CRU Sampoiniet Aceh Jaya, Google Maps, dan Kisah Hubungan Joana dengan Irwandi

Tiga hal itu yang paling berkesan bagi saya. Semua itu bermula ketika Kaukus Pemuda Aceh mengendakan kegiatan kamping di CRU Sampoiniet, Aceh Jaya.

Penulis: Yocerizal | Editor: Yocerizal
Serambinews.com
Anggota Kaukus Pemuda Aceh berfoto bersama dengan Isabella (kiri) dan Joana (kanan) di CRU Sampoinit, Aceh Jaya, Rabu (29/3/2023). 

"Jangan pakai Google Maps lagi Bang, takutnya nanti nggak sampai. Nanti tanya aja sama warga," saran dia.

Kami pun melanjutkan perjalanan tanpa mengacu pada aplikasi tersebut. Begitupun, saya tetap mengaktifkannya hanya sekedar ingin tahu jalur yang kami lalui.

Benar saja, jalur yang ditunjuk warga ternyata berbeda dengan Google Maps. Bahkan di satu wilayah, aplikasi tersebut menunjukkan jalan buntu yang setelah kami masuki ternyata terhubung.

Kami pun akhirnya tiba di CRU Sampoinit sekitar pukul 22.00 WIB. Belakangan dari Rijal saya ketahui, jalur yang ditunjukkan oleh Google Maps melalui Patek tidak akan tembus ke CRU.

"Jalur itu tembusnya di seberang sungai, dekat CRU. Makanya di media sosial kita umumkan masyarakat untuk tidak pakai Google Maps," ujarnya sambil tertawa.

Baca juga: Untuk Ketiga Kalinya, Kawanan Gajah Liar Obrak-abrik Perkebunan di Aceh Jaya

Baca Selanjutnya: Nostalgia irwandi bertemu jojo

Baca juga: Rapat Konflik Gajah dan Manusia di DPRK Pidie Berlangsung Panas, Dewan Walk Out, 5 Rekomendasi Lahir

Tentang CRU

CRU Sampoiniet berada Desa Ie Jeuereungeh, Kecamatan Sampoiniet, Aceh Jaya, didirikan tahun 2009, dan merupakan CRU pertama di Aceh.

Pusat konservasi gajah itu dibangun untuk melestarikan gajah serta mengurangi konflik gajah dan manusia, mengingat Sampoinit merupakan daerah yang sering mengalami gangguan gajah.

Ada tiga ekor gajah jinak yang ditempatkan di CRU ini: dua betina dan satu jantan. Dari ketiga ekor gajah itu, hanya gajah jantan yang selalu mendapat tugas menghalau gajah liar.

"CRU ini awalnya dirintis oleh FFI (Fauna & Flora International) bekerja sama dengab BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam)," tutur Rijal.

Pada awal-awal pendiriannya, lembaga FFI yang membiayai seluruh kebutuhan CRU, termasuk untuk mememuhi kebutuhan makanan gajah yang cukup besar.

Rijal menyebutkan, untuk makanan satu ekor gajah, setidaknya membutuhkan biaya paling sedikit Rp 300.000 sehari, itu belum termasuk obat-obatan.

Artinya, dengan tiga ekor gajah, biaya yang harus disiapkan hampir mendekati Rp 1 juta setiap harinya.

Besarnya kebutuhan dana ini telah dari sejak awal diperkirakan akan menjadi masalah. Karena itu, lanjut Rijal, selain bertujuan untuk mitigasi, misi dari CRU juga untuk mengedukasi dan juga sebagai lokasi ekowisata.

"Awalnya segala kebutuhan CRU dibiayai oleh FFI. Setelah habis kontrak, pembiayaan ditanggung pemerintah, tapi hanya 30 persen, sisanya dari pengunjung wisata," ungkap Rijal.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved