Jurnalisme Warga

Memahami Kekerasan Berbasis Gender

Dalam workshop kali ini PKBI mengundang peserta dari berbagai lembaga, seperti dari Balee Inong, Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan, Lembaga Bantuan

Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
NURUL MUHDIYAH, Mahasiswi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry juga Anggota Jurnalis Warga Banda Aceh, melaporkan dari Banda Aceh 

Dian memaparkan, berdasarkan catatan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Aceh, pada periode Januari—November 2022, mereka telah mengantongi data tentang kekerasan yang terjadi terhadap anak: 111 kasus kekerasan fisik, 134 kasus pelecehan seksual, 124 kasus pemerkosaan, 109 kasus KDRT, 113 kasus kekerasan psikis, 111 kasus kekerasan fisik, 8 kasus inses, dan 16 kasus sodomi.

Dengan adanya data di atas maka seharusnya kita bisa lebih melek bahwa di sekeliling kita banyak yang telah menjadi korban.

Bicara tentang perempuan tidak hanya dari segi kekerasan dalam rumah tangga ataupun kekerasan fisik saja. Namun, banyaknya terjadi diskriminasi bagi perempuan salah satunya adalah melalui pernikahan dini. Banyak di sekeliling kita anak di bawah umur yang dinikahkan secara paksa dengan berbagai alasan, salah satunya adalah ekonomi. Hal seperti ini dianggap wajar, apalagi di beberapa daerah yang memiliki budaya untuk menikahkan anak perempuannya pada usia dini. Namun, secara tidak sadar ada hak-haknya sebagai anak yang tidak terpenuhi. Akibatnya, banyak ibu dan anak yang meninggal karena hal ini.

Selain itu, eksploitasi anak di wilayah kita juga tidak berkurang, yang ada semakin hari semakin bertambah. Orang tua yang seharusnya bertanggung jawab bagi kelayakan anaknya justru mencari keuntungan.

PKBI dalam forumnya menegaskan bahwa di Klinik PKBI bukan hanya ada poli umum, melainkan mereka juga menyediakan layanan kesehatan reproduksi. Yaitu, suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi, dan proses reproduksi yang dimiliki oleh perempuan.

Kesehatan reproduksi memiliki aspek yang sangat luas, ada beberapa contoh seperti korban kekerasan fisik dalam rumah tangga hingga ia mengalami depresi dan berimbas kepada tidak teraturnya menstruasi. Contoh lain, tahanan perempuan yang mendapatkan pembalut yang kurang layak dan korban bencana dengan keterbatasan air bersih. Namun, para pemberi layanan merasa miskomunikasi di bagian ini karena mereka hanya fokus kepada yang terlihat saja.

Selain itu, ada yang lebih penting yaitu didukung dengan adanya alat kesehatan yang memenuhi standar dan SDM yang terampil. Dalam artian bahwa para SDM yang bekerja pada klinik PKBI maupun para pemberi layanan diharuskan untuk bisa memosisikan diri sebagai korban seningga akan menimbulkan kecocokan di antara keduanya. Terlebih jika klien yang datang adalah dari disabilitas.

Tak sedikit dari peserta yang ikut berbagi pengalaman dalam diskusi kali ini karena sebagian mereka adalah bekerja di lembaga layanan masyarakat. Sebagian lagi sebagai paralegal. Saya sendiri turut berbagi pengalaman saat duduk di bangku tsanawiah dan aliah di pesantren. Saya melihat bibit-bibit KBG juga berpotensi muncul di sana karena adanya relasi personal antara santri dengan guru pamong. Workshop ini memperkaya wawasan saya tentang kekerasan berbasis gender (KBG) dan sangat relevan dengan kuliah saya. Apalagi saat ini saya sedang menyusun tugas akhir yang juga berhubungan dengan KBG. Semoga kita tidak menjadi korban, alih-alih pelaku kekerasan dalam bentuk apa pun.

< nurulmuhdiah23832>

Berikut Langkah-langkah Cegah Kanker Payudara, Lakukan Deteksi Lebih Awal

Ferry Irawan Ingin Jadi Manusia Lebih Baik, Usia 46 Tahun Ini, Harap Kasus KDRT Cepat Selesai

Momen Ulang Tahun Ferry Irawan Ada Perbedaan, Dulu Melamar, Sekarang akan Ceraikan Venna Melinda

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved