Berita Jakarta

Benny Tjokrosaputro Lolos dari Tuntutan Hukuman Mati

Benny Tjokrosaputro lolos dari tuntutan hukuman mati dari jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung)

Editor: bakri
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Tersangka Komisaris PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta 

JAKARTA - Benny Tjokrosaputro lolos dari tuntutan hukuman mati dari jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung).

Pasalnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta tidak sependapat dengan penuntut umum terkait tuntutan itu.

Terdapat empat alasan yang melatarbelakanginya.

Pertama, majelis hakim menilai JPU telah melanggar asas penuntutan karena menuntut di luar pasal yang didakwakan.

Kedua, penuntut umum disebut tidak bisa membuktikan kondisi-kondisi tertentu.

Ketiga, perbuatan tindak pidana oleh terdakwa Benny Tjokro alias Bentjok dinilai terjadi pada saat negara dalam situasi aman.

"Keempat, terdakwa tidak terbukti melakukan korupsi secara pengulangan.

Menurut hakim, perkara Jiwasraya dan Asabri terjadi secara berbarengan," tutur Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (12/1/2023).

Diketahui, majelis hakim menjatuhkan vonis nihil terhadap Benny Tjokrosaputro dan kewajiban membayar uang pengganti Rp5,733 triliun dalam kasus korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) (Persero) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Hakim menilai Benny Tjokro alias Bentjok sudah dijatuhi hukuman seumur hidup dalam perkara rasuah sebelumnya, yakni kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

"Karena terdakwa sudah dijatuhi pidana seumur hidup dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya, maka pidana yang dijatuhkan dalam perkara a quo adalah pidana nihil," ucap Hakim Ignatius Eko Purwanto.

Kendati mendapat vonis nihil, Direktur Utama PT Hanson International Tbk itu tetap dinilai terbukti bersalah melakukan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri tahun 2012-2019 yang merugikan keuangan negara hingga Rp22,7 triliun.

Vonis tersebut berbeda dari tuntutan JPU Kejagung yang menuntut agar Bentjok divonis hukuman mati dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp5,733 triliun, karena melakukan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp22,788 triliun dan pencucian uang.

Baca juga: Alumni Pascasarjana Diminta Jadi Duta UIN Ar-Raniry

Baca juga: Catat! Hari Ini Masjid Raya Baiturrahman Bagi-bagi Kurma untuk Jamaah Jumat Hasil Panen Perdana

Majelis hakim juga menjatuhkan pidana uang pengganti senilai Rp5,733 triliun, dengan memperhitungkan barang bukti yang disita dari Bentjok berupa 1.069 tanah dan bangunan yang dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai uang pengganti serta barang bukti yang disita dari Riski Heru Cakra dan diperhitungkan sebagai uang pengganti. (tribunnews.com)

Baca juga: Minta Pelabuhan Kuala Langsa Diaktifkan, Pj Wali Kota dan Rombongan Temui Direktorat Kemenhub

Baca juga: Partai Gelora Aceh Gelar Rakorwil Jelang Pemilu 2024, Ini Target yang Ingin Dicapai

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved