Silaturahmi IAEI Provinsi Aceh, Bahas Pertumbuhan Ekonomi Hingga BAS Jadi Bank Nasional
Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Provinsi Aceh menyelenggarakan acara Silaturahim dan Refleksi DPW dan Komisariat IAEI Aceh pada Sabtu (23/12/2023)
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Provinsi Aceh menyelenggarakan acara Silaturahim dan Refleksi DPW dan Komisariat IAEI Aceh pada Sabtu (23/12/2023) di Hotel Grand Permata Hati.
Acara ini bertujuan untuk merefleksi dan mengevaluasi program kerja IAEI selama tahun 2023, merencanakan program kerja baru untuk tahun 2024, sekaligus sebagai ajang silaturahmi para pengurus DPW dan Komisariat IAEI Aceh.

Ketua Panitia Dr. Jalaluddin, MA, AWP, CWC mengatakan, bahwa selama 2023 ada beberapa program kerja yang telah dilaksanakan oleh IAEI diantaranya adalah Rapat kerja yang telah dilaksanakan pada Februari 2023 lalu.
Kemudian Islamic Economics Training Camp (IETC) yang merupakan kegiatan kolaborasi dengan International Islamic University Malaysia (IIUM) pada 21-25 Agustus 2023 yang lalu.
“Mudah-mudahan kegiatan silaturahmi dan refleksi kita ini bisa menjadi lebih baik lagi ke depannya.
Terima kasih kepada bapak dan ibu yang telah berkontribusi baik dalam bentuk materi dan non-materi, memberikan pikiran, tenaga serta meluangkan waktu untuk IAEI.
Sehingga beberapa program kita bisa terlaksana meskipun dalam keterbatasan”, tutup nya.
Baca juga: IAEI Penyelaras Kurikulum Ekonomi Islam
Ketua DPW IAEI Aceh, Prof. Dr. Nazaruddin AW, MA., mengungkapkan bahwa IAEI ini harus ikut membantu mencapai cita-cita bersama, baik cita-cita nasional maupun cita-cita daerah.
Pertama, mengenai pertumbuhan ekonomi yang melebihi 6 persen.
Instrumen yang paling memungkinkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi baik ditingkat nasional maupun tingkat daerah adalah pertumbuhan pembiayaan untuk UMKM.
Bila melihat negara-negara, seperti Malaysia dan Thailand, salah satu yang mendorong pertumbuhan ekonomi mereka adalah pertumbuhan UMKM.
Jika di Indonesia, UMKM memang tumbuh, tapi masih kecil. Oleh karenanya, harus mengkoordinasikan kebijakan nasional dengan kebijakan daerah.
Di Aceh telah tercantum dalam Qanun LKS dimana setiap lembaga keuangan akan menyalurkan pembiayaan kepada UMKM sebesar 40 persen dari jumlah anggaran yang disalurkan dalam bentuk pembiayaan.
Jika ini terlaksana dengan baik, pertumbuhan ekonomi di Aceh bisa tumbuh melampaui target.
Karena melalui UMKM dapat tumbuh semangat, motivasi, dan gairah baru, sehingga pertumbuhan ekonomi dapat bergerak dengan cepat.
Baca juga: Alhamdulillah, Prodi Ekonomi Islam USK Raih Akreditasi Unggul
“Lalu dimana peran IAEI? Saya pikir peran IAEI adalah dengan mendorong teman-teman kita lembaga keuangan untuk memberi pembiayaan UMKM secara massive.
IAEI juga bisa bekerjasama dengan Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) untuk menghubungkan dan menghimpun organisasi-organisasi yang bergerak pada bidang ekonomi dan keuangan syariah seperti Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), dan lain sebagainya.
Isu yang kedua, Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Kenapa penting sekali? Secara kontrak awal, dana otsus berakhir dalam tahun 2027.
Jika benar-benar berakhir, hal ini akan membuat gerah pemerintah Aceh. Oleh karenanya, penting untuk membuat kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha untuk membangun Aceh.
Sehingga Aceh bisa bangkit meski tanpa otsus nantinya. Isu selanjutnya yaitu, zakat pengurang pajak. Jika ini dapat terlaksana di Aceh, pertumbuhan ekonomi di Aceh ini semakin baik.
Karena dapat memotivasi pengusaha untuk membayar zakat sekaligus sudah membayar pajak. Isu terakhir, saat ini masih melekat stigma Aceh sebagai daerah termiskin di Sumatera.
Apakah tidak ada upaya untuk menurunkan kadar kemiskinan Aceh? Apa langkah yang harus kita lakukan? Apa sumbangsih yang dapat kita berikan dan bekerjasama dengan stakeholder yang ada? Jangan kita hanya meratapi nasih tanpa ada upaya.
Baca juga: Bank Aceh Buka Donasi ‘Pray For Palestine’
IAEI dapat bekerja dengan lebih sempurna dengan bahu-membahu membantu mendorong untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Aceh. Membantu menyukseskan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Menyelesaikan dan mendukung mengenai zakat pengurang pajak. Hal-hal inilah yang harus kita pikirkan bersama sebagai Ikatan Ahli Ekonomi Islam, sehingga tiga tahun kedepan di tahun 2027.
Meskipun jika dana otsus sudah tidak ada, instrumen pertumbuhan ekonomi dalam masyarakat sudah tumbuh dengan baik”, tutupnya.
Kegiatan refleksi dan diskusi IAEI selanjutnya dipandu oleh Dr. Ridwan Nurdin, SE., MA, yang mencoba untuk menggali apa yang telah dilakukan oleh DPW dan komisariat IAEI provinsi Aceh, dan apakah ada masukan serta saran yang perlu digali bersama untuk program kerja IAEI di tahun depan.
Perwakilan komisariat Universitas Teuku Umar menyarankan DPW IAEI Aceh untuk dapat menggagas dan membantu pembukaan program studi Ekonomi Islam di UTU.
Perwakilan komisariat IAEI Pidie Jaya berharap di tahun 2024 ada penambahan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang dapat difasilitasi oleh IAEI.
Perwakilan komisariat IAEI Pidie Jaya juga menyarankan IAEI dapat berperan untuk mendorong pemerintah Aceh untuk lebih aktif dalam pengawasan agar tidak ada kecurangan dalam pengolaan dana desa, sehingga benar-benar digunakan untuk membangun desa-desa yang ada di Aceh.
Prof. Dr. Apridar, S.E., M.Si menyarankan IAEI agar dapat lebih eksis dalam hal penelitian dan pengembangan bidang Keuangan & Perbankan Islam, Lembaga Keuangan Syariah Non-Bank, Akuntansi Islam, dan lain sebagainya.
Baca juga: Hati-hati! Badan Jalan Nasional di Abdya Tergenang Banjir, Pengendara Mesti Waspada Saat Melintas
Haizir Sulaiman, SH., MH, Bendahara Umum DPW IAEI Aceh, yang juga merupakan tokoh perbankan syariah nasional sekaligus mantan direktur utama Bank Aceh Syariah, menekankan bahwa IAEI terlihat masih mengeklusivitaskan diri.
Andai kata ada Lembaga yang bernama Islamic atau Bank Syariah, seolah-olah hanya milik Muslim dan hanya orang muslim yang boleh menggunakannya.
"Sehingga ini dapat mempersempit ruang gerak kita sendiri. Sama halnya ketika Bank Aceh mencoba masuk ke Jakarta, seolah-olah hanya orang Aceh yang dapat menggunakan layanan Bank Aceh.
Konsep ini dirubah oleh Bank BJB, yang berubah nama dari Bank Jabar Banten menjadi Bank BJB," ujarnya.
Dalam kasus Bank Aceh, kata Haizir, untuk melakukan balik nama belum saatnya, karena belum diterima oleh masyarakat secara nasional.
Apabila brand sudah melekat, bisa mengubah nama misalnya menjadi Nanggroe Bank.
Padahal kalau dilihat dari asset, antara Bank Muamalat dan Bank Aceh tidak jauh berbeda.
Namun Bank Muamalat itu bank nasional, sedangkan Bank Aceh adalah bank daerah.
Baca juga: VIDEO Militer AS Klaim Telah Tembak Jatuh Empat Drone Milik Kelompok Houthi Yaman di Laut Merah
"Begitu juga dengan Ekonomi Islam saat ini, ketika mencoba masuk ke pasar global kita bagai menghadap tembok yang besar.
Jadi kita berharap dapat menguniversalkan IAEI ini, siapa saja boleh masuk dan menjadikan referensi, namun tetap sesuai dengan koridor-koridor Islam.
Bagaimana kita berusaha untuk menanamkan di benak semua orang termasuk non-muslim, Ekonomi Islam adalah jalan yang benar, Rahmatan lil’alamin, dan semua orang boleh masuk dan menggunakan," ujarnya.
Terakhir, Dr. Israk Ahmadsyah, M. Sc., M.Ec menyarankan pembagian bidang dalam IAEI ini dapat disesuaikan kembali agar program kerja di tahun mendatang dapat lebih efektif.
Kemudian ada isu yang dapat dikaji lebih lanjut oleh IAEI, diantaranya mengenai pinjaman online yang sedang merajalela dan sudah memakan korban yang luar biasa.
IAEI bisa membahas masalah ini bersama, bagaimana penanganan dan mencari solusi untuk hal ini.
Baca juga: Personel Polda Aceh Bawa Pulang Sepeda Motor dari Funbike BPBA, Target Rice Cooker Malah Dapat Beat
IAEI diharapkan jangan hanya menjadi suara-suara dalam ruangan, namun dapat berkontribusi konkret menyelesaikan masalah perekonomian masyarakat dengan bekerjasama dengan pemerintah.
Ada juga beberapa permasalahan trust dalam pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah dalam Bank Syariah.
Pemodal tidak siap ketika rugi, sedangkan di pihak mudharib tidak siap berbagi ketika laba besar, padahal mereka paham konsep profit loss sharing.
Mudharabah dan Musyarakah ini sebenarnya merupakan wajah bank syariah yang diharapkan dari awal. Oleh karena itu, IAEI seharusnya bisa menjadi penggerak untuk mengatasi masalah-masalah ini.
Berdasarkan hasil refleksi dan diskusi ini diharapkan program-program kerja IAEI kedepan ini dapat lebih inklusif dan benar-benar memiliki dampak terhadap perekonomian.
Baca juga: VIDEO - Houthi Unjuk Taring, Kapal Pembawa Bahan Kimia Dirudal di Dekat Perairan India
Pasca Ojol Tewas Terlindas, Prabowo: Saya Prihatin dan Kasus Akan Diusut Tuntas |
![]() |
---|
BREAKING NEWS - Massa Demo Polda Aceh, Protes Ojol Tewas Terlindas Rantis |
![]() |
---|
Kode Redeem FF Free Fire 29 Agustus 2025! Klaim Skin Itachi dan Emote Legendaris Sebelum Kehabisan! |
![]() |
---|
Polisi Tewaskan Driver Ojol, Tagar “RIP Indonesia Democracy” Menggema di Berbagai Platform Medsos |
![]() |
---|
Rumah dan Balai Pengobatan di Aceh Besar Terbakar Saat Dini Hari, Dua Sepmor Juga ikut Dilalap Api |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.