Opini

Edukasi Sampah sebagai Fondasi  Generasi Emas 2045

Tanpa mengatasi krisis sampah sekarang, janji investasi pada generasi muda akan terkikis oleh beban penyakit, degradasi lingkungan

Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM/FOR SERAMBINEWS
Elidayani, Mahasiswa Magister Kesehatan Fakultas Kedokteran USK 

Oleh: Elidayani, Mahasiswa Magister Kesehatan Fakultas Kedokteran USK

INDONESIA menargetkan menjadi bangsa maju dan sejahtera pada 2045 yang sering disebut Generasi Emas 2045.

Target itu bukan hanya soal ekonomi dan demografi, namun kualitas lingkungan dan kesehatan publik harus menjadi fondasi. 

Tanpa mengatasi krisis sampah sekarang, janji investasi pada generasi muda akan terkikis oleh beban penyakit, degradasi lingkungan, dan sumber daya yang habis.

Oleh karena itu, edukasi pengelolaan sampah harus ditempatkan sebagai strategi nasional, bukan sekadar program rutinitas, karena dampaknya langsung pada kesehatan anak, kapasitas ekonomi sirkular, dan kualitas hidup jangka panjang bangsa.

Krisis sampah di Indonesia yang menghasilkan sekitar 70 juta ton limbah per tahun bukan lagi sekedar masalah kebersihan kota, melainkan krisis kesadaran massal yang secara langsung mengancam kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.

Selama ini, kita masih terjebak dalam model Ekonomi Linear yang mahal dan usang yaitu 'kumpul, angkut, buang', dimana model ini akan menghasilkan bencana lingkungan yang berkelanjutan.

Kita memiliki landasan hukum, yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Inti dari UU ini adalah prioritas pengurangan sampah (reduce) di hulu sebelum penanganan (angkut dan buang).

Namun, realitasnya berbeda. Dengan tingkat daur ulang nasional yang masih berada di bawah 10 persen, dan sekitar 60 persen sampah berakhir di TPA yang kritis, jelas bahwa mandat pengurangan sampah telah diabaikan.

Anggaran lebih banyak dialokasikan untuk menopang TPA yang overload daripada membangun infrastruktur lunak seperti pendidikan pemilahan dan Bank Sampah. Kegagalan ini terjadi karena tekanan kesadaran masyarakat yang lemah, yang masih permisif terhadap praktik buang sampah sembarangan.

Persoalan sampah bukan hanya isu lokal, melainkan masalah global yang terus memburuk. Data UNEP (2023) menunjukkan bahwa dunia menghasilkan sekitar 2,3 miliar ton sampah padat setiap tahun, dan hanya 55 persen yang dikelola dengan benar.

Lebih dari 11 juta ton plastik berakhir di lautan setiap tahun, mengancam ekosistem dan kesehatan manusia. Bahkan, World Economic Forum (2016) memperingatkan bahwa pada tahun 2050, jumlah plastik di laut bisa lebih banyak daripada jumlah ikan jika pola pengelolaan tidak berubah.

Indonesia sendiri menghadapi persoalan yang tidak kalah serius.

Berdasarkan data KLHK (2022), Indonesia menghasilkan sekitar 68,5 juta ton sampah per tahun, dengan 17?rupa sampah plastik. Ironisnya, hanya 11–12 % yang berhasil didaur ulang, sementara sisanya berakhir di TPA, dibakar, atau mencemari lingkungan. 

Setiap tahun, sekitar 3,2 juta ton sampah plastik Indonesia terbuang ke lautan. Pemerintah sebenarnya sudah menetapkan target ambisius melalui Jakstranas yaitu pengurangan sampah 30?n penanganan 70 % pada tahun 2025, namun tantangannya adalah implementasi di lapangan.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved