Kontroversi Pengungsi Rohingya, Kabag Prokopim: Pemko Sabang Tak Keluarkan Sepeser pun untuk Mereka

Kontroversi pengungsi Rohingya di kalangan warga semakin meluas, Kabag Prokopim sebut Pemko Sabang tidak mengeluarkan sepeser pun anggaran.

Penulis: Sara Masroni | Editor: Amirullah
Foto Dokumen Pribadi
Kontroversi pengungsi Rohingya di kalangan warga semakin meluas, Kabag Prokopim sebut Pemko Sabang tidak mengeluarkan sepeser pun anggaran. 

SERAMBINEWS.COM - Kontroversi pengungsi Rohingya di kalangan warga semakin meluas, Kabag Prokopim sebut Pemko Sabang tidak mengeluarkan sepeser pun anggaran untuk mereka.

Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Setda Pemko Sabang, Ady Akmal Shiddiq menegaskan, selama ini pihaknya tidak mengeluarkan sepeser pun anggaran untuk pengungsi Rohingya.

Baik saat pendaratan kedua di pesisir Pantai Ie Meulee pada Sabtu (2/12/2023) pekan kemarin, maupun saat kedatangan pertama di Ujong Kareung beberapa waktu lalu.

"Pemko tidak mengeluarkan sepeser pun untuk mereka," jelas Ady kepada Serambinews.com, Rabu (6/12/2023).

Baca juga: Viral Gegara Pengungsi Rohingya, Warga Sabang Bentrok hingga Dorong-dorongan dengan Polisi

Baca juga: Pengungsi Rohingya Terang-terangan Ngaku Ingin Tinggal di Indonesia

Dijelaskannya, Pemko hanya memberikan bantuan kemanusiaan pada saat tiba pertama kali, karena melihat kondisi mereka yang membutuhkan makanan, minuman maupun pakaian.

"Dan itu pun dengan dibantu masyarakat sekitar juga," terang Ady.

Pembiayaan pengungsi Rohingya sejauh ini ditanggung sepenuhnya oleh Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi atau United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).

 

 

Pemko Minta UNHCR Pindahkan Pengungsi Rohingya

Pemko Sabang juga meminta sebaiknya UNHCR segera memindahkan pengungsi Rohingya dari sana.

Hal ini menyikapi berbagai ketegangan yang terjadi antara warga dan para pengungsi maupun dengan pemerintah setempat.

"Menyikapi sikap masyarakat yang menolak kehadiran pengungsi Rohingya, kami tidak ingin terjadi hal-hal di luar kendali," kata Ady.

"Jadi sebaiknya pihak UNHCR segera memindahkan mereka ke tempat yang telah ditentukan sebelumnya," tambahnya.

Baca juga: Aceh Jadi Pembahasan se-Indonesia, Trending Topik di Twitter, Disusul Usir UNHCR hingga Rohingya

Baca juga: Pemerintah jangan Lambat Tangani Etnis Rohingya

Sementara Protection Associate UNHCR, Faisal Rahman mengatakan pihaknya bertanggung jawab penuh terhadap para pengungsi etnis Rohingya tersebut.

Baik dalam hal biaya yang dibutuhkan, kebutuhan dasar, kesehatan, dan lain sebagainya.

"Jadi semua penanganan yang dilakukan itu, menjadi tanggung jawab kita dari UNHCR dengan lembaga mitra kita seperti IOM dan lainnya," jelas Faisal.

"Semaksimal mungkin kita mengusahakan tidak membebankan biaya kepada pemerintah," tambahnya.

Kemudian, tim dari UNHCR itu juga menjelaskan pihaknya akan berkoordinasi lebih lanjut kepada Satgas Penanganan Pengungsi Nasional dan pemerintah.

Koordinasi tersebut mengenai relokasi atau penempatan selanjutnya para pengungsi Rohingya.

"Yang bisa kita lakukan adalah terus berkoordinasi, dari UNHCR sendiri kita berkoordinasi dengan internal kita, di nasional dengan Satgas Penanganan Pengungsi Nasional," jelas Faisal.

"Untuk kemudian mencari satu alternatif tempat yang bisa ditunjuk oleh pemerintah agar bisa kita lakukan penanganan yang lebih efektif," pungkasnya.

Baca juga: Tak Ada Lapangan Kerja dan Kurangnya Jatah Makanan Jadi Alasan Rohingya Kabur dari Kamp Bangladesh

Diketahui sebelumnya pengungsi Rohingya berlabuh di pesisir Pantai Ie Meulee, Sabang menggunakan perahu kayu pada Sabtu (2/12/2023) sekitar pukul 2.00 WIB dini hari.

Para pengungsi tersebut sempat bermalam di Gampong Balohan, namun ditolak masyarakat setempat.

Akhir-akhir ini kedatangan para pengungsi Rohingya terus membanjiri Aceh, meski demikian terjadi penolakan warga di sejumlah tempat.

Pasalnya, para pengungsi Rohingya ini kerap berulah setelah ditolong seperti melarikan diri dari penampungan dan sebagainya, sehingga warga yang diperiksa polisi.

Gegara Pengungsi Rohingya, Warga Sabang Bentrok Bentrok Sama Polisi

Sementera sebelumnya, diduga gegara pengungsi Rohingya viral warga Sabang bentrok hingga dorong-dorongan dengan polisi.

Hal itu terjadi di Dermaga CT-1, BPKS Sabang pada Rabu (6/12/2023) sore.

Sejumlah polisi lengkap dengan helm dan tameng anti huru-hara terlihat menghadang massa yang berusaha menerobos barikade pihak keamanan.

"Woy, woy. Ribut, ribut ini," teriak warga dan netizen yang merekam aksi tersebut sebagaimana dikutip dari Instagram @berita_aceh, Rabu malam.

Beragam pendapat warganet meramaikan kolom komentar usai video tersebut diunggah ke media sosial.

"Pemerintah harus segera ambil sikap," tulis salah seorang warganet di kolom komentar.

"Kan, akhirnya jadi keributan," komen warganet lainnya.

"Inilah yang ditakutkan, akhirnya terjadi. Masyarakat orang Aceh dan polisinya juga orang Aceh. Terjadi keributan sesama saudara gara-gara orang asing," timpal warganet lain.

Hingga tulisan ini ditayang, Serambinews.com masih berupaya mengonfirmasi sejumlah pihak terkait.

Pengungsi Rohingya Terang-terangan Ngaku Ingin Tinggal di Indonesia

Sementara dalam video viral lainnya, pengungsi Rohingya secara terang-terangan mengakui ingin tinggal di Indonesia.

Hal itu disampaikan oleh salah seorang pengungsi Rohingya yang mendarat di wilayah pesisir pantai Ie Meulee, Kecamatan Sukajaya, Kota Sabang, pada Sabtu (2/12/2023).

"Insya Allah kami akan tinggal di sini," kata Deli Warsa salah seorang mengungsi dikutip dari TikTok @hotlisimanjuntak, Rabu (6/12/2023).

Diketahui akhir tahun ini Aceh kebanjiran pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari kamp di Cox's Bazar, Bangladesh.

Beberapa kabupaten/kota yang menjadi tempat pendaratan pengungsi Rohingya di Aceh seperti Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur dan Sabang.

Ketua MPU Aceh Minta Pusat Jangan Abai

Sementara Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk Faisal Ali mengatakan, pemerintah pusat jangan abai terhadap apa yang menimpa masyarakat Aceh.

Hal itu terkait provinsi paling ujung barat Indonesia ini yang tak henti-hentinya kebanjiran pengungsi etnis Rohingya.

Sebab menurutnya selama ini pemerintah pusat telah abai soal human trafficking (perdagangan manusia) pengungsi Rohingya, sehingga berimbas ke masyarakat Aceh.

"Penting kita dorong ini pemerintah pusat, jangan abai atau tidak peduli terhadap apa yang menimpa masyarakat Aceh dalam rangka memberikan bantuan kepada Rohingya," kata Faisal Ali dalam program Serambi Spotlight dipandu News Manajer Serambi Indonesia, Bukhari M Ali di Studio Serambinews.com, Rabu (22/11/2023).

Ketua MPU ACeh itu bercerita, dulu pihaknya pernah membicarakan persoalan ini ke Pemerintah Aceh masa Gubernur Nova Iriansyah agar dicarikan solusi.

Kemudian Pemerintah Aceh telah bersurat ke pemerintah pusat karena persoalan ini berurusan dengan warga negara asing, bukan tanggung jawab Pemda.

"Orang Aceh sudah sangat peduli selama ini, bahkan dulu kita kumpul beras kita antar. Luar biasa masyarakat kita," ungkap ulama yang akrab disapa Lem Faisal itu.

"Makanya kalau ada penolakan ini bukan murni, karena masyarakat kita tetap peduli dan empati walau dengan hal-hal kecil," tambahnya.

Penolakan Rohingya Bukan Murni dari Masyarakat Aceh

Ketua MPU Aceh itu juga menyebut, penolakan etnis Rohingya yang terdampar bukan murni dari masyarakat Aceh.

Dia bercerita, sejak dulu masyarakat Aceh sangat berempati pada pengungsi Rohingya dan berusaha memberikan bantuan sebisa mungkin.

Meski demikian, pihaknya kini menyesalkan soal penolakan kapal etnis Rohingya di beberapa tempat di Aceh dalam beberapa hari ini.

"Dan ini sangat kita sesalkan karena penolakan ini hasil pendalaman kami tidak murni datang dari masyarakat," kata Lem Faisal.

"Ada semacam provokasi dari pihak tertentu yang membuat masyarakat melakukan penolakan dan penolakan ini bukan jiwa masyarakat Aceh," tambahnya.

Sebab menurutnya, peribahasa "peumulia jamee adat geutanyoe" sudah menjadi budaya bagi masyarakat Aceh sejak bertahun-tahun.

Sementara mengenai isu para pengungsi Rohingya yang terkesan jorok dan hal-hal negatif lainnya, menurut Ketua MPU Aceh itu mesti dimaklumi karena faktor psikologis mereka.

Dia sendiri pernah berkunjung ke kamp pengungsi Rohingya di Cox's Bazar, Bangladesh yang serba kekurangan fasilitas seperti mandi dan sebagainya selama bertahun-tahun.

Menurut Ketua MPU itu, hal-hal seperti ini tidak boleh menjadi alasan menolak warga etnis Rohingya ke Aceh.

"Karena ajaran agama kita bahwa tiga hari kita diwajibkan untuk memberikan bantuan, makanan dan obat-obatan dan sebagainya," ungkap Lem Faisal.

"Setelah tiga hari itu tidak lagi berkewajiban tapi masuk dalam kategori sunnah," pungkasnya.

(Serambinews.com/Sara Masroni, Aulia Prasetya)

BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved