QRIS Kena Tarif 0,3 Persen dan Tak Lagi Gratis, Pedagang Dilarang Bebankan Biaya ke Pembeli

"Saat ini masih 0 persen, katanya yang kena yang menegah dulu, restoran, kalau yang mikro kaya kami ini belum kena," ujar dia saat ditemui Sabtu (15/7

Editor: Faisal Zamzami
DOK. DOKU
Ilustrasi pembayaran menggunakan QRIS. 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menetapkan besaran Merchant Discount Rate (MDR) QR Code Indonesia Standard (QRIS) sebesar 0,3 persen bagi usaha mikro mulai 1 Juli 2023.

Namun demikian, pedagang dilarang membebankan biaya tersebut kepada pembeli.

Salah satu pedagang di pujasera Gelora Bung Karno Jakarta bernama Andre mengatakan, saat ini belum dibebankan tarif MDR seperti yang ditetapkan BI.

Hal ini lantaran pihaknya masih mendapat kelonggaran dari penerbit QRIS yang digunakan.

"Saat ini masih 0 persen, katanya yang kena yang menegah dulu, restoran, kalau yang mikro kaya kami ini belum kena," ujar dia saat ditemui Sabtu (15/7/2023).

Meskipun belum terkena potongan, ia mengaku keberatan dengan kebijakan tersebut. 

Menurut dia, berdasarkan nominal yang dibayarkan per transaksi, nantinya akan ada pemotongan sekitar Rp 300.

"Jadinya tetap tidak full terimanya, kalau resto kan bisa pakai pajak, kami tidak," imbuh dia.

Di sisi lain, ia menampik adanya tambahan biaya yang dikenakan saat menarik uang hasil QRIS di bank. Hanya saya ia mengeluhkan layanan ATM yang sering galat ketika digunakan untuk menarik uang.

"Kalau saya ya mending cash saja, atau bayar pakai emas batangan juga boleh," kelakar dia.

Pedagang lain di tempat yang sama bernama Arif juga mengamini belum adanya pemotongan MDR sebesar 0,3 persen seperti yang ditetapkan pemerintah.

"Sekarang sih belum sepertinya, tapi tidak tahun nanti, ya mungkin pasti dipotong karena itu kan layanan," ungkap dia.

Baca juga: Mudah Tanpa Perlu Tatap Muka, Bagaimana Hukum Bayar Zakat Fitrah Pakai QRIS?


Ia menyebutkan, layanan QRIS memang menjadi primadona urusan pembayaran di gerainya. Sudah lebih dari setengah pembelinya menggunakan layanan QRIS untuk bertransaksi.

"Saking seringnya pakai QRIS, malah kadang pada tanya bisa bayar cash atau tidak," imbuh dia.

Namun ia mengaku, drinya masih lebih nyaman pembayaran dengan menggunakan tunai. "Kalau saya enaknya cash, jadi keliatan uangnya," ucap dia.

Pedagang lainnya Titis, salah satu pedagang rujak buah di Tebet, Jakarta Selatan mengatakan, tidak membebankan biaya tambahan kepada pembeli yang menggunakan QRIS.

Ia mengatakan, pembeli melakukan pembayaran melalui QRIS dan uang tunai tidak berbeda.

"Saya lihat di media sosial ada kenaikan tarif QRIS tapi kita enggak ada biaya tambahan ke pembeli, sama saja. Kita yang nanggung potongan biayanya," kata Titis kepada Kompas.com, Jumat (14/7/2023).

Menurut Titis, potongan biaya tersebut tidak terlalu berpengaruh pada pendapatannya. Sebab, kata dia, pembeli masih suka membayar menggunakan uang tunai.

"Enggak berpengaruh ya, karena pembeli kadang bayar pakai uang tunai, kadang pakai QRIS," ujarnya.

Berbeda dengan Titis, penjual gorengan di Tebet, Jakarta Selatan bernama Deril mengaku belum mengetahui tarif QRIS bagi usaha mikro.

Namun, ia mengatakan, potongan biaya administrasi biasanya berlaku saat berjualan secara online di platform lain seperti GoFood dan GrabFood.

"Kata orang-orang sih naik ya (tarif QRIS), saya engga tau detailnya. Tapi kalau di GoFood biasanya ada potongan biaya," kata Deril kepada Kompas.com, Jumat.

Meski demikian, Deril mengatakan, pihaknya tak akan membebani biaya tambahan kepada pembeli dengan kenaikan tarif QRIS sebesar 0,3 persen tersebut.

Ia juga mengatakan, pembeli lebih sering menggunakan uang tunai saat melakukan pembayaran.

"Kalau besar 0,3 persen, paling berapa, Rp 300. Enggak berasa juga. Di sini yang beli masih banyak pakai cash," kata Deril.

 

Baca juga: Tukar Barcode QRIS di Kotak Amal Sejumlah Masjid, Iman Mahlil Lubis Raup Rp 13 Juta Seminggu

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, tarif QRIS 0,3 persen diberlakukan untuk menjaga keberlanjutan penyelenggara transaksi pembayaran, khususnya untuk menutup biaya yang timbul.

Selain itu, kebijakan tersebut dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan, baik kepada pedagang maupun pengguna.

"Biaya MDR, terutama dengan besaran yang dikenakan kepada pedagang usaha mikro," jelas Erwin.

"Lebih dimaksudkan untuk mengganti investasi dan biaya operasional yang telah dikeluarkan oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam penyelenggaraan transaksi QRIS," tambahnya.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, ada potensi kemunduran berupa kembali menggunakan uang tunai setelah kebijakan tarif 0,3 persen.

"Betul ada risiko itu," kata dia.

Bhima memaparkan, saat ini setidaknya ada 25,4 juta usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang menggunakan QRIS. Angka tersebut sekitar 40 persen dari total 65 juta unit UMKM yang tercatat oleh pemerintah.

Dengan demikian, menurut Bhima, baik pelaku UMKM maupun konsumen sudah cukup nyaman bertransaksi menggunakan QRIS.

"Hadirnya MDR 0,3 persen ke pelaku usaha maka dampaknya tentu cenderung negatif," ujarnya.

Baca juga: NasDem Ungkap Alasan Tak Undang Jokowi ke Apel Siaga Perubahan: Ada Konsolidasi Internal Partai

Baca juga: Anas Urbaningrum Tegaskan Tak Takut Dikriminalisasi Lagi: Kezaliman Hanya Terjadi Pada Era Dahulu

Baca juga: Duel Maut Dua Remaja di Banyumas, Seorang Tewas Terkena Sabetan Celurit di Bagian Dada

Sudah tayang di Kompas.com: QRIS Kena Tarif 0,3 Persen, Pedagang: Mending Bayar Pakai Emas Batangan...

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved