Info Singkil

Merajut Kejayaan Tempo Dulu Menuju Aceh Singkil Emas 2049

Penjabat atau Pj Bupati Aceh Singkil, Marthunis, telah menyerahkan sertifikat serta hadiah uang pembinaan kepada pemenang lomba, Rabu (10/5/2023). 

Penulis: Dede Rosadi | Editor: Mursal Ismail
Prokopim Setdakab Aceh Singkil
Pj Bupati Aceh Singkil, Marthunis, serahkan uang pembinaan kepada pemenang lomba menulis artikel HUT ke-24 Kabupaten Aceh Singkil, Rabu (10/5/2023) 

Penjabat atau Pj Bupati Aceh Singkil, Marthunis, telah menyerahkan sertifikat serta hadiah uang pembinaan kepada pemenang lomba, Rabu (10/5/2023). 

SERAMBINEWS.COM, SINGKIL - Merajut Kejayaan Tempo dulu menuju Aceh Singkil emas 2049, merupakan judul artikel yang jadi pemenang lomba kategori umum Hari Ulang Tahun (HUT) ke-24 Kabupaten Aceh Singkil.

Artikel ini ditulis Wartawan Serambi Indonesia wilayah Aceh Singkil, Dede Rosadi. 

Penjabat atau Pj Bupati Aceh Singkil, Marthunis, telah menyerahkan sertifikat serta hadiah uang pembinaan kepada pemenang lomba, Rabu (10/5/2023). 

"Selamat ya," kata Marthunis saat serahkan sertifikat dan uang pembinaan kepada pemenang. 

Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setdakab Aceh Singkil, Abd Rahman, mengatakan artikel para menang tayang di Serambinews.com dalam Program Kerja Sama Pemerintah Kabupaten atau Pemkab Aceh Singkil dengan Serambi Indonesia dalam Topik Info Singkil

Khusus artikel berjudul Merajut Kejayaan Tempo dulu menuju Aceh Singkil emas 2049 disajikan dalam versi lebih panjang. Sebab yang ikut lomba merupakan versi 1.000 kata. 

"Kami sepakat dengan penulis untuk menyajikan artikel versi lebih panjang," kata Rahman. 

Berikut artikel Merajut Kejayaan Tempo dulu menuju Aceh Singkil emas 2049 yang jadi pemenang lomba HUT ke-24 Aceh Singkil, dalam versi panjang. 

Baca juga: BSI Pastikan Penebusan BBM di Aceh Tetap Berjalan Lancar

Singkil Tempo Dulu

Singkil Lama merupakan kota pelabuhan maju pada masanya. Kapal-kapal bangsa Eropa, Timur Tengah dan Asia Selatan acap lego jangkar di antara alunan ombak dermaga pelabuhan Singkil Lama. 

Kala itu sekitar abad ke-15 datang kapal besar dengan kapten berpostur tinggi besar, bermata biru dengan kulit putih ke pelabuhan Singkil Lama. 

Sesaat sukses bersandar, seorang pria dari dalam kapal berteriak yang terdengar di telinga warga lokal, singkel...singkel....

Orang-orang bermata coklat berbaur dengan warga perantau hilir mudik di pelabuhan menyambut kedatangan kapal asing tersebut.

Sejurus kemudian terjadi transaksi jual beli, maupun barter barang. Awak kapal asing membawa barang untuk ditukar dengan getah kapur, rempah dan aneka hasil bumi lainnya. 

Aktivitas perdagangan antar negara itu, rutin terjadi di Kota Singkil Lama. Pesatnya perdagangan antar bangsa-bangsa inilah yang membuat Singkil Lama, menjadi kota pelabuhan maju pada masanya. 

Bukti kemajuan itu, tergambar dari rumah penduduk Singkil Lama, sudah menggunakan bata merah yang merupakan barang mewah zaman itu. Perabotan rumahtangga penduduk kelas atas juga banyak barang impor seperti guci, piring nasi, dan sendok makan. 

Bukti-bukti kejayaan itu masih mudah ditemukan di Singkil Lama, di sebelah Barat Singkil Ibu Kota Kabupaten Aceh Singkil. Warga mengenalnya muara Singkil Lama, dekat saja dengan Desa Kayu Menang, Kecamatan Kuala Baru. 

Bata merah, pecahan tembikar dan sumur bata merah sedikit dari bukti kejayaan Singkil tempo dulu. Benda-benda itu ditemukan di antara sesaknya pohon nibung sekitar 200 meter ke arah sisi sebelah kiri muara Singkil Lama. 

Baca juga: VIDEO - BSI Error, Pertamina Berikan Skema Fasilitas Kredit Bagi Pengusaha SPBU

Pecahan sisa peradaban Singkil Lama, identik dengan benda-benda antik yang ada di rumah gadang peninggalan Datuk Abdurrauf di Desa Ujung, Kecamatan Singkil.

Benda antik serupa juga banyak disimpan admi kolektor peninggalan Singkil Lama, di rumahnya di Desa Ujung.

Majunya peradaban Kota Pelabuhan Singkil Lama, tidak hanya didiami warga lokal berkulit coklat. Etnis lain dari Timur Tengah, Asia Selatan dan Eropa tinggal di Singkil Lama.

Kembali dengan teriakan singkel....singkel...dari awak kapal asing sesaat sandar di Pelabuhan Singkil Lama. 

Teriakan itu untuk memanggil seseorang. Hal ini berkaitan dengan cerita rakyat tentang asal usul nama Singkil yang berasal dari kata sekel artinya mau.

Alkisah ada seorang pria yang baru menikah berasal dari hulu sungai Lae Cinendang, di kawasan Simpang Kanan, menjual getah kayu kapur ke Pelabuhan Singkil Lama. 

Ketika melihat kapal asing datang, segera menawarkan getah kayu kapur dengan mengucapkan sekel. Bangsa Eropa lantas membelinya.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun dan seterusnya. Bangsa nun jauh di belahan bumi lain kembali ke pelabuhan Singkil Lama, lantaran tertarik dengan getah kayu kapur sang penjual yang ditemuinya. Orang Eropa lantas mencarinya dengan menyebut Sekel, tentu dengan lidah khas bulenya. 

Kira-kira Chinqueele atau Quinchell, terdengar di telinga penduduk lokal kala itu Singkil atau Singkel. Jadilah Singkel masuk dalam catatan perjalanan penjelajah bangsa Eropa.

Kisah di atas tertuang dalam buku Warisan Sejarah dan Budaya Singkil yang ditulis Wakil Bupati Aceh Singkil periode pertama Mu'adz Vohry.

Asal usul nama Singkil berasal dari kata sekel pernah menjadi pembahasan dalam diskusi bertajuk Sejarah Peradaban Singkel yang diselenggarkan Himpunan Mahasiswa Singkil-Langsa (Himasila) di Warung Sinanggel, Tanah Bara, Aceh Singkil pada 8 Desember 2020.

Aslym Combih, pecinta sejarah dalam diskusi tersebut mengatakan nama Singkil berasal dari kata sekel artinya mau, bersedia, berkenan.

Mengutip catatan Tom Pieres kata Aslym Combih, terdapat berbagai variasi penulisan untuk Singkil. Ada Chinqueele dan Quinchell. Sedangkan Petrus Plancius menyebutnya Singkel.

Beda lagi dengan penabalan nama belakang Syekh Abdurrauf As Singkily ulama besar kelahiran Aceh Singkil. Singkil ditulis dengan Singkily.

Kejayaan Singkil tempo dulu, tak melulu urusan dunia. Soal akhirat juga menorehkan tinta emas dengan lahirnya guru ulama Nusantara, Syekh Abdurrauf As Singkily. 

Mufti Agung Kesultanan Aceh, semasa Sultanah Tajul Alam Safiatuddin Syah (1641-1675 Masehi) itu diperkirakan lahir di sekitar Uhuk Datar sebuah wilayah di kerjaan Suro. Seiring perkembangan administarasi pemerintahan, Uhuk Datakh kini masuk wilayah Desa Tanjung Mas, Kecamatan Simpang Kanan.

Salah satu karya fenomenalnya adalah Tarjuman al-Mustafid, tafsir pertama Alquran dalam bahasa Melayu. Terjemahan dalam bahasa Melayu itu bukan hanya memudahkan bangsa yang mendiami Nusantara dan bangsa-bangsa di Asia Tenggara, mengetahui isi kandungan Alquran. 

Akan tetapi bahasa Melayu pada akhirnya menjadi cikal bakal bahasa pemersatu Indonesia dikala merengkuh kemerdekaan. 

Peradaban Singkil Lama, di sebelah barat Singkil ibu kota Kabupaten Aceh Singkil, luluh lantak dihantam geloro (semacam gempa tsunami) sekira tahun 1883.

Kota Singkil Lama yang telah hancur tak mungkin dihuni lagi. Datuk Abdurrauf sebagai pemimpin kala itu sekitar tahun 1900-an berangkat ke Desa Ujung sekarang, mencari lokasi yang cocok dijadikan pemukiman. 

Sebagai pemimpin masa itu, ia harus memutuskan pindah dari Singkil Lama, yang hancur porak poranda. Setelah melakukan penelitian, tiga tahun kemudian tepatnya pada 1903 mulailah merancang dan mendirikan rumah tempat tinggal sang Datuk bersama keluarga. 

Pekerjaan Pembangunan rumah selesai sekitar tahun 1904. Kemudian diikuti rakyatnya. 

Penduduk semakin banyak, selanjutnya  tahun 1909 masjid Baiturrahim yang dahulu berada di Singkil Lama, kembali didirikan di sebelah Timur rumah Datuk Abdurrauf. 

Ada masjid tentu membutuhkan sumber air bersih, pada tahun yang sama dibangun sumur bor yang masih terus berfungsi hingga masa kini. Sementara masjid telah berganti dengan bangunan baru yang berada di belakangnya.

Seiring perkembangan zaman, penduduk terus menyebar ke desa lain itulah yang menjadi lanskap atau bentang alam Singkil Baru.

Tahun 1940-an nama Singkil Baru masih ditulis dalam istilah Inggris, New Singkel atau New Singkil. Di peta-peta (map) lama keluaran Portugis atau Belanda, wilayah Singkil yang kini menjadi ibu kota Kabupaten Aceh Singkil sudah dipakai nama New Singkel. Versi Indonesianya, itulah Singkil Baru.

Dari uraian singkat di atas, Singkil tempo dulu bukan hanya jaya pada masanya, tapi berjasa bagi Nusantara dan dunia.

Sebagai pelabuhan maju, Singkil Lama, merupakan jalur perdagangan dunia dan getah kapur yang dibutuhkan dunia. Getah kapur Singkil ini bahkan diyakini sudah jadi komoditi ekspor sebelum Masehi untuk awetkan jasad Firaun.

Berikutnya karya Syekh Abdurrauf As Singkily sebagai ulama kelahiran Singkil, tak hanya menulis terjemah Alqur'an dalam bahasa Melayu. Tetapi ajara Tarekat Syattariyah terus menjadi tuntunan hidup murid-muridnya hingga masa kini.

Singkil Baru

Catatan kejayaan Singkil Lama, sebagai kota pelabuhan strategis yang bisa disinggahi kapal asing berlanjut pada era Singkil Baru. Medio 70-an hingga 80-an semasa Aceh Singkil, masih bergabung dengan Aceh Selatan, pelabuhan Singkil merupakan pusat kota perdagangan bahan kebutuhan pokok dan ekspor kayu log perusahaan PT Gunung Raya, Hargas dan Singkil Timber.

Kemudian pusat pengiriman minyak sawit mentah (crude palm oil) PT Socfindo Kebun Lae Butar di pelabuhan Pulo Sarok. Tanki berukuran besar tempat penampungan crude palm oil (CPO) dan sisa bangunan masih terlihat hingga kini.

Tak mengherankan jika Singkil, sebelum menjadi Kabupaten, merupakan andalan bagi Provinsi Aceh dan Pusat. Sebagai pusat perdagangan ekspor impor Singkil berjasa menghasilkan devisa kepada negara dari kayu log. 

Sebagai kota ekspor impor di Singkil telah berdiri kantor bea cukai. Walau akhirnya kantor tersebut kini tinggal kenangan. 

Sama dengan kejayaan masa kayu log tinggal kenangan, menyisakan hutan gundul yang dampaknya masih terus dirasakan berupa banjir langganan setiap tahun. Kerusakan hutan itu, diperparah dengan musibah gempa tsunami Aceh 2004 dan gempa Aceh-Nias 2005. 

Seiring berjalan waktu Aceh Singkil, menata diri sejak menjadi Kabupaten tahun 1999. Walau dihadapkan pada pil pahit dengan menyandang status Kabupaten termiskin di Provinsi Aceh, hingga masuk ulang tahun ke-24 saat tulisan ini disusun. 

Sebagai manusia yang mendapat anugrah akal pikiran tentu tidak boleh berpangku tangan. Setiap tantangan adalah peluang. 

Dalam catatan penulis setidaknya ada tiga potensi utama Aceh Singkil, yang dapat menjadi daya ungkit memajukan ekonomi agar keluar dari kemiskinan. Masing-masing potensi perkebunan kelapa sawi, perikanan tangkap dan pariwisata. 

Pembahasan potensi Aceh Singkil, fokuskan pada tiga sektor tersebut, bukan menafikan potensi lainnya terutama potensi minyak dan gas (Migas) yang sedang menghangat. Potensi migas, tidak masuk dalam pembahasan, biarlah dibuktikan dulu keberadaannya oleh Conrad Asia Energy sebagai pemenang lelang eksplorasi.

1. Potensi Perkebunan Kelapa Sawit

Luas perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Aceh Singkil tahun 2022  mencapai 75.862,72 hektar. Terdiri dari lahan masyarakat 31.351 hektar atau 41,33 persen dan lahan perusahaan pemegang hak guna usaha 44.511,72 hektar atau 58,57 persen.

Begitu luasnya kebun sawit, tak mengherankan jika lebih dari 70 persen penduduk Aceh Singkil gantungkan hidup dari sawit. Sayangnya di tengah hamparan kebun sawit seluas mata memandang 19,18 persen penduduk Aceh Singkil masih miskin. Persentase itu yang tertinggi di Aceh.

Data hubungan sawit dengan kemiskinan pernah di singgung Penjabat (Pj) Bupati Aceh Singkil, Marthunis, ST, D.E.A dalam diskusi dengan penulis pada 22 Maret 2023. Menurutnya terjadi hampir di seluruh Indonesia wilayah yang sawitnya luas penduduknya cenderung miskin. 

Berdasarkan data areal perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Aceh Singkil, merupakan nomor dua terluas di Aceh. Namun angka kemiskinannya berdasarkan data BPS, Kabupaten Aceh Singkil, berada di urutan pertama. 

Menurut Marthunis mitos banyak sawit, banyak penduduk miskin harus dihapus, menjadi luas sawit, masyarakatnya sejahtera. Apalagi investasi perkebunan kelapa sawit yang masuk ke  Aceh Singkil, tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Pendapat penulis sawit tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan. Alasannya antara lain investor  seluruhnya berasal dari luar sehingga uang yang beredar di Aceh Singkil, kecil. Sebab sebagian besarnya dibawa ke luar daerah ini bisa dilihat dari semua kantor besar perusaan berada di Medan, Sumatera Utara.

Nahasnya lagi ekspor minyak mentah kelapa sawit dilakukan dari Sumatera Utara, tentu pajaknya tidak masuk ke Aceh Singkil

Ada secercah harapan pada tahun 2023 ini, sudah hadir pabrik kelapa sawit milik patungan putra daerah PT Riztia Karya Mandiri. Kehadirannya diharapkan dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor minyak mentah kelapa sawit. 

Masalah kedua hasil produksi kelapa sawit rakyat jauh di bawah milik perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan petani, produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit per hektar hanya dikisaran 1 ton sekali panen bahkan ada yang di bawahnya. 

Bandingkan dengan produksi TBS kelapa sawit kebun perusahaan per hektar mencapai 1,8 ton. 

Artinya ada potensi pendapatan petani sawit sebanyak 0,8 ton hilang. Jika dikonversi dalam uang, katakanlah harga sawit Rp 2.000 per kilogram kali 0,8 ton maka potensi penghasilan petani yang hilang Rp 1.600.000 sekali panen per hektarnya.

Bila dikali dengan jumlah areal sawit rakyat seluas 31.351 hektar. Maka sekali panen potensi pendapatan petani yang hilang sebanyak Rp 50,161 miliar. 

Sebuah angka fantastis, lebih dari cukup untuk biaya sekolah dan kuliah anak Aceh Singkil dalam setahun.

Pendapat penulis sebaiknya pemerintah fokus pada upaya peningkatan produksi sawit. Salah satunya melalui pendampingan teknis dari Dinas Perkebunan mulai dari pengolahan lahan, pemilihan bibit, dan pemupukkan. Maklum sejauh ini petani, bersawit masih secara otodidak.  

Selain pendampingan pola kemitraan setidaknya dapat menjadi solusi mengejar ketertinggalan produksi kebun petani dengan perusahaan. Program kemitraan pertama antara perusahaan kelapa sawit PT Nafasindo dengan petani telah dilaunching Penjabat Bupati Aceh Singkil, Marthunis, ST, D.E.A Maret 2023 lalu. Program ini harus didorong agar dilakukan semua perusahaan.

Dinas Perkebunan, sebagai dinas teknis juga harus memastikan program kemitraan berjalan sesuai cita-cita sejahterakan petani. 

2. Potensi Perikanan 

Berdasarkan data Dinas Perikanan Kabupaten Aceh Singkil, potensi perikanan tangkap (laut) sebanyak 29.154 ton per tahun. Dari potensi itu yang mampu diproduksi atau berhasil ditangkap nelayan hanya 11.530,11 ton atau 39,5 persen per tahun.

Komoditas unggulan laut Aceh Singkil antar lain kerapu macan/sunu, udang lobster, kakap putih, kakap merah, rumput laut, udang, tenggiri, kweh, tongkol, gembolo, teri karang, kepiting bakau dan rajungan. 

Sektor perikanan tangkap sudah didukung keberadaan pelabuhan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Anak Laut. 

Menurut Kepala Dinas Perikanan Aceh Singkil, Drs. Saiful Umar, potensi perikanan tangkap tersebut belum tergarap maksimal karena terbatasnya armada bertonase besar. 

Bayangkan dari begitu melimpahnya potensi perikanan tangkap, di Kabupaten Aceh Singkil, hanya ada 3 (tiga) unit armada kapal penangkap ikan di atas 30 gross ton. 

Kendala berikutnya adalah alat tangkap dominan tradisional, teknologi penangkapan masih sederhana dan alat bantu penangkapan ikan belum merata di tingkat nelayan. 

Untuk memaksimalkan potensi perikanan tangkap langkah paling mendesak selain pengadaan armada kapal bertonase besar adalah pengembangan pelabahun PPI Anak Laut dan pembangunan jetty Anak Laut. 

Anak Laut merupakan anugrah alam yang dimiliki Aceh Singkil. Jika di daerah lain untuk membangun pelabuhan harus membuat kolam raksasa tempat kapal berlindung dari gangguan cuaca buruk dengan biaya tinggi. 

Di Aceh Singkil, ada kolam alam Anak Laut, tinggal lagi memolesnya agar kapal penangkap ikan berbobot di atas 30 gross ton bebas ke luar masuk PPI Anak Laut. Maklum kendala utama PPI Anak Laut tidak berfungsi maksimal karena pendangkalan. 

Pendangkalan harus diatasi secara permanen dengan pembangunan jetty serta pengerukan. Jika alur pelayaran Anak Laut dalam, maka dipastikan investasi Pemerintah sekitar Rp 9 miliar di PPI Anak Laut, akan dituai hasilnya. 

Sebab kapal besar penangkap ikan dari luar daerah akan berlabuh di PPI Anak Laut, yang telah memiliki fasilitas pabrik es, tempat bongkar muat kapal dan fasilitas lainnya. 

Dalam setahun terakhir ada tiga kapal besar yang bongkar muat ikan di PPI Anak Laut. Kehadiran kapal penangkap ikan mampu menciptakan simpul perekonomian baru dan menciptakan lapangan kerja baru bagi warga lokal. 

Kendati kapal yang sandar kerap terlambat ke luar masuk PPI Anak Laut, sebab harus menunggu pasang besar. Bahkan satu kapal milik pengusaha luar Aceh Singkil, walau pasang besar tetap tak bisa sandar ke PPI. 

Hal ini menambah biaya bongkar muat hasil tangkapan, karena harus diangkut kapal kecil. Tentu secara bisnis tak menguntungkan.

Selain potensi perikanan tangkap, Kabupaten Aceh Singkil, memiliki potensi perikanan budidaya menjanjikan. Rinciannya budidaya air laut 1.200 hektar, budidaya air tawar 500 hektar dan budidaya air payau 600 hektar.

3. Potensi Pariwisata

Dalam pandangan penulis di Kabupaten Aceh Singkil, ada dua potensi pariwisata yang dapat dikapitalisasi menjadi multipayer efek pertumbuhan ekonomi, yaitu rawa Singkil dan gugusan Kepulauan Banyak.

Rawa Singkil menawarkan wisata petualang menikmati aneka tumbuhan aquatik, hamparan bunga vanda hookeriana yang sedang mekar sempurna, orangutan Sumatera, serta flora dan fauna lainnya melalui alur sungai Lae Treup yang disesaki pohon bakung.

Jalur kedua wisata petualang rawa Singkil, bisa dinikmati dengan berjalan kaki dari perbatasan Kecamatan Kuala Baru, menuju hutan rawa Singkil. Di sana wisatawan bisa melihat pohon menjulang tinggi besar, aneka jenis burung dan pohon madu.

Sedangkan gugusan Kepulauan Banyak, menawarkan wisata bahari terlengkap di deretan pulau-pulau eksotik khas pulau tropis di batas Samudera Hindia. 

Mulai dari hamparan pasir putih, kawanan paus dan dugong, snorkling, surfing dan menjadi saksi penyu langka dunia bertelur di Pulau Bangkaru. 

Anugrah alam tersebut belum mampu menjadi ladang meraup pundi-pundi rezeki dalam mendongkrak perkembangan ekonomi masyarakat Aceh Singkil.

Festival Pulau Banyak yang digelar Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Aceh Singkil, belum mampu mengkapitalisasi potensi wisata. Event tersebut pengelolaannya masih kelas lokalan. 

Dengan tidak bermaksud merendahkan. Festival Pulau Banyak yang dibiayai miliaran rupiah, masih kalah gaung dengan helatan Aceh Roverway Pulau Banyak tahun 2019 lalu yang diselenggarakan anak-anak Pramuka. Aceh Roverway mampu mendatangan tamu-tamu dari berbagai daerah di Indonesia dan tamu mancanegara. 

Pandangan penulis setidaknya ada dua hal yang harus dibenahi agar potensi pariwisata mampu gerek Aceh Singkil keluar dari kemiskinan. Terutama dalam sasar pangsa pasar wisatawan Nusantara dan wisatawan mancanegara. 

Pertama memperbaiki konektivitas Aceh Singkil dengan Sumatera Utara, sebagai pintu gerbang utama masuknya wisatawan. 

Dengan fungsionalkan bandar undara (Bandara) Syekh Hamzah Fansuri, untuk layanan penerbangan ke bandara Kuala Namu. Ini untuk menjawab kebutuhan wisatawan asing kelas menengah atas yang membutuhkan waktu cepat ke destinasi wisata. 

Berikutnya perbaikan jalan Singkil-Sibolga. Langkah ini mempercepat akses darat bagai wisatawan menuju Singkil yang memanfaatkan bandara Dr. Ferdinand Lumban Tobing Pinangsori.

Kemudian pembangunan jalan Suro-Sibagindar tembus ke bandara Silangit. Jalan itu, untuk mempercepat akses darat wisatawan untuk paket wisata terusan dari destinasi wisata Danau Toba, Sumatera Utara ke Aceh Singkil.

Terbangunnya konektivitas tersebut, sekaligus wujudkan wacana Aceh Singkil, menjadi penyangga destinasi wisata super prioritas Danau Toba.

Langkah kedua mengemas promosi wisata rawa Singkil dan Kepulauan Banyak, secara efektif dan efisien. Dengan memanfaafkan media sosial dan media arus utama. 

Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga, sebagai motor promosi wisata bisa membuat konten wisata secara rutin. Selanjutnya disebarkan ke media sosial dan media arus utama untuk diviralkan.

Viral menjadi kata kunci pada era masa kini. Manakala objek wista yang dimiliki Aceh Singkil viral, dipastikan kebanjiran wisatawan.

Aceh Singkil Emas 2049

Aceh Singkil emas pada tahun 2049, lantaran pada saat itu, Kabupaten Aceh Singkil, genap berusia 50 tahun atau ulang tahun emas. 

Dalam pikiran penulis Aceh Singkil emas adalah baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur yaitu sebuah Kabupaten yang baik alamnya dan baik perilaku penduduknya.

Baik alamnya karena hijau, bersih dari sampah dan tersedia air bersih yang cukup bagi setiap penduduknya.

Sedangkan baik prilaku pendudukanya, lantaran setiap bicara selalu bermanfaat, tidak ada korupsi, sejahtera dan hidup rukun.

Menuju Aceh Singkil, emas tentu butuh persiapan dan skenario yang berjalan setiap tahunnya. Tentu dengan fokus menggarap tiga potensi unggulan yang ada yaitu perkebunan kelapa sawit, perikanan tangkap dan pariwisata.

Skenario tersebut dapat disusun dalam blueprint (cetak biru) yang menyusun kerangka kerja terperinci sebagai landasan pembuatan kebijakan.

Meliputi penetapan tujuan, sasaran, penyusunan strategi, pelaksanaan program serta fokus pada implementasi yang harus dilaksanakan. 

Blueprint yang disusun tentu berkaca dari kelemahan masa kini untuk dilakukan perbaikan.  


 Penulis yakin, saat Aceh Singkil dipimpin Penjabat (Pj) Bupati, Marthunis, ST, D.E.A yang lama berkarir di Bappeda Aceh, cetak biru menuju Aceh Singkil emas bisa tersusun dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). 

Selain menyusun blueprint, langkah berikutnya menuju Aceh Singkil emas adalah menciptakan sitem kerja yang wajib ditaati setiap aparatur pemerimtahan. 

Jika sistem itu terbentuk, siapapun yang menjadi bupati Aceh Singkil pada 25 tahun ke depan tidak meleset dari skenario menuju Aceh Singkil emas tahun 2049. Semoga!. (*)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved