Berita Viral

Anak Tidak Diterima Sekolah, Ayah Duga Ada Kecurangan PPDB Zonasi:Aku Ukur Jarak Rumah Pakai Meteran

Selain putranya, Ayip juga heran karena tidak menemukan siswa yang diterima di sekolah itu dengan jarak rumah kurang dari 100 meter.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
KOLASE SERAMBINEWS.COM/Instagram
Anak Tidak Diterima Sekolah, Ayah Duga Ada Kecurangan PPDB Zonasi: Aku Ukur Jarak Rumah Pakai Meteran 

Anak Tidak Diterima Sekolah, Ayah Duga Ada Kecurangan PPDB Zonasi: Aku Ukur Jarak Rumah Pakai Meteran

SERAMBINEWS.COM, TANGGERANG – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang berdomisili sesuai wilayah zonasi telah menimbulkan berbagai masalah dan kecurigaan para orang tua murid.

Banyak para orang tua yang mengindikasikan PPDB zonasi telah menimbulkan adanya kecurangan yang terjadi.

Seperti yang dialami calon murid di Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Banten.

Ia yang berdomisili di dekat SMA N 5 Kota Tanggerang dinyatakan tidak lulus pada sekolah itu dalam PPDB Zonasi.

Sang ayah pun heran dengan sistem ini dan menduga ada yang tidak beres dalam seleksi ini.

Oleh sebab itu, ia akhirnya mencoba melakukan pengukuran manual, meteran, untuk membuktikan kebenaran.

Setelah melakukan pengukuran dan pencarian, timbul kecurigaan adanya kecurangan.

Baca juga: VIRAL Sekolah di Banyumas Terima Biaya Pendaftaran dengan Hasil Bumi: Orang tua Bawa Hasil Kebun

Aksi pria yang diduga ayah dari calon murid yang tida lulus di sekolah itu, pun viral usai diunggah oleh banyak akun sosial media.

Diwartakan TribunJabar pada Kamis (13/7/2023), aksi tersebut dilakukan orangtua siswa bernama Ayip Amir.

Ayip melakukan aksi tersebut lantaran kecewa karena PPDB zonasi, putranya tak diterima di sekolah tersebut.

Diketahui, putranya itu mendaftar ke SMA N 5 Kota Tangerang.

Selain putranya, Ayip juga heran karena tidak menemukan siswa yang diterima di sekolah itu dengan jarak rumah kurang dari 100 meter.

Video orang tua siswa mengukur jarak ke sekolah itu, viral seperti yang dibagikan akun Instagram @undercover.id.

Baca juga: Ganjar Bebastugaskan Kepala Sekolah yang Tarik Pungli ke Siswa

Dalam keterangan disebutkan, Ayip mengukur jarak terdekat dari pemukiman warga ke SMAN 5 Kota Tangerang secara manual menggunakan meteran.

Ayip sendiri didampingi putranya untuk mencari peserta yang dipastikan diterima di SMA N 5 Kota Tangerang yang hanya berjarak kurang dari 100 meter.

Namun, ia heran karena tak menemukan siswa yang bermukim di kawasan tersebut diterima di SMA N 5 Kota Tangerang.

“Kami sengaja membawa meteran, biar puas sekalian kita cari itu nama siswa yang tertera dari 59 meter hingga 100 meter,”

“dan hasilnya nihil tidak ada satupun nama siswa didekat dekat sekolah itu,” ujar Ayip Amir, dikutip Kamis (13/7/2023).

Dalam video yang beredar, Ayip terlihat membawa meteran mengukur jarak dari sekolah ke salah satu rumah siswa.

Ayip mengatakan heran karena tak ada siswa yang terdekat tertera yang mendaftar ke SMA N 5 Kota Tangerang tersebut.

Ia juga mengaku telah menelusuri beberapa siswa yang diterima dengan jarak terdekat.

Namun, ia tak menemukan hasil karena jaraknya yang justru lebih jauh.

“Gak ketemu siswanya di depan tadi, gak ada yang daftar di SMA, makannya bingung ini, kacau,” ujarnya.

“Posisi siswa yang didepan kita cek nama Sab*** tidak ada, adanya kata ketua RW kemungkinan ada di belakang, tapi kan itu lebih jauh lagi jaraknya dari SMA,”

“Makannya itu posisinya SMA 5 ngukur jaraknya gimana zonasinya,” ujar Ayip Amir heran.

Kini, video aksi orangtua siswa mengukur jarak ke sekolah itu menyita perhatian warganet.

Tak sedikit warganet yang memberikan komentar beragam soal PPDB jalur zonasi yang dinilai kontroversi.

Sejumlah warganet pun curiga banyaknya kecuringan dalam sistem zonasi tersebut.

Ada juga warganet yang menyarankan agar pemerintah kembali memberlakukan sistem nilai.

“Orangtua yang melakukan kecurangan dan sekolah ikut juga menerima kecurangan, kasian anaknya pak, dia sekolah udah gak halal, ilmunya gak berkah. Sekolah dimanapun sama bagusnya, cuma gara-gara gak di sma favorit jadi berlaku curang”

“Masih mending lewat Nem atau nilai murni UN. Terbukti kualitasnya di sekolah. Banyak sekolah favorit yang dari dulu terkenal ketat persaingannya, setelah adanya zonasi jadi menurun kualitas anak didiknya.Ini dirasakan semua guru. Namun apapun itu semoga ada jalan keluar yang bisa menjadi solusi saat ini. Semoga pendidikan Indonesia secepatnya menjadi lebih baik lagi,”

“Luar biasa perjuangan orang tua untuk menyekolahkan anaknya.. Semangat Bapak-bapak..”

“Lah emang ga ada sosialisasi penghitungan jarak itu ditarik secara garis lurus? Gunanya google maps apa dong”

“PPDB Zonasi jadi ajang jual beli bro, banyak kasusnya di daerah gue dari tahun lalu,” tulis beragam komentar warganet.

 

KASUS LAINNYA – Calistung Tidak Boleh Jadi Syarat Masuk Sekolah Dasar

Balai Pengkajian Mutu Pendidikan (BPMP) Aceh menggelar rapat koordinasi program transisi PAUD-SD menjelang tahun ajaran baru di Banda Aceh, Rabu (12/7/2023).

Selain rakor, dalam kegiatan tersebut juga dilakukan penandatanganan oleh perwakilan Bunda PAUD dari 23 kabupaten/kota di Aceh.  

Kepala BPMP Aceh, Dr Muhammad Anis, mengatakan, rakor tersebut merupakan salah satu program pusat untuk memastikan transisi anak-anak PAUD ke SD itu dapat berjalan dengan maksimal.

“Hal ini melalui target-target yang sudah diterapkan oleh pusat. Ada tiga target yakni, tidak ada tes calistung di tingkat SD, 

menerapkan masa perkenalan bagi peserta didik baru selama dua minggu pertama, dan menerapkan pembelajaran yang dapat membangun fondasi anak,” kata Anis.

Hal serupa juga ditambahkan oleh Kapokja Inovasi dan Transformasi Pembelajaran, BPMP Aceh, T Makmun Saputra.

Ia mengatakan, sekolah juga harus mendesain pembelajaran yang dapat menbangun titik kembang fondasi anak.

Pasalnya, calistung ini tidak boleh menjadi satu syarat untuk masuk SD. 

Hal tu juga sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan,

dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru,  

dijelaskan bahwa penerimaan peserta didik baru pada SD tidak menerapkan tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lainnya. 

“Karena kalau sekolah mem-filter siswa untuk masuk SD dengan tes baca tulis tadi, tentu akan ada perbedaan. Sebab PAUD bukan fase dimana anak-anak harus bisa membaca dan berhitung,” ungkapnya.

Sementara itu, Bunda Paud Aceh, Ayu Marzuki dalam sambutannya mengatakan, Pendidikan Anak Usai Dini (PAUD) merupakan fondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Karena itu kata dia, salah satu upaya yang dilakukan oleh para Bunda PAUD di setiap daerah adalah mendukung pemerintah dalam mencerdaskan bangsa dengan melakukan intervensi berbagai kebijakan, baik di tingkat daerah maupun satuan pendidikan. 

“Intervensi  ini adalah dengan memperkuat kebijakan PAUD yang berpusat pada anak-anak. Karena PAUD ini merupakan pendidikan mendasar dan strategis dalam pembangunan SDM,” kata Ayu.

Karena hal itu ia mengimbau, agar seluruh kabupaten/kota mengedarkan surat edaran tersebut. 

Hal itu dilakukan agar penerapan dan penguatan program transisi PAUD/RA ke SD/MI yang menyenangkan, pelaksanaannya sesuai dengan target pemerintah pusat. 

"Menghilangkan calistung dari proses penerimaan peserta didik baru di SD.  Sehingga capaian yang diinginkan terhadap perkembangan anak dapat terealisasi dengan baik,” pungkasnya. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved