Jurnalisme Warga
Belajar Menulis Kreatif di Writing Camp 3R 2023
Komunitas yang biasa disebut 3R itu menyelenggarakan kegiatan ini agar para peserta mampu menghasilkan karya tulis sekaligus dapat dipublikasikan.
“Teman-teman pernah kayak ini enggak? Sudah stand by di depan laptop, tetapi malah tertidur. Banyak yang ingin dituliskan, tetapi tak satu kalimat pun berhasil ditulis. Sampai akhirnya menyimpulkan menulis itu susah?” tanya Ihan mengawali materi pertama tentang Teknik Menulis Reportase.
Beberapa peserta menyahut, “Saya banget itu, Kak.”
Sembari tersenyum Ihan mulai menjelaskan, “Teman-teman, perlu kita ubah mindset kita terlebih dahulu. Menulis bukanlah bakat, melainkan keterampilan yang bisa dilatih dan menulis bisa meningkatkan value seseorang.”
Ia juga menceritakan sekilas tentang kisahnya menjadi penulis. Walaupun latar belakang pendidikannya ekonomi akuntansi, tetapi ia bisa berkarier dalam dunia kepenulisan seperti saat ini dengan menjadi jurnalis, editor, dan script writer. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menjadi seorang penulis bisa dari latar belakang apa pun. Yang penting adalah latihan yang berkelanjutan.
“Teknik reportase berupa observasi, wawancara, dan riset data menjadi sebuah cara agar ketika menulis tidak stuck atau kehabisan ide dalam menulis. Kalau mau menulis maka tentu harus tahu terlebih dahulu informasi yang ingin dituliskan. Ada input, ada output,” tegasnya.
Materi pada hari pertama diakhiri dengan tugas menentukan tema, topik, dan judul tulisan. Setiap peserta diharapkan mampu menghasilkan tulisan dari pengalamannya selama menjadi relawan 3R minimal seribu kata. Tulisan inilah yang menjadi bahan bagi tiap-tiap peserta untuk disunting setelah mendapatkan materi mengenai Teknik Swasunting.
Ice breaking dengan iringan lagu “Gemu Fa Mi Re” menjadi pembuka kegiatan pada hari kedua. Melakukan ice breaking sebelum memulai kegiatan memang sudah menjadi ciri khas 3R supaya peserta tidak lesu. Saya juga pernah melihatnya ketika mengikuti kegiatan lain yang dilaksanakan oleh 3R. Tidak hanya peserta, Ihan selaku pemateri juga ikut bergabung dan semangat menari pada sesi ice breaking hari itu.
Untuk bisa melakukan swasunting, Ihan mengenalkan kami jenis-jenis kesalahan pada tulisan, mulai dari kesalahan nalar, data, berbahasa, hingga yang paling sering terjadi yaitu kesalahan ketik. Penulis buku antologi cerpen Rihon itu juga mencontohkan kesalahan-kesalahan yang paling sering dilakukan penulis, seperti penggunaan kata tidak sesuai KBBI dan tanda baca yang tidak sesuai penempatannya.
Ia menjelaskan materi dengan cukup detail dan lugas. Saya sendiri dibuat takjub olehnya. Bagaimana tidak, sesekali saya tersadar ternyata beberapa yang dijelaskan pemateri terkait kesalahan penulisan adalah hal yang sering saya lakukan saat menulis selama ini.
Swasunting ini bertujuan agar kita dapat menulis sejernih kristal. Begitu kira-kira hal yang dapat disimpulkan dari materi hari kedua.
Hari ketiga kegiatan ini ditutup dengan kegiatan menyunting bersama tulisan hasil karya peserta Writing Camp 2023. Baru selesai membahas dua tulisan saja tidak terasa waktu telah berakhir. Walaupun belum sempat mengoreksi semua tulisan secara langsung, Ihan berjanji akan membantu untuk memonitoring peserta dalam melakukan swasunting tulisan peserta via daring.
Menentukan sudut pandang yang jelas dalam menulis sebuah tulisan adalah poin utama yang dapat saya ambil dari mengikuti kegiatan yang diadakan oleh 3R kali ini. Beberapa pertanyaan tentang penulisan yang masih membingungkan saya selama ini sudah terjawab. Tinggal bertekad dan rajin berlatih saja sekarang. “Biasakan melihat kamus! Selain agar kata yang kita gunakan saat menulis itu tepat, juga dapat memperkaya kosakata saat menulis,” demikian pesan pemateri saat menutup pelatihan itu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.