Breaking News

Internasional

Nasib Pilu Wanita Suriah, Perang Sudah Sangat Menderita, Gempa Hancurkan Semuanya

Para korban gempa Suriah, khususnya wanita terus bertanya-tanya atas nasibnya yang terus menderita akibat perang ditambah lagi dengan gempa dahsyat.

Editor: M Nur Pakar
AFP/Mohammad AL-RIFAI
Seorang wanita menyelamatkan kompor kecil dan tabung gas, saat operasi pencarian dan penyelamatan berlanjut beberapa hari setelah gempa mematikan di Kota Jindayris, Provinsi Aleppo Suriah yang dikuasai pemberontak, pada 10 Februari 2023. 

“Kami dapat merawat perempuan setelah trauma atau setelah melahirkan," kata Basel Termanini, ketua Masyarakat Medis Amerika Suriah yang memiliki puluhan fasilitas di baratlaut.

"Tetapi mereka harus kembali ke lingkungan yang aman dengan tempat tinggal, nutrisi, dan air bersih yang minim, sayangnya, ini umumnya kurang,” jelasnya.

Sepanjang perang, Aisyah dan keluarganya berulang kali melarikan diri dari rumah mereka di Atareb selama masa pengeboman ke daerah yang lebih aman.

Di mana mereka akan tinggal selama berbulan-bulan sampai mereka dapat kembali.

Salah satu putranya terbunuh pada tahun 2019, dan dia telah merawat kedua anaknya yang masih kecil sejak itu.

Tapi, katanya, dalam 12 tahun perang, dia tidak pernah merasakan teror dan rasa sakit seperti malam itu akibat gempa.

Ketika gempa melanda sebelum fajar pada 6 Februari, Aisyah dan keluarganya berhasil keluar dari gedungnya karena sebagian dari bangunan itu runtuh.

Mereka berdiri di tengah hujan yang dingin dan deras, memandangi kehancuran dengan tak percaya.

Baca juga: PBB Perkirakan Korban Gempa di Turkiye dan Suriah Bisa Mencapai 56.000 Orang Meninggal

Bangunan di sebelahnya benar-benar rata dengan tanah, menewaskan banyak orang di dalamnya.

Termasuk seorang wanita yang baru saja melahirkan, bayinya, tujuh anaknya yang lain, dan ibunya, yang baru saja tiba beberapa jam sebelumnya untuk membantu bayi yang baru lahir.

Bangunan itu sekarang terletak di kuburan massal di ujung tanah pertanian tetangga.

Pemilik kavling menyumbangkan tanah karena kuburan telah dipenuhi oleh korban gempa.

Segalanya sudah sulit sebelum gempa.

Di wilayah yang dikuasai oposisi, 90 % populasi bergantung pada bantuan kemanusiaan.

Tidak ada pekerjaan untuk laki-laki, dan banyak laki-laki yang cacat dalam perang, katanya.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved