Berita Viral
Kisah Mbah Tun Menang Melawan BPN dan Bank, Berawal dari Cap Jempol hingga Sertifikat Tanah Dilelang
Terbaru, kasus Mbah Tun menemui titik terang perihal permohonanan kasasi KPKNL ditolak dan dimenangkan kembali olehnya.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
Kisah Mbah Tun Menang Melawan BPN dan Bank, Berawal dari Cap Jempol hingga Sertifikat Tanah Dilelang
SERAMBINEWS.COM, DEMAK – Mbah Tun atau Sumiyantun (68), kini sudah bisa bernafas lega setelah melewati perjuangan yang melelahkan.
Tanah sawah miliknya yang selama ini menjadi penyambung hidup Mbah Tun telah kembali.
Mbah Tun, warga Desa Balerejo RT 5 RW 2 Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah ini merupakan korban penipuan.
Ia mengabiskan 13 tahun lamanya berjibaku di ruang sidang untuk memperjuangan tanah miliknya yang dilelang oleh bank.

Penipu Mbah Tun bernama Mustofa, yang sampai sekarang masih belum diketahui keberadaanya dan menjadi buron.
Mustofa merupakan petugas kesehatan, yang membuka klinik kesehatan di daerahnya.
Berdasarkan penelusuran juga, kasus ini sudah pernah dilaporkan ke polisi dengan nomor LP/424/XII/2010/ Jateng Res Demak, tertanggal 24 Desember 2010.
Polres Demak sudah menetapkan Mustofa dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Mustofa dalam aksinya awalnya meminjam sertifikan sawah milik Mbah Tun seluas 8.250 meter persegi pada 2010 atau 13 tahun yang lalu.
Dirinya lantas meminta cap jempol Mbah Tun.
Mbah Tun yang buta huruf membuatnya manut saja dengan apa yang diperintahkan Mustofa.
Alhasil Mustofa bisa membalik nama sertifikat tanah Mbah Tun menjadi miliknya.
Mustofa kemudian menggadaikan sertifikat tanah tersebut ke sebuah bank.
Setelah itu Mustofa justru tak membayar angsuran pinjaman tersebut.
Bank pun kemudian melakukan lelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
Lelang pun berhasil, dan berubah nama pemegang sertifikat menjadi pemenang lelang, yaitu Dedy Setyawan Haryanto.
Atas perkara ini, Koalisi Advokat Peduli Mbah Tun dari Unit Bantuan Hukum PERADI RBA, LBH Demak Raya dan BKBH FH Unisbank melayangkan 2 (dua) gugatan sekaligus.
Pertama gugatan perdata perbuatan melawan hukum proses lelang ke Pengadilan Negeri Demak, dan kedua gugatan pembatalan sertifikat pemenang lelang di PTUN Semarang.
Di Pengadilan PTUN, pada tingkat pertama, Mbah Tun mengajukan gugatan melawan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Demak ke PTUN Semarang dengan nomor perkara 23/G/2020/PTUN.SMG dan dikabulkan majelis hakim.
Sayangnya pada putusan tingkat banding, Mbah Tun menelan pil pahit karena perkara ganti dimenangkan BPN Demak.
Namun pada tahun 2021 pada tingkat kasasi Mahkamah Agung, permohonan kasasi Mbah Tun dimenangkannya.
Terbaru, kasus Mbah Tun menemui titik terang perihal permohonanan kasasi KPKNL ditolak dan dimenangkan kembali olehnya.
Mbah Tun sempat terancam kehilangan sawah miliknya sebagai satu-satunya sumber penghidupan.
Melalui putusan Mahkamah Agung No.1185/K/PDT/2003 yang telah dikirimkan ke Pengadilan Negeri Demak pada (23/06/2023) telah menegaskan jika proses lelang oleh Bank Danamon melalui KPKNL adalah perbuatan melawan hukum.
Demikian disampaikan oleh Sukarman, Koordinator Koalisi Advokat Peduli Mbah Tun dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/8/2023), dikutip dari TribunSolo.
Karman sapaan akrabnya membeberkan, surat kuasa eksekusi sedang pihaknya persiapkan.
Berbekal surat tersebut, kata Karman, pihaknya akan mendatangi kantor BPN Demak untuk mencoret sertifikat pemenang lelang.
"Dalam waktu dekat kami akan datangi BPN Demak bersama keluarga Mbah Tun agar BPN Demak segera melaksanakan perintah pengadilan untuk mencoret sertifikat pemenang lelang dan mengembalikan sertifikat menjadi milik Mbah Tun," kata Karman.
Hal senada juga disampaikan oleh kuasa hukum lainnya sekaligus ketua DPC PERADI RBA, Broto Hartono.
Ia mengatakan, perjuangan Mbah Tun memang panjang dan melelahkan.
Broto menyampaikan bahwa permasalahan tersebut sudah sejak tahun 2010 atau kurang lebih 13 tahun lamanya berjibaku di ruang pengadilan.
"Alhamdulilah gugatan perdata dan gugatan PTUN semuanya dimenangkannya dan sudah inkracht, sehingga tinggal meminta BPN Demak untuk melaksanakan isi putusan," ucap Broto.
Komentar serupa disampaikan oleh kuasa hukum lainnya Misbakhul Munir, yang sejak awal mendampingi Mbah Tun.
"Bukan lagi sebagai klien, saya sudah menanggap seperti ibu karena interaksi yang begitu lama dengan Mbah Tun,”
“Lega dan tak ada beban akhirnya keadilan didudukkan pada posisinya di ruang pengadilan," tutur Munir.
Awal Mula Kejadian hingga Mbah Tun Trauma dengan Kedatangan Pria Bersepatu
Diberitakan Kompas.com pada 13 Februari 2020, Mbah Tun atau Sumiyatun (68) menerima kedatangan kami dengan tubuh menggigil. Pandangannya nanar ketakutan.
Tak lama, muncul anak dan menantu nenek bertubuh kurus itu.
Badan Sumiyatun yang akrab disapa Mbah Tun ini pun mulai tenang, gemetar pun berkurang.
Endang, menantu Mbah Tun, menjelaskan mertuanya memang trauma setelah ada penipuan yang menimpa keluarga.
"Ceritane niku sawahe Mbahe ajeng disita, padahal boten nate sade utawi sertifikat diagem utang, lha ngerti ngerti kok angsal surat sawahe Mbahe ajeng dilelang,”
“(Ceritanya, sawah milik Mbah Tun mau disita, padahal tidak pernah dijual atau terlibat hutang, lha tahu tahu kok dapat surat kalau sawahnya mau dilelang)," tutur Endang, kepada Kompas.com. Kamis (13/2/2020) siang.
Kasus penipuan yang menimpa janda tua ini berawal dari oknum petugas kesehatan Mustofa, yang membuka klinik kesehatan di daerahnya.
Oleh si oknum, Mbah Tun ditawari mendapat bantuan ternak.
Disaksikan oleh anak dan menantunya, Mustofa meminjam sertifikat sawah hak milik Sumiyatun seluas 8250 meter persegi dengan janji akan segera dikembalikan.
Empat hari kemudian, Mbah Tun didatangi tiga orang yakni Mustofa dan dua orang mengaku staf notaris.
Tanpa memberi penjelasan apapun Mbah Tun dan suaminya disuruh membubuhkan cap jempol di dokumen yang mereka bawa.
Suwardi, suami Sumiyatun, yang saat itu tengah sakit keras hanya mengikuti arahan dari tiga orang tersebut.
Mereka berpikir mungkin cap jempol itu sebagai salah satu proses pemberian bantuan pakan ternak.
Setelah kejadian tersebut, keluarga Mbah Tun pun sabar menunggu bantuan pakan ternak.
Tak disangka, bukan uluran dana atau pakan ternak yang datang tetapi malah muncul sepucuk surat lelang sawah pusaka turun temurun milik Mbah Tun.
Intinya sawah tersebut sudah berpindah tangan tak lagi menjadi hak milik Sumiyatun.
Peristiwa pada 2010 tersebut serasa petir yang menyambar di siang bolong.
Semenjak itu hidup Mbah Tun tak lagi tenang. Ia dan keluarganya bertekad untuk mempertahankan hak mereka.
Atas usul dari saudara dan tetangga, Mbah Tun pun mencari keadilan.
Ia didampingi tim pengacara menuntut keadilan mulai dari Pengadilan Negeri Demak hingga Mahkamah Agung.
Kasus sengketa sawah ini mencuat kembali ketika pihak pemenang lelang melayangkan permohonan sita terhadap objek sawah kepada Pengadilan Negeri Demak pada 31 Desember 2019.
Pemenang lelang merasa sawah tersebut menjadi haknya karena sudah menyelesaikan kewajibannya berkaitan dengan prosedur pelelangan.
Mbah Tun tetap berpegang teguh pada pendiriannya untuk mempertahankan haknya sampai titik darah penghabisan.
"Kula teng pengadilan pun ping pinten pinten, Mbah Kakunge gerah kula tinggal teng griya. Mangkat esuk umun umun wangsul sampun sirup. Ngaten terus dugi Mbah Kakunge sedam”
(Saya sering datang ke pengadilan menghadiri persidangan. Mbah Kakung (suaminya) sakit parah terpaksa saya tinggalkan di rumah. Seperti itu terus hingga suami meninggal)," ungkap Mbah Tun lirih.
Ia hanya menyesali dirinya dan suami yang tak bisa membaca sehingga menjadi korban keserakahan tetangga.
"Misale sawah niku dipek tiyang, kula maeme pripun? Namung niku garapane kula. Kula ajeng tilem teng galengan upami sawahe ajeng disita,”
“(Seandainya sawah tersebut disita, bagaimana saya mencari makan? Hanya itu satu satunya lahan garapan saya. Saya akan tidur di pematang sawah tersebut jika jadi disita)," ujar Mbah Tun.
Isnaini Salim (38) tokoh masyarakat Desa Balerejo, Kecamatan Dempet, Kabupaten Demak, Jateng yang mendampingi saat Kompas.com menyambangi kediaman Mbah Tun mengiyakan apa yang dialami oleh tetangganya tersebut.
Baca juga: Belum Genap Sebulan Menikah, Ini Alasan Ibu Kevin Minta Anaknya Ceraikan Mariana
Kini Mbah Tun hidup dalam trauma terutama ketika ada tamu bersepatu.
Setiap kali di rumah sendiri dan ada orang bersepatu, nenek itu langsung lari ketakutan dan bersembunyi di balik lemari atau di kolong tempat tidur.
"Kalau ada yang mendampingi begini baru mau menemui tamu, lebih-lebih kalau tamunya orang asing bersepatu dan bermobil," tutur Isnaini
Isnaini juga mengakui mengenal Mustofa , oknum petugas kesehatan yang menipu Sumiyatun.
Menurutnya, masyarakat sekitar memang banyak yang menjadi korban penipuan dia.
Hanya saja bentuknya berupa uang dan tidak ada yang sedalam kasus Sumiyatun ini. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)
berita viral
Mbah Tun
Sumiyantun
BPN
Bank
cap jempol
Sertifikat Tanah
Lelang
Mahkamah Agung
Demak
pengadilan
PTUN Semarang
penipuan
Serambi Indonesia
Serambinews
Dalang Jual Beli Bayi Internasional Ditangkap! Ini Jejak Lie Siu Luan dari Bandung ke Singapura |
![]() |
---|
Viral Polisi Minta SIM Jakarta Saat Berhentikan Mobil di Tol JORR, Dirlantas: Petugas Salah Ngomong |
![]() |
---|
Erika Carlina Ngaku Hamil 9 Bulan, Daftar Mantan Langsung Disorot Netizen! Ada Atlet hingga Musisi |
![]() |
---|
Profil Andy Byron, CEO yang Tertangkap Kiss Cam Selingkuh di Konser Coldplay, Ini Sosoknya |
![]() |
---|
Arti Trend S Line Garis Merah di Atas Kepala yang Lagi Viral di Media Sosial, Ini Asal-Usulnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.