Viral Medsos

Aceh Jadi Pembahasan se-Indonesia, Trending Topik di Twitter, Disusul Usir UNHCR hingga Rohingya

Kedatangan Imigran Rohingya membuat Aceh dijadikan sebagai isu pembahasan viral di media sosial baik di Instagram, TikTok hingga Twitter.

Penulis: Firdha Ustin | Editor: Amirullah
FOR SERAMBINEWS.COM/Dokumen Pribadi
Seratusan pengungsi Rohingya kembali terdampar di Pantai Batu Hitam Jurong Keuramat, Gampong Ie Meulee, Sabang pada Sabtu (2/12/2023) dini hari. 

Aceh Jadi Pembahasan se-Indonesia, Trending Topik di Twitter, Disusul Usir UNHCR hingga Rohingya

SERAMBINEWS.COM - Kedatangan Imigran Rohingya ke provinsi ujung barat Indonesia membuat Aceh dijadikan sebagai isu pembahasan viral di media sosial baik di Instagram, TikTok hingga menjadi trending topik di Twitter siang ini, Kamis (7/12/2023).

Tagar Aceh yang dikaitkan dengan kedatangan imigran Rohingya disusul juga dengan UNHCR.

Pukul 10.13 WIB, tagar Rohingya menduduki posisi trending keempat Twitter dengan total 38,1 ribu cuitan, disusul tagar UNHCR sebanyak 13,8 ribu cuitan dan tagar Aceh mendapat 25,4 ribu cuitan.

Dalam cuitannya, banyak warganet menyuarakan kekesalannya atas kedatangan Rohingya ke Aceh yang semakin banyak.

Ada pula yang menyayangkan tidak ada langkah tegas dari penjaga keamanan laut hingga pemerintah setempat sehingga membuat pengungsi rohingya berhasil mendarat ke pesisir Aceh.

"Aceh menolak pengungsi Rohingya, masyarakat Aceh lebih membutuhkan bantuan pemerintah.  Kebaikan warga Aceh telah disalahgunakan hingga terkesan para pengungsi sengaja berlabuh di Aceh," kata akun @heraloebss.

Baca juga: Pemerintah jangan Lambat Tangani Etnis Rohingya

"Ini pemerintah Indonesia agak nyeleneh, kenapa engga langsung deportasi aja etnis Rohingya ke camp Bangladesh, kami masyarakat Indonesia selalu emosi kalo mendengar BERITA ROHINGYA!! SEANDAINYA DIA MENETAP SAYA PASTIKAN BANYAK KEBENCIAN RAKYAT TERHADAP ETNIS ROHINGYA!!!," kata akun @X79110098993969.

Sementara itu, banyak pula warganet yang menyuarakan agar mengusir UNHCR Indonesia, mereka menganggap organisasi PBB yang menangani masalah pengungsi ini menjadi dalang kedatangan Rohingya ke Indonesia yang semakin masif.

"Enggak ada pemilu sebelum UNHCR di tutup," kata akun @Buyeky.

"Jan biarkan kedaulatan bangsa diinjak-injak atas nama kemanusiaan oleh organisasi internasional bernama UNHCR demi masa depan dan kemslahatan anak bangsa," timpal akun @julian17426.

Aceh Jadi Pembahasan se-Indonesia, Trending Topik di Twitter, Disusul Usir UNHCR hingga Rohingya
Aceh Jadi Pembahasan se-Indonesia, Trending Topik di Twitter, Disusul Usir UNHCR hingga Rohingya (Twitter)

 

 

Tak Ada Lapangan Kerja dan Kurangnya Jatah Makanan Jadi Alasan Rohingya Kabur dari Kamp Bangladesh

Diberitakan sebelumnya, kedatangan pengungsi Rohingya ke Indonesia khususnya di perairan Aceh belakangan ini terus menuai kontroversi.

Penolakan terhadap para imigran dari etnis Rohingya ini pun terus bergema sejak kapal-kapal berisi ratusan pengungsi ini kembali bersandar di perairan Aceh pada pertengahan November 2023 lalu.

Baca juga: Masyarakat Sabang Juga Tolak Pengungsi Rohingya Ditempatkan di Dermaga BPKS, Minta Segera Dipindah

Khususnya warga di wilayah yang menjadi tempat pendaratan para pengungsi Rohingya usai berlayar melintasi lautan.

Namun meski telah berkali-kali ditolak, kapal-kapal berisi ratusan Rohingya masih saja terus berdatangan.

Per Senin (4/12/2023), jumlah pengungsi Rohingya di Indonesia tercatat sebanyak 1.478 orang, sebagaimana dilansir dari laman resmi wapresri.go.id.

Sementara itu, Badan urusan Pengungsi PBB (UNHCR) menyebutkan, bahwa jumlah Rohingya yang melarikan diri dari kamp pengungsi di Bangladesh tercatat memecahkan rekor pada tahun ini.

UNHCR mencatat, hingga November 2023, jumlah pengungsi Rohingya yang melarikan diri melintasi Laut Andaman dengan perahu sebanyak 3.722 orang.

Jumlah tersebut mengalami kenaikan dari tahun 2022 lalu.

Baca juga: Pengungsi Rohingya Terus Bertambah di Aceh, Mahfud MD: Dia Enggak Mau Keluar Lagi dari Indonesia

UNHCR juga mengungkap, 60 persen kapal pengungsi Rohingya yang melakukan perjalanan laut dari kamp pengungsi Bangladesh memang memilih tujuan ke Indonesia.

Lantas, apa yang menjadi alasan para pengungsi Rohingya kabur dari kamp pengungsian di Bangladesh dan memilih tujuan di Indonesia?

Alasan Rohingya Kabur dari Kamp Pengungsi Bangladesh

Hampir 1 juta etnis Rohingya, minoritas Muslim dari Myanmar, kini tinggal di kamp-kamp pengungsi yang luas di Bangladesh timur.

Sebagian besar dari mereka lari dari Myanmar pada tahun 2017 karena terjadi, apa yang disebut PBB sebagai, genosida oleh militer Myanmar.

Mereka yang melarikan diri dari kamp dengan perahu mencoba menyeberangi Laut Andaman menuju Malaysia atau Indonesia yang merupakan negara dengan mayoritas Muslim.

Kelompok bantuan dan advokasi, serta para pengungsi itu sendiri, menganggap peningkatan jumlah para pengungsi yang melarikan diri dari kamp di Bangladesh disebabkan oleh kondisi yang semakin memburuk serta tidak adanya masa depan.

Di kamp-kamp yang tertutup di wilayah timur Bangladesh, para pengungsi mengeluhkan meningkatnya kekerasan geng.

Selain itu, kurangnya lapangan pekerjaan, tidak adanya kesempatan bersekolah hingga terbatasnya jatah makanan juga disebut menjadi penyebab para pengungsi memilih kabur dari kamp pengusian di Bangladesh dan melakukan perjalanan laut.

Program Pangan Dunia PBB, sumber utama bantuan pangan bagi para pengungsi memang telah memotong nilai uang bulanan di kamp-kamp pengungsian untuk kedua kalinya pada tahun ini.

Badan itu telah menyalahkan kurangnya dukungan para donatur yang membuat mereka harus kembali memangkas uang bulanan bagi para pengungsi.

Kini, para pengungsi dijatah rata-rata USD 8 atau Rp 124 ribu per orang.

“Dalam ketidakpastian masa depan dan dalam situasi berbahaya di kamp-kamp ini, di mana terjadi pemerasan dan kekerasan geng serta kurangnya jatah makanan dan pengangguran serta tidak adanya kesempatan pendidikan, semua hal ini mendorong orang-orang untuk melakukan perjalanan laut yang berbahaya,” kata seorang pengungsi Rohingya, Mohammed Rezuwan Khan dikutip dari VOA.

Dia mengatakan bahwa saudara perempuan dan keponakannya melarikan diri dari kamp dengan perahu tahun lalu, menuju Indonesia, dan mereka semua tahu risikonya.

“Tetapi ketika orang-orang tidak punya pilihan lain, ketika orang tidak dapat melakukan perjalanan dengan paspor seperti orang-orang lain di dunia,"

"Ketika orang-orang tidak memiliki harapan untuk kembali ke Myanmar dalam waktu dekat dalam beberapa tahun mendatang,"

"Ketika orang-orang mengalami banyak penderitaan di kamp pengungsian, maka perjalanan tersebut menjadi pilihan terakhir dan tidak dapat dibatalkan,” kata Khan.

“Ini seperti melempar koin,” katanya. “Mereka bilang, kami akan bertahan atau kami akan mati," ujarnya.

Indonesia jadi tujuan

Melansir Serambinews.com, menurut pengungsi Rohingnya, alasan mereka ingin sekali menuju Indonesia karena negara tersebut masih bersedia menampung mereka dan memberikan kehidupan yang layak.

UNHCR juga mengungkapkan, kapal-kapal pengungsi Rohingya yang melintasi Laut Andaman memang memilih tujuan ke Indonesia.

Jumlah tersebut naik menjadi 60 persen di tahun 2023, dibandingkan tahun 2022 yang hanya 22 persen.

Juru bicara UNHCR, Babar Baloch mengatakan hal ini karena pada dasarnya saat ini hanya negara di sepanjang rute perjalanan mereka yang masih bersedia menerima mereka.

Keputusan presiden tahun 2016 di Indonesia memerintahkan pihak berwenang untuk membantu kapal mana pun yang mengalami kesulitan di perairan negara tersebut dan membiarkan mereka mendarat.

Meski begitu, hal itu mungkin mulai berubah di tahun 2023 dan mendapat penolakan dari masarakat.

Salah satu perahu membawa pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh bulan lalu dilaporkan didorong kembali ke laut sebanyak dua kali sebelum berhasil mendarat pada percobaan ketiga.

Hamid, dari Amnesty International, menyalahkan perubahan sikap ini karena kegagalan pemerintah pusat dalam mengantisipasi, dan membantu pemerintah daerah di Aceh dalam mempersiapkan diri menghadapi masuknya pengungsi.

Dia mengatakan penuntutan terhadap beberapa penduduk setempat sebagai penyelundup manusia karena pernah membantu pengungsi di darat di masa lalu juga berperan dalam hal ini.

Meski begitu, ia dan yang lainnya mengatakan bahwa masyarakat pesisir di bagian barat Aceh sebagian besar telah mengakomodasi para pengungsi sebaik mungkin.

UNHCR menghitung 348 orang tewas atau hilang di antara mereka yang berangkat pada tahun 2022 dan 225 orang pada tahun ini.

“Tahun lalu kami melihat konsekuensi dari tidak adanya pelabuhan atau tempat yang aman untuk turun kapal,” kata Baloch.

“Orang-orang ini berisiko kehilangan nyawa mereka,” pungkasnya.

(Serambinews.com/Firdha Ustin)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved