Pangkalan Militer AS di Ladang Minyak & Gas Terbesar Suriah Dihujani Rudal, Dianggap Menjarah Energi

Meningkatnya serangan dan konflik bersenjata ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan regional terkait konflik Palestina-Israel.

Editor: Amirullah
© AFP 2023 / DELIL SOULEIMAN
Fasilitas pengeboran minyak bumi di ladang minyak Al-Omar di timur laut Deir ez-Zor, Suriah. 

SERAMBINEWS.COM - Serangan rudal hujani pangkalan militer AS di Suriah.

Pentagon, departemen pertahanan Amerika Serikat (AS), menyatakan kalau pihaknya melancarkan “serangan pertahanan diri” terhadap dua fasilitas di Suriah timur, Kamis (26/10/2023).

Dua lokasi yang dimaksud AS diduga digunakan oleh Korps Elite Garda Revolusi Islam Iran dan kelompok afiliasinya.

Meningkatnya serangan dan konflik bersenjata ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan regional terkait konflik Palestina-Israel.

Enam rudal dilaporkan menghujani pangkalan militer AS yang terletak di atas ladang minyak Al-Omar di timur laut Deir ez-Zor, Suriah pada Jumat (27/10/2023) pagi.

Serangan tersebut, yang dilaporkan oleh sumber-sumber yang berbicara kepada media Lebanon dan dikuatkan oleh media Irak yang berafiliasi dengan milisi Pasukan Mobilisasi Populer Irak, terjadi kurang dari sehari setelah Pentagon melaporkan serangannya tersebut di Suriah.

Secara terpisah pada Jumat, sumber mengatakan kepada media setempat kalau mereka mendengar ledakan di dalam pangkalan AS di Ladang Gas Conoco – fasilitas gas terbesar Suriah – yang juga terletak di provinsi Deir ez-Zor.

Serangan yang dilaporkan terhadap fasilitas energi yang diduduki AS di Suriah menyusul berita hari Kamis kalau pasukan AS di sekitar Bandara Erbil di Irak utara telah menjadi sasaran menggunakan dua pesawat tak berawak.

Kelompok milisi Perlawanan Islam di Irak mengaku bertanggung jawab atas serangan di Erbil tersebut.

Kelompok yang sama sebelumnya mengaku bertanggung jawab atas gelombang serangan drone dan roket baru-baru ini terhadap pasukan AS di Irak dan Suriah, sehubungan dengan dukungan AS terhadap Tel Aviv di tengah krisis Palestina-Israel.

Satu di antara Pangkalan Militer AS di Irak.
Satu di antara Pangkalan Militer AS di Irak. Serangan terhadap infrastruktur AS di Irak mengalami eskalasi sejak Israel membombardir Gaza dengan dalih memberangus Hamas.


Juru bicara Departemen Pertahanan AS, Pat Ryder pada Kamis mengkonfirmasi kalau serangan terhadap pasukan AS di Erbil telah terjadi.

“Beberapa kerusakan kecil pada infrastruktur” tetapi “tidak ada korban jiwa,” kata Ryder.

Pentagon menganggap “Iran bertanggung jawab” atas milisi yang beroperasi di Irak dan Suriah.

Pada Kamis, Pentagon mencatat kalau pasukan AS dan sekutunya di Irak dan Suriah telah menjadi sasaran setidaknya 16 kali sepanjang bulan ini.

Serangan-serangan tersebut termasuk 13 kali antara tanggal 17 dan 24 Oktober – sepuluh di antaranya di Irak dan tiga di Suriah.

Serangan dilaporkan berasal dari drone dan roket.

Sekitar 19 anggota militer AS dilaporkan menderita “cedera otak traumatis” selama serentetan serangan tersebut.

Lima belas orang tentara AS yang terluka dilaporan bertugas di Pangkalan Garnisun Al Tanf, sebuah pos yang dikuasai AS dan terletak di Suriah dekat perbatasan Irak-Yordania.

Suriah dan sekutu-sekutunya berulang kali menyatakan kalau lokasi itu telah digunakan oleh Pentagon untuk melatih militan teroris yang ingin melakukan serangan untuk menggulingkan pemerintah Suriah.

Para pejabat AS belum mengomentari laporan serangan terhadap pangkalan militer mereka di Al-Omar atau Conoco.

Sebuah pipa gas dekat Conoco dilaporkan menjadi sasaran milisi minggu lalu.

Namun, Komando Pusat AS telah mengkonfirmasi kalau serangan lain sejauh ini menargetkan beberapa lokasi yaitu:

  • Pangkalan Mission Support Site di Eufrat
  • Pangkalan Mission Support Site Green Village di Suriah
  • Pangkalan Mission Support Site Green Village di Bashur
  • dan Pusat Dukungan Diplomatik Bagdad di Irak

Dianggap Menjarah Energi Suriah

AS memiliki sekitar selusin pangkalan militer yang tersebar di timur laut Suriah dan diawaki oleh setidaknya 900 tentara.

Adapun pasukan AS di Irak disebut-sebut bertindak dalam kapasitas 'penasihat' setelah berakhirnya misi tempur di negara itu pada tahun 2021.

Kehadiran pasukan AS di wilayah tersebut berdalih memerangi ISIS, namun tidak pernah pergi setelah ISIS dihancurkan oleh koalisi 'tidak terduga'.

Koalisi dadakan itu terdiri dari milisi dari Suriah, Irak, Rusia, Iran, Hizbullah, pasaukan AS, dan milisi Kurdi Suriah yang bersekutu dengan Washington.

Suriah telah mengecam Amerika Serikat di PBB dan lembaga-lembaga lain atas penjarahan sumber daya energi dan pangan negara itu oleh pasukan Amerika dan sekutu milisinya.

Damaskus memperkirakan kalau hingga 90 persen sumber daya minyak dan gasnya berada di bawah pendudukan AS.

Disebutkan, sektor energi secara keseluruhan menderita kerugian lebih dari $100 miliar akibat penjarahan, pemborosan, vandalisme, dan serangan koalisi AS.

Serangan Membela Diri

Pentagon mengungkapkan pada Kamis (26/10/2023) malam bahwa pasukan AS telah menyerang dua fasilitas di Suriah.

Serangan tersebut, klaim Pentagon, dilakukan “untuk membela diri” sebagai “respons terhadap serangkaian serangan yang sedang berlangsung dan sebagian besar tidak berhasil terhadap pasukan AS di Irak dan Suriah oleh kelompok milisi yang didukung Iran.

Presiden Joe Biden mengatakan pada hari Rabu bahwa dia telah mengirimkan “peringatan” kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei untuk “bersiap” menghadapi pembalasan AS “jika mereka terus bergerak melawan pasukan tersebut.”

Baik Biden maupun Pentagon tidak memberikan bukti apa pun yang menguatkan keterlibatan Iran dalam serangan roket dan drone di Suriah dan Irak.

Diketahui kalau kedua negara adalah rumah bagi milisi pertahanan diri – yang dibentuk pada tahun 2010-an untuk memerangi sejumlah ekstremis, termasuk ISIS dan pejuang yang terkait dengan al-Qaeda.

Iran Ancam AS Jika Diamkan Genosida di Gaza

Iran telah membantu pemerintah Suriah dalam perjuangan anti-terorisnya, dengan mengirim para perwira Pasukan Quds Garda Revolusi Iran (IRGC) untuk membantu melatih dan memberi advis militer ke Pasukan Mobilisasi Populer Irak.

Amerika Serikat lalu membunuh komandan Pasukan Quds, Qasem Soleimani dalam serangan tak beralasan di Bagdad pada Januari 2020.

Saat itu disebutkan Soleimani sedang menjalankan misi perdamaian untuk merundingkan pemulihan hubungan antara Iran dan Arab Saudi.

Rentetan kekerasan terjadi setelah meningkatnya krisis Palestina-Israel yang berasal dari serangan mendadak Hamas ke Israel selatan pada tanggal 7 Oktober.

Balasan Isarel berupa serangan udara, rudal, dan artileri besar-besaran ke Gaza justru makin memicu perluasan konflik di wilayah.

Ketegangan semakin meningkat karena berulang kali serangan Israel ke Suriah, dan serangan terhadap posisi milisi Hizbullah di sepanjang perbatasan Israel-Lebanon.

Provokasi tersebut belum memancing respons serangan terbuka dari Damaskus, Hizbullah, atau Iran.

Teheran malah mengecam tindakan Israel di Gaza dan bergabung dengan negara-negara lain termasuk Rusia, Tiongkok, dan Turki yang menuntut gencatan senjata segera.

Menteri Luar Negeri Iran Amir-Abdollahian memperingatkan pada Kamis kalau para pejabat AS berusaha untuk mencegah eskalasi krisis Palestina-Israel sambil mendukung “genosida” Tel Aviv di Gaza

"Washington “tidak akan terhindar dari serangan” jika eskalasi seperti itu terjadi," ancamnya.

(oln/sptnk/*)

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Serangan Rudal Hujani Pangkalan Militer AS di Ladang Minyak dan Gas Terbesar Suriah

Baca juga: Palestina Serahkan Bukti Kejahatan Perang Israel di Jalur Gaza ke Pengadilan Kriminal Internasional

Baca juga: Israel Coba Kaburkan Jumlah Korban Tewas di Gaza, PBB dan RS Indonesia Nyatakan Data Akurat

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved