Berita Aceh Selatan

Raungan Harimau di 'Kota Naga'

Karena lokasi desa, termasuk kandang, berbatasan langsung dengan hutan, maka tak jarang hewan hutan sering datang, terutama harimau.

|
Penulis: Nurul Hayati | Editor: Muhammad Hadi
Dokumen BKSDA Aceh
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang selama ini terllibat interaksi negatif dengan manusia ditangkap di Desa Lhok Bengkuang, Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, Senin (25/7/2022). 

Laporan Nurul Hayati | Aceh Selatan

SERAMBINEWS.COM - Hamparan padang rumput menghijau menyegarkan mata yang memandang.

Sepetak tanah lapang tersembunyi dari balik bukit yang memagari kawasan Desa Lhok Bengkuang Timur, Kecamatan Tapaktuan, Aceh Selatan.

Minibus yang kami tumpangi terseok-seok merayapi jalanan beraspal dengan kontur naik turun mengikuti landscape bukit yang memeluk ibukota Aceh Selatan, Jumat (8/12/2023).

Siapa yang bisa terkena difteri?
Siapa yang bisa terkena difteri?

Jalanan membelah perbukitan dan pantai kabupaten berjuluk ‘Kota Naga’ itu bersemayam.

Minibus membawa kami – rombongan jurnalis dari Banda Aceh – ke tempat yang bernama, ‘kandang percontohan untuk pengamanan ternak dari gangguan harimau’.

Sebuah kandang kayu berdiri di sudut dan dipagari kawat berduri sekelilinginya.

Di dalam kandang, terlihat seonggok rumput yang menjadi pakan ternak.

Dedi Suhendri, sang pemilik ternak, sudah menunggu kami. 

Dia terlihat menghalau belasan kerbau dan sapi miliknya.

Lenguhan ternak menyambut kami bersama aroma khas kotoran hewan yang mengawang di udara. 

Karena lokasi desa, termasuk kandang, berbatasan langsung dengan hutan, maka tak jarang hewan hutan sering datang, terutama harimau.

Baca juga: Anak 12 Tahun Diterkam Harimau di Hutan Gunong Ijo Pedalaman Nagan Raya, Kini Dirawat di RSUDZA

Aroma ternak tentu mengundang satwa liar yang dilindungi itu untuk mampir, dan kalau bisa sekaligus memangsa.

Dedi bercerita, bila harimau turun ke desa, tempat itu menjadi sentra berkumpulnya ternak warga.

Ya, keberadaan hewan dengan nama latin Panthera tigris menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan hidup ternak.

Hewan yang juga dikenal dengan sebutan kucing besar itu kerap turun ke kampung, baik per ekor atau kawanan dan mengintai ternak warga.

“Kalau harimau sudah turun ke desa kami bisa apa? Bukan dia yang takut sama kita, tapi kita yang takut sama dia,” tutur Dedi dengan raut pasrah.

Pengurus KSM Rimeung Aulia menerima kedatangan rombongan jurnalis di Gampong Panton Luas, Kecamatan Tapaktuan, Aceh Selatan, Jumat (8/12/2023).
Pengurus KSM Rimeung Aulia menerima kedatangan rombongan jurnalis di Gampong Panton Luas, Kecamatan Tapaktuan, Aceh Selatan, Jumat (8/12/2023). (SERAMBINEWS.COM/ NURUL HAYATI)

Begitupun, ketika warga mendapati jejak hewan karnivora tersebut di desa setempat, para peternak beramai-ramai ‘mengamankan’ ternaknya ke kandang Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Air Simawuang milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh yang  berdiri di atas lahan Dedi.

Dedi menuturkan semua peternak adalah temannya sendiri. 

Ia mengaku, kerbau dan sapi milik warga memang kerap menjadi santapan sang raja hutan.

Hal itu lantaran kawasan tersebut memang menjadi jalur harimau.

Ia sendiri mengaku pernah bertemu dengan empat ekor harimau.

Baca juga: Warga Aceh di Malaysia Ditemukan Meninggal Dunia,Diduga Dimangsa Harimau Saat Bekerja di Kebun Karet

Terakhir sekitar delapan bulan lalu, para pemilik ternak setempat harus merelakan belasan ekor sapi dan kambing miliknya menjadi santapan si raja hutan

“Setelah ada kandang ini, aman ternak, nggak usah dijaga lagi,” tambah Dedi.

Disebutkan, biasanya harimau turun ke kampung saat musim angin kencang.

Namun, sejak kandang berdiri tepatnya pada Agustus 2023, hewan predator itu hanya numpang lewat alias tak mengusik lagi ternak warga.

Populasi harimau Sumatra sendiri diperkirakan sekitar 500-600 ekor dengan 150-200 ekor di antaranya terdapat di Aceh.

Hari beranjak petang saat kami merangsek melanjutkan perjalanan ke Gampong Panton Luas, sebuah desa di Kecamatan Tapaktuan yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan lindung.

Diselimuti rasa was-was setelah mendengar fakta pergelutan peternak, kami menyambangi desa permukiman warga yang berbatasan langsung dengan habitat satwa liar.

Baca juga: Sapi Mati Diterkam Harimau di Aceh Timur, Ada Bekas Cakaran di Perut

Di sini sering harimau, orang utan, dan hewan lainnya hidup bebas dan melengkapi keaneka ragaman hayati.

Sunyi menyergap begitu minibus yang kami tumpangi mengaspal di jalan setapak desa yang tak terjamah sinyal internet tersebut.

Semakin jauh melipir dari Tapaktuan, semakin jauh jarak antar-rumah warga. Sebuah sungai membelah desa yang dihuni sekitar 108 KK tersebut. 

Jalanan terlihat sunyi. 

Namun suasana berubah menjadi hangat, tatkala kami menginjakkan kaki di markas KSM Rimeung Aulia atau Sekretariat Penanggulangan Konflik Manusia dan Satwa Liar.

Wajah Kota Tapaktuan, Aceh Selatan, Jumat (8/12/2023).
Wajah Kota Tapaktuan, Aceh Selatan, Jumat (8/12/2023). (SERAMBINEWS.COM/ NURUL HAYATI)

Keuchik (kepala desa) dan para pengurus KSM menyambut kami dengan sumringah.

Suguhan berupa kudapan hasil kebun silih berganti mengisi isi piring dan gelas.

Dengan menggunakan bahasa Indonesia yang bercampur bahasa lokal, mereka semangat berbagi cerita seputar usahanya menghidupkan kembali kearifan lokal warisan leluhur.

Upaya untuk bisa hidup berdampingan dengan satwa liar yang menjadi penghuni kawasan itu begitu tinggi dan sekaligus menularkan harapan baru bagi yang mendengar, memantik optimisme kepada generasi muda.

Kebanyakan dari penduduk setempat adalah perantau dari suku Minang, tepatnya Padang Pariaman (Sumatera Barat).

Namun meskipun di Nusantara tersohor sebagai pedagang, di tanah perantauannya di Aceh Selatan mereka justru guyup sebagai petani.

Baca juga: Harimau Mengganas Lagi di Banda Alam Aceh Timur, Sapi Betina Milik Warga Mati Dimangsa

Musir, tim leader WCS (Wildlife Conservation Society) Aceh Selatan yang juga merupakan warga Desa Panton Luas rupanya menyimpan cerita pilu di balik itu.

Pada 2010, dia harus merelakan saudara kandungnya, Martunis, diterkam sang raja hutan.

Kala itu, Martunis pergi ke kebun. 

Tanpa sepengetahuan dirinya, saudaranya itu spontan masuk jauh ke dalam hutan untuk mengambil walet.

Warga yang pergi bersama abangnya putus asa mencari, lantas pulang ke rumah seorang diri.

Namun Martunis yang dikiranya sudah lebih dulu pulang, tak didapatinya di rumah. 

Air terjun Ceurace Brandang, Gampong Panton Luas, Kecamatan Sawang, Aceh Selatan, Minggu (7/6/2020).
Air terjun Ceurace Brandang, Gampong Panton Luas, Kecamatan Sawang, Aceh Selatan, Minggu (7/6/2020). (SERAMBINEWS.COM/ Taufik Zass)

Selang sehari, warga setempat digegerkan dengan temuan mayat dengan bekas cakaran harimau yang menganga.  

Pria berambut gondrong itu mengaku peristiwa yang telah merenggut nyawa Martunis tak lantas membuatnya menyimpan dendam kesumat.

Sebaliknya, kejadian itu menjadi titik balik Musir dan warga lain untuk menghidupkan kembali kearifan lokal agar bisa hidup berdampingan dengan satwa liar. 

Lalu, mereka membentuk KSM Rimeung Aulia, pada November 2017.

“Jadi apa yang kami lakukan ini lebih tepatnya untuk melindungi warga,” terang Musir.

Baca juga: Tarif Tol Sigli-Banda Aceh Liburan Akhir Tahun, Harga Mulai dari Rp 7.500: Dua Seksi Tanpa Tarif

Rimeung Aulia bermakna harimau kehormatan. 

KSM itu menjadi pemantik bagi warga setempat untuk menghidupkan kembali kearifan lokal warisan para leluhur.

“Ada kebiasaan lama yang sempat terkikis, yakni memberikan makan satwa dan tidak menebang kayu,” tutur Sekretaris KSM Rimeung Aulia, Yan Feriyal.

Hal yang sama disampaikan oleh Ketua KSM Rimeung Aulia, Masrita. 

Ia membeberkan, bersahabat dengan harimau bisa dilakukan dengan menjaga jarak, sehingga tetap berada di jalur masing-masing.

Kearifan lokal tersebut juga meliputi sejumlah pantangan. Sebut saja, jangan ketuk kayu, membakar asap di gubuk, larangan meletakkan baju basah di pokok kayu, hingga menjaga posisi tidur di gubuk dalam keadaan tidak menopang kaki.

Selain upaya dilakukan warga, di sisi lain Pemkab Aceh Selatan juga sudah mengucurkan dana hibah untuk peralatan, pengadaan mercon, serta memberikan edukasi kepada warga. Hal itu sudah dijalankan sejak tahun 2022.

Baca juga: POTRET Rumah Pengusaha Pelihara Harimau dan Macan Dahan, Pekerjanya Tewas Diterkam

Baik Masrita maupun Yan Feriyal sependapat, bahwa kaum muda tak mengganggap harimau itu sebagai gangguan alias hama yang mesti dibasmi.

Sebaliknya mereka justru menghargai keberadaan harimau di hutan sosial kawasan tersebut demi keseimbangan ekosistem.

Mereka terpecut untuk menghidupkan kembali tata cara lama yang sudah terbukti bisa membawa harmonisasi bagi kelangsungan manusia dan satwa. 

Yan dan kawan-kawan seperjuangan masih menyimpan mimpi menghidupkan ekowisata di kawasan itu.

Dengan begitu, manusia tak hanya mendengar sosoknya lewat tutur cerita, tapi bisa melihat langsung wujud harimau Sumatra yang nyaris punah, dengan berkunjung ke Panton Luas.(*)

Baca juga: Haji Uma Kunjungi Sarang Harimau di Aceh Timur, Tindak Lanjut Laporan Warga

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved