Video

VIDEO Saling Rebut Suara Erdogan dan Kilicdaroglu, Turki di Simpang Pertarungan

Dari tiga kandidat presiden tersebut, yang terkuat adalah Erdogan dan Kilicdaroglu karena didukung oleh partai-partai politik besar.

SERAMBINEWS.COM - Negara Turki terkhusus rakyatnya pada Minggu (14/5/2023) kembali memberikan hak suara mereka untuk menentukan pemimpin dan anggota parlemen Turki mendatang. Pemilu presiden dan parlemen digelar serempak pada hari Minggu.

Diketahui sekitar 64 juta dari 85 juta jiwa keseluruhan penduduk Turki yang memiliki hak suara. Meskipun pemilu parlemen dan presiden digelar serempak, sorotan publik Turki maupun masyarakat internasional lebih tercurahkan kepada pemilu presiden.

Tiga kandidat presiden yang bertarung adalah petahana Recep Tayyip Erdogan, kandidat Koalisi Kerakyatan; Kemal Kilicdaroglu dari Koalisi Keumatan; dan Sinan Ogan yang didukung Koalisi Leluhur (ATA).

Dari tiga kandidat presiden tersebut, yang terkuat adalah Erdogan dan Kilicdaroglu karena didukung oleh partai-partai politik besar. Di belakang Erdogan ada AKP dan MHP. Adapun Kilicdaroglu didukung CHP dan IYI. DEVA dan GP yang turut mendukung Kilicdaroglu adalah dua partai yang potensial dan bisa memecah suara kubu Islamis di Turki. DEVA dab GP adalah pecahan dari AKP.

Figur Erdogan sangat populer dan hegemonik khususnya di Turki, bahkan di kancah internasional. Ia tampil sebagai penguasa terlama dalam sejarah republik Turki modern, yakni berkuasa sejak tahun 2002 atau sudah 21 tahun. Lebih lama daripada Mustafa Kemal Ataturk, pendiri Turki modern, yang berkuasa 15 tahun (1923-1938).

Dampak antara memilih Erdogan atau Kilicdaroglu sesungguhnya tidak sederhana atau hanya sekadar mengganti figur pemimpin, tetapi akan menentukan model sistem pemerintahan Turki mendatang dan juga sistem ekonomi yang akan diterapkan. Rakyat Turki sudah memaklumi, Kilicdaroglu adalah antitesis dari Erdogan.

Kilicdaroglu dalam program kampanye pemilunya menegaskan akan kembali mengubah sistem pemerintahan Turki dari presidensial ke parlementer. Adalah Erdogan yang mengubah dari sistem parlementer ke sistem presidensial melalui referendum rakyat tahun 2017.

Erdogan tentu ingin menangkis kritik kubu oposisi yang menuduh Turki pada era Erdogan cenderung terkucil dari pergaulan internasional. Kubu Erdogan bahkan mengklaim bahwa tujuan upaya melakukan normalisasi hubungan dengan Suriah adalah dalam upaya memulangkan pengungsi Suriah di Turki yang mencapai jumlah lebih dari 3 juta pengungsi.(*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved