yang ditujukan kepada Dr Mirza Irwansyah, mantan rektor ISBI.
Puisi itu berjudul ‘Senja di Kota J’.
Di pengujung acara ditutup dengan sangat humanis dengan adanya acara pembagian santunan untuk anak yatim dan tak lupa suguhan akhir, yaitu tarian yang berjudul “ Gurauan Dara” yang ditampilkan dengan sangat menarik dan lincah oleh mahasiswi seni pertunjukan.
Sebagai jamuan untuk makan siang, panitia menyediakan kuah beulangong khas Aceh Besar yang sangat nikmat.
Rekreasi ke JPP Selain acara deklarasi, Pak Yarmen sebagai Pembina FAMe juga telah menyiapkan agenda rekreasi bagi anggota FAMe yang hadir ke Jantho, yaki piknik ke Jantho Panorama Park (JPP).
Begitu sampai di JPP kami menikmati view lanskap pegunungan dan sungai yang didesain indah.
JPP juga dilengkapi dengan kafe dan resto yang memiliki desain yang unik dan nyaman.
Bagi yang memerlukan ruangan untuk meeting juga tersedia dengan dinding kaca yang transpran sehinggu view gunung dan sungai tetap bisa dinikmati dari ruangan rapat.
Suatu kebetulan yang indah karena pada saat kami sampai ternyata ada Pak Mawardi Ali, mantan bupati Aceh Besar, sekaligus ‘owner’ JPP.
Ia datang bersama istri. Alhasi, kami ditemani berbincang hangat, mulai dari soal politik, idealisme sang pemimpin, sampai masalah poligami.
Tentu saja kami tak mau ketinggalan untuk berpose di spot foto yang menarik.
Ada jembatan pelangi yang kami plesetkan sebagai jembatan LGBT, ada spot foto balon udara ala Capodokia yang mengingatkan pada istilah “It’s my dream” di mini seri "Layangan Putus" yang diperankan oleh Anya Geraldine.
Sayangnya, semua keindahan itu harus kami tinggalkan karena waktu sudah beranjak petang, tapi kenangannya tak akan pernah kami lupakan. (suyanti5515@gmail.com)
Baca juga: ISBI Aceh Mulai Tahapan Pemilihan Rektor, Harus Doktor dan Usia Maksimal 60 Tahun
Baca juga: BEM ISBI Aceh Adakan Pelatihan Manajemen Organisasi
Melestarikan Budaya lokal Melalui Festival Bungong Jeumpa |
![]() |
---|
Dampak Kehadiran Es Krim Pabrik terhadap Industri Rumahan |
![]() |
---|
Ilmu, Keakraban, dan Keteladanan, Seminggu Bersama Prof Irwan Abdullah |
![]() |
---|
Suara Lirih di Balik Bilik Suara |
![]() |
---|
Bu Nur, Sosok Guru Panutan SMAN 1 Baitussalam yang Purna Tugas Setelah 36 tahun Mengabdi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.