Opini
Butuh Bukti, Bukan Janji Membangun Aceh
Ada asumsi yang sering muncul dalam diskusi warung kopi, dan forum elite, bahwa kita cenderung tak mau repot ketika melakukan proses produksi.
Dampak manja fiskal
Persoalan laten yang juga dialami di Aceh adalah, kemanjaan kita pada ketersediaan dana Otonomi Khusus (Otsus), dana bagi hasil migas.
Sedangkan dari pendapatan, fiskal internal masih mengandalkan pajak. Pajak sangat riskan dijadikan dasar pendapatan, karena bersifat sangat fluktuatif.
Jika kebijakan khusus, seperti pemutihan pajak kendaraan diberlakukan, dengan segera kontribusi pendapatan dari pajak meningkat.
Tapi ketika hanya mengandalkan pendapatan pajak secara reguler, maka ekonomi dengan sendirinya bergantung sepenuhnya pada dana khusus Aceh.
Baiklah jika dana tersebut, sebagaimana keinginan yang terus didorong oleh eksekutif dan legislatif akan menjadi dana abadi-Otsus berkelanjutan.
Namun jika kebijakan pusat pada suatu ketika memutuskan mengurangi atau membatasi jumlahnya secara signifikan, karena pertimbangan seperti keberadaan Project IKN, bukan tidak mungkin kita juga akan terkena imbasnya.
Bergantung terus pada keberadaan dana Otsus juga secara tidak langsung, melanggengkan adanya kelompok atau oligarki yang memanfaatkan kondisi itu untuk kepentingan mereka secara politis dan ekonomi.
Salah satu bentuk nyata dari bukti adanya pengaruh buruk dari Otsus yang tidak dioptimalkan adalah kemunculan proyek yang asal jadi, fiktif dan dikerjakan secara berjamaah diantara kelompok-kelompok kepentingan yang membentuk rantai oligarki.
Maka bukan fakta yang aneh jika Korupsi, nepotisme dan kolusi seolah tak ada relevansinya dengan pilihan kita bersyariat. Bahwa setinggi apa pun cara beragama, dan kemampuan di bidang pendidikan, tak ada kaitan dengan niat untuk korupsi.
Korupsi terus merajalela, meski ada prasyarat harus menguasai dasar agama ketika maju menjadi pemimpin rakyat, dan Provinsi Aceh sebagai kiblat syariah juga seiring jalan dengan “prestasi” kita sebagai provinsi “terkorup”.
Siapa yang umumnya akan menyangkal fakta ini dan banyak berdalih? Bahkan para pelaku tindak korupsi merasa menjadi “kura-kura dalam perahu”.
Lompatan tinggi
Bahwa fakta soal kemiskinan, dan stagnannya pertumbuhan ekonomi dalam situasi dan kondisi banjir dana Otsus menjadi ironi yang tidak terbantahkan, namun minim solusi.
Terutama karena para pengambil kebijakan yang merencanakan anggaran, menjalankan anggaran dan mengevaluasi anggaran adalah para pihak yang memiliki peluang paling besar melakukan tindak korupsi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.