Pernikahan

Ayah Tiri menjadi Wali Nikah, Bolehkah? Begini Urutan Wali yang berhak Menikahkan

Ayah tiri ini terkadang merasa lebih berhak menjadi wali dari anak perempuan tersebut, alasannya karena ayah tiri ini telah merawatnya

Editor: Nur Nihayati
KOMPAS.COM
Ilustrasi 

Ayah tiri ini terkadang merasa lebih berhak menjadi wali dari anak perempuan tersebut, alasannya karena ayah tiri ini telah merawatnya

SERAMBINEWS.COM - Dalam pernikahan ada syarat sah pernikahan di antaranya adalah adanya wali.

Bolehkah Ayah Tiri menjadi Wali Nikah? Ini Urutan Prioritas Wali yang berhak Menikahkan Seorang Perempuan.

Dalam pernikahan, wali menjadi satu di antara rukun nikah.

Karena wali yang mempunyai kewenangan untuk menikahkan anak perempuannya.

Dalam realita kehidupan di masyarakat kerap ditemui seorang anak perempuan hidup bersama dengan ayah tirinya karena ibunya telah menikah lagi dengan suami baru yang tiada lain adalah ayah tirinya tersebut.

Ayah tiri ini terkadang merasa lebih berhak menjadi wali dari anak perempuan tersebut, alasannya karena ayah tiri ini telah merawatnya dari kecil hingga dewasa.

Pertanyaannya kemudian adalah bolehkah ayah tiri menjadi wali nikah dari anak perempuan tersebut?

Mengenai hal ini, syariat Islam telah menentukan orang yang berhak menjadi wali.

Secara garis besar, wali yang berhak menikahkan seorang perempuan adalah mereka yang memiliki garis hubungan darah dengan perempuan tersebut.

Urutan prioritas wali yang berhak menikahkan seorang perempuan, dijelaskan oleh Imam Abu Suja’ dalam Matan al-Ghâyah wa Taqrîb (Surabaya, Al-Hidayah: 2000), halaman 31, sebagai berikut:

Sholawat Jibril Lirik Arab dan Latin Lengkap Keutamaan Dibaca 1000 Kali

وأولى الولاة الأب ثم الجد أبو الأب ثم الأخ للأب والأم ثم الأخ للأب ثم ابن الأخ للأب والأم ثم ابن الأخ للأب ثم العم ثم ابنه على هذا الترتيب فإذا عدمت العصبات فالحاكم

“Wali paling utama ialah ayah, kakek (ayahnya ayah), saudara lelaki seayah seibu (kandung), saudara lelaki seayah, anak lelaki saudara lelaki seayah seibu (kandung), anak lelaki saudara lelaki seayah, paman dari pihak ayah, dan anak lelaki paman dari pihak ayah. Demikianlah urutannya. Apabila tidak ada waris ‘ashabah, maka (walinya adalah) hakim.”

Dalam syariat Islam dikutip dari Kemenag.go.id, keberadaan ayah tiri ini sama sekali tidak dipertimbangkan menjadi wali nikah, karena ia tidak disebutkan dalam daftar urutan prioritas wali nikah.

Namun demikian, ada peluang seorang ayah tiri menjadi wali nikah, yakni dengan cara mewakilan (tawkil), artinya wali asli dari perempuan tersebut mewakilkan perwalian pernikahan kepadanya.

Hal ini sebagaimana penjelasan Abu Hasan Ali al-Mawardi dalam kitab al-Hawi al-Kabir (Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah: 1999), juz IX, hal. 113:

فَأَمَّا تَوْكِيلُ الْوَلِيِّ فَلَا يَجُوزُ أَنْ يُوَكِّلَ فِيهِ إِلَّا مَنْ يَصِحُّ أَنْ يَكُونَ وَلِيًّا فِيهِ وَهُوَ أَنْ يَكُونَ ذَكَرًا بالغاً حراً مسلماً رشيداً فإذا اجتمعت هَذِهِ الْأَوْصَافُ صَحَّ تَوْكِيلُهُ

“Adapun mewakilkan perwalian, hal tersebut tidak diperbolehkan kecuali seseorang yang memenuhi persyaratan yakni: lelaki, baligh, merdeka, muslim, dan pintar. Jika syarat tersebut terkumpul maka sah mewakilannya.”

Dari keterangan tersebut, dapat dipahami bahwa jika ayah tiri memenuhi persyaratan, maka ia bisa menerima tawkil wali nikah.

Tentunya tawkil ini harus dilakukan dengan kalimat serah terima yang sah menurut syariat Islam.

Hal demikian juga berlaku bagi selain ayah tiri, seperti ayah angkat, guru, atau siapa pun yang memang bukan wali asli.

Namun demikian, hal yang perlu benar-benar diingat bahwa tawkil ini dilakukan atas dasar serah terima, sehingga keberadaan pihak yang menyerahkan, dalam hal ini adalah wali asli, haruslah benar-benar ada.

Sedangkan jika semua wali asli tidak ditemukan, entah karena sudah meninggal, menghilang atau sebab lainnya, maka yang berhak menjadi wali adalah hakim.

Jika di suatu wilayah tidak ditemukan adanya hakim, maka yang menempati posisi hakim ini ialah muhakkam, yakni seseorang yang diposisikan sebagai hakim dengan persyaratan tertentu.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Zainuddin Ahmad bin Abdulaziz al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in (Surabaya, Kharisma: 1998), halaman 472:

ثم إن لم يوجد ولي ممن مر فيزوجها محكم عدل حر

“Kemudian jika tidak ditemukan wali dari orang-orang yang telah tersebut di atas, maka yang menikahkan perempuan tersebut adalah muhakkam yang adil dan merdeka”.

Dengan demikian, ayah tiri tidak bisa menjadi wali nikah kecuali jika ia telah menerima perwalian dari wali nikah asli sebagaimana yang sudah ditentukan oleh syariat Islam.

Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Bolehkah Ayah Tiri menjadi Wali Nikah? Ini Urutan Wali yang berhak Menikahkan Seorang Perempuan,

Berita terkait lainnya

Sumber: Bangka Pos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved