Berita Aceh Timur

Kepada Wali Nanggroe, Nelayan Aceh Timur Keluhkan Besaran Retribusi Hasil Tangkapan Ditetapkan KKP

Para nelayan di Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur menyampaikan keluhan mereka terkait berbagai kendala yang dihadapi dalam melaksanakan aktivitas melau

Penulis: Imran Thayib | Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
Wali Nanggroe Malik Mahmud Al Haytar saat berbincang dengan Panglima Laot setempat 

SERAMBINEWS.COM, IDI – Para nelayan di Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur menyampaikan keluhan mereka terkait berbagai kendala yang dihadapi dalam melaksanakan aktivitas melaut.

Keluhan itu sampaikan pada kunjungan kerja Wali Nanggroe ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kuala Idi, Sabtu 19 Agustus 2022.

Kabag Humas dan Kerjasama Wali Nanggroe, M. Nasir Syamaun MPA dalam keterangannya menyampaikan, salah satu keluhan yang disampaikan adalah terkait, besaran Pajak Negara Bukan Penghasilan (PNB) yang ditetapkan melalui Surat Edaran (SE) terbaru dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP RI).

Pada pertemuaN langsung dengan Wali Nanggroe, Panglima Laot Lhok Kuala Idi, H. Husaini menjelaskan poin-poin keberaatan mereka terhadap SE tersebut.

“Dalam SE itu disebutkan, setiap kapal yang melaut di atas 12 mil, wajib bermigrasi ke pusat. Sedangkan kita di Aceh diberikan kewenangan untuk beroperasi dengan kapal yang berkapasitas GT60,” kata Husaini.

Baca juga: Wali Nanggroe dan KPA Minta Bantu ke Jusuf Kalla, Terkait Butir-butir MoU yang Belum Terealisasi

Karena itu, jika ada larangan melaut di atas 12 mil, kewenangan Aceh yang membolehkan nelayan melaut dengan kapal GT60 dianggap percuma.

Kemudian, tambah Husaini, Pemerintah Pusat melalui SE itu juga menetapkan besaran PNBP atau retribusi yang sangat memberatkan.

Yaitu lima persen untuk setiap trip bagi kapal GT60, dan 10 persen untuk setiap trip bagi kapal di atas GT60.

“Ini sangat memberatkan bagi nelayan. Belum lagi harga acuan yang ditetapkan yang ditetapkan untuk setiap kilogram hasil tangkapan bukanlah harga acuan Aceh, tapi harga acuan Sumatera,” kata Husaini.

Terkait persoalan itu, beberapa waktu lalu para tokoh dan pemilik kapal di Aceh Timur sudah duduk berembuk.

Baca juga: Pemerintah Jokowi Berencana Tambah Utang Rp 648 Triliun pada Tahun 2024

Jika SE tersebut terus diberlakukan, sangat besar kemungkinan satu persatu kapal pencari ikan di kabupaten itu akan berhenti beroperasi.

Memang saat ini beberapa pemiliki kapal telah menandatangani formulir migrasi yang keluarkan oleh KKP setempat.

Namun, masih ada banyak pemilik kapal yang belum menandatangani formulir yang diajukan saat kapal bergerak menuju wilayah tangkapan di laut.

Akibatnya, beberapa minggu lalu, sebanyak lima kapal nelayan ditangkap dan dicabut dokumennya. Kapal-kapal yang ditangkap itu di bawa ke Belawan, Sumatera Utara.

Baca juga: Duduk di Trotoar, Pj Gubernur Aceh Saksikan Pawai Karnaval HUT Ke-78 RI Bersama Ribuan Warga

“Pada prinsipnya kami tidak setuju, tapi karena kami sudah mengeluarkan banyak operasional untuk kapal melaut, sebagian terpaksa menandatangani persetujuan migrasi itu, yang dikeluarkan oleh KKP di sini.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved