Komoditi Ekspor
Pinang Aceh Mulai Diminati Pasar Dunia, Ini Lokasi Penjualan Pinang di Aceh Utara
UD Bina Usaha yang berlamat di Jl Buloh Blang Ara, Desa Krueng Manyang, Kabupaten Aceh Utara ini menerima jual-beli komoditas pinang kering.
SERAMBINEWS.COM, LHOKSUKON - Aceh dikenal dengan wilayah pertanian yang luas berbagai hasil alamnya, mulai dari lada, pala, kopi, sawit, bahkan pinang dengan kualitas ekspor.
Pinang adalah salah satu komoditas besar yang dimiliki di negeri ini. Cukup banyak penghasil biji pinang di Indonesia, pusatnya berada di Pulau Sumatera: Jambi, Aceh, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan dan Sumatera Utara. Saat ini biji pinang pun sudah menjadi komoditi ekspor.
UD Bina Usaha yang berlamat di Jl Buloh Blang Ara, Desa Krueng Manyang, Kabupaten Aceh Utara ini menerima jual-beli komoditas sektor pertanian berupa pinang kering.
Untuk anda yang berdomisili di Aceh atau khusus wilayah Aceh Utara untuk memantau perkembangan Update pergerakan harga pinang kering dan seputar bisnis jual beli pinang dapat menghubungi secara langsung UD. Bina Usaha Jamaluddin (Toke Jamai) 081269160001 Jln. Buloh Blang Ara, Krueng Manyang, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara atau via https://wa.me/6281269160001
UD Bina Usaha Jamaludin atau yang kerap disapa dengan Toke Jamai menerima jual beli pinang kering dalam skala kecil maupun besar kualitas tinggi siap di ekspor ke luar negeri
Toke Jamai mengatakan, Ekspor dari Indonesia pada komoditas pinang diarahkan ke negaranegara Asia selatan seperti Pakistan, Thailand, India, Singapura, Myanmar, Nepal, Viet Nam, Sri Lanka, Bangladesh, dan Malaysia.
Memang tidak sepopuler seperti komoditas eskpor lainnya seperti Kelapa Sawit, Karet, dan lainnya, Pada 2021, nilai ekspor komoditas ini secara nasional mencapai US$ 357 juta.
Provinsi Aceh turut berkontribusi besar, sekitar 40 persen dari nilai ekspor nasional. Nilai yang tidak sedikit tentunya, tapi produksi ini tumbuh progresif setiap tahunnya.
Secara statistik, Indonesia adalah penguasa ekspor pinang secara global, lebih dari 60 persen ekspor pinang dunia berasal dari Indonesia.
Pada sektor ini, Indonesia memainkan peran penting akan kebutuhan pinang global. Namun anjloknya harga pinang membuat petani kebingungan dan bahkan kehilangan mata pencarian.
Tahun lalu pada 2022 harga pinang sempat menyentuh Rp 22.000/kg untuk kategori kualitas pinang tertinggi, sementara hari ini berdasarkan observasi penulis harga pinang anjlok ke harga Rp 8.000-Rp 9.000 untuk kualitas pinang super.
Bahkan banyak petani yang melakukan penamaman ulang kebun pinang mereka dan beralih ke komiditas lain seperti Kelapa Sawit dan Pohon Karet karena harga yang anjlok drastis. Apa penyebabnya? Pinang Indonesia hanya bergantung pada ekspor saja.
Sehingga kebijakan apapun yang terjadi di Negara tujuan Ekspor akan sangat mempengaruhi harga dan juga berpengaruh terhadap kelangsungan bisnis tersebut.
"Mestinya kita olah pinangnya, jangan hanya ekspor biji pinang saja. Karena saat ini seluruh pinang yang diekspor hanya bahan mentah saja, tanpa diolah sedikit pun," kata Jamaluddin.
Komoditas ini sangat bergantung pada bagaimana kebijakan impor di negara tujuan ekspor pinang. India salah satunya, India melakukan larangan kebijakan Impor Pinang untuk melindungi petani lokal mereka.
Kebijakan ini diambil oleh Director General Foreign Trade Ministry of Commerce & Industry Santosh Kumar Sarangi, ia merevisi beberapa kebijakan mengenai Minimum Import Policy (IMP) yang berimbas pada naiknya harga minimum impor. Atas kebijakan ini, komoditas pinang Indonesia menjadi sulit masuk.
Pada konteks ini, posisi petani pinang tentu berada posisi yang rentan, mereka tidak dapat melakukan tawar-menawar terkait harga pinang dipasaran. Petani pinang selalu menjadi objek dari kebijakan harga pinang itu sendiri.
Sejumlah langkah negosiasi dilakukan oleh pihak pemerintah, tetapi negosiasi bersifat tidak mengakar dan bersifat sementara.
Pihak pemerintah ingin melakukan lobi ke negara tujuan ekspor untuk menurunkan harga bea masuk agar komoditas Indonesia dapat kembali diekspor.
Bagaimana jika kebijakan itu tidak akan berpengaruh secara keberlanjutan? Tentu permasalahan ini ibarat memotong rumput, yang kemudian hari dapat bertumbuh lagi, perlu suatu aksi dan solusi yang memiliki pendekatan mencabut akar rumput agar persoalan selesai.
Tidak segampang itu memang, tapi pemerintah memiliki berbagai akses untuk menelisik nya lebih jauh, untuk menyelamatkan petani pinang dan komoditas bisnis pinang.
Diperlukan kolaborasi berbagai stakeholder untuk menuntaskan permasalahan ini, yang nantinya juga akan berefek pada meningkatkan perekonomian masyrakat khusunya di sektor bisnis pinang.
Pinang, Komoditas Lokal yang Berpotensi Besar
Pohon pinang merupakan salah satu jenis tumbuhan memiliki banyak kegunaan dan jadi peluang usaha menggiurkan jika di budidaya.
Pengusaha bisnis pinang, Jamaludin, salah pelakuĀ bisnis sektor pertanian seorang petani di Kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara, mengatakan menanam pohon pinang merupakan usaha yang menggiurkan dan sangat menjanjikan.
Disamping dapat mendatangkan rupiah dari buahnya. Batang beserta daunnya juga bisa dijual untuk kebutuhan bahan baku nelayan untuk menangkap ikan. "Biasanya nelayan membeli daun pinang itu untuk kebutuhan membuat rumah ikan (rumpon) agar bisa menambah hasil tangkapan mereka di laut," katanya.
Menurut dia, untuk satu pelepah daun pinang, biasanya nelayan membeli pada masyarakat dengan harga seribu rupiah per satu pelepah.
Bayangkan saja jika kita memiliki 500 batang pohon pinang di kebun lalu setiap pohon kita ambil tiga pelepah daun untuk dijual. Lumayan juga hasilnya," katanya.
Petani itu mengaku empat tahun lalu dirinya ada menanam 500 bibit pohon pinang di kebun miliknya di kawasan Aceh Utara.
Semua tanaman yang ditanam tersebut kini sudah memasuki masa panen dengan tingkat produksi masih rendah lantaran masih tanamannya masih berusia muda.
Ia mengatakan waktu panen buah pinang itu dilakukan sebulan sekali dengan hasil diperoleh mencapai dua hingga tiga karung isi 100 kilogram. "Kami berharap harga biji pinang kering ini terus naik hingga kembali normal seperti tahun 2021 lalu mencapai Rp25 ribu per kilogram," harapnya.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.