Berita Viral
Mabes Polri Angkat Bicara Soal Dihilangkannya 2 DPO Kasus Vina, Kadiv Humas: Bukti Belum Mencukupi
"Karena alat bukti yang mengarah kepada dua orang ini sampai dengan saat ini belum mencukupi, bahkan ada beberapa keterangan saksi itu fiktif"
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Ansari Hasyim
Mabes Polri Angkat Bicara Soal Dihilangkannya 2 DPO Kasus Vina, Kadiv Humas: Bukti Belum Mencukupi
SERAMBINEWS.COM – Dihilangkanya 2 Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam kasus Vina oleh Polda Jawa Barat, telah membuat publik bertanya-tanya.
Sejumlah pengamat dan pakar menilai dihapusnya 2 DPO kasus Vina ini merupakan hal yang tidak wajar dan diindikasi adanya kejanggalan.
Polda Jawa Barat (Jabar) mengungkapkan bahwa dihapusnya 2 DPO kasus Vina yakni Andi dan Dani, karena dua nama tersebut fiktif atau tidak ada.
Padahal, 2 DPO tersebut telah tercantum secara eksplisit dalam putusan pengadilan.
Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri) akhirnya buka suara terkait banyaknya persepsi liar di ruang publik atas dihilangkannya 2 DPO Andi dan Dani dari kasus Vina.
Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengatakan dari penyidikan yang dilakukan Polda Jawa Barat (Jabar), penyidik tak menemukan bukti kuat soal keberadaan kedua nama tersebut.
"Karena alat bukti yang mengarah kepada dua orang ini sampai dengan saat ini belum mencukupi, bahkan ada beberapa keterangan saksi itu fiktif, nama fiktif," kata Sandi dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (30/5/2024), dikutip dari Tribunnews.com.

Meski begitu, Sandi mengatakan jika ada bukti-bukti tambahan terkait sosok dua DPO ini nyata, maka dipersilakan untuk diberikan kepada Polri agar kasus tersebut terungkap secara terang benderang.
"Karena itu masih didalami, masih dikerjakan. Apabila memang ada keterangan informasi tambahan alat bukti saksi ataupun yang lainnya untuk membuat terang benderang tindak pidana ini tentunya pihak kepolisian akan sangat berterima kasih," jelasnya.
Di sisi lain, Sandi juga berterima kasih atas atensi yang diberikan sejumlah pengamat hingga pakar hukum terkait kasus Vina agar polisi bisa melakukan penyidikan secara profesional.
"Ini menjadi penyemangat bagi Polri bahwa dalam menyidik kasus Vina ini,”
“Polri tidak sendiri, Polri banyak didukung banyak pihak polri diperhatikan banyak pihak agar kasus ini bisa kebih terang benderang lagi," ungkapnya.
Dalam kasus Vina yang terjadi 2016, polisi telah menangkap 8 dari 11 pelaku.
Tujuh di antaranya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, yakni Rivaldi Aditya Wardana, Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Jaya, Eka Sandi, Sudirman dan Supriyanto.
Sementara satu terpidana lainnya yaitu Saka Tatal yang dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dan saat ini sudah bebas.
Dalam kasus ini, satu DPO atas nama Pegi Setiawan alias Perong ditangkap pada Selasa (21/5/2024) malam.
Adapun Pegi ditangkap di kawasan Bandung, Jawa Barat.
Selama pelariannya, Polisi mendapat informasi sementara jika Pegi bekerja sebagai buruh bangunan di Bandung.
Namun, fakta mengejutkan disebut polisi jika dua DPO lainnya bernama Andi dan Dani adalah fiktif.
Sehingga, polisi menyebut Pegi Setiawan merupakan pelaku terakhir yang diamankan.
Polisi Penghapus 2 DPO Kasus Vina Bisa Terancam Dipidana
Kasus pembunuhan Vina dan Eki yang terjadi pada 2016 lalu di Cirebon, Jawa Barat (Jabar), kini berbuntut panjang.
Diketahui, berdasarkan penyelidikan dan pemeriksaan kepolisian saat itu, ada 11 pelaku yang terlibat dalam kasus Vina.
Namun 8 pelaku berhasil ditangkap dan sudah menjalani hukuman, tetapi ada 3 Daftar Pencarian Orang (DPO) yang belum berhasil terungkap.
Hampir 8 tahun ‘mati suri’ kasus tersebut, film kisah nyata tentang kasus Vina ini ditayangkan di Bisokop pada 8 Mei 2024 dan menyita perhatian publik.
Publik mendorong kepada polisi untuk menangkap seluruh pelaku yang terlibat dalam kasus Vina ini.
Kepolisian di Polda Jabar pun kembali merilis tiga pelaku DPO kasus Vina, yakni Pegi alias Perong, Andi dan Dani.
Pada 21 Mei 2024, Polda Jabar berhasil menangkap Pegi Setiawan alias Perong di Bandung, dia diduga menjadi otak pelaku pembunuhan Vina.
Namun saat Polda Jabar melakukan konferensi pers pada Minggu (26/5/2024), polisi menghapus dua nama DPO lainnya, yakni Andi dan Dani.
Menurut polisi, dua nama tersebut fiktif atau tidak ada dalam kasus ini.
Tapi nama Andi dan Dani tercantum secara jelas di putusan pengadilan sebagai DPO kasus ini.
Tentunya penghapusan 2 DPO dalam kasus Vina ini oleh polisi dinilai ganjal dan ada dugaan unsur pidana di dalamnya.
Hal tersebut diungkapkan oleh Koordinator Wilayah (Korwil) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jawa Tengah, Badrus Zaman.
Ia menyebut penghapusan DPO dalam kasus Vina oleh polisi tidak wajar.
Apalagi, DPO kasus Vina itu sebelumnya sudah dituliskan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) delapan tahun silam.
"Saya kira tidak wajar itu (penghapusan 2 DPO), kan jelas di situ, apalagi sudah ditulis di BAP," ungkapnya dalam Talkshow Kacamata Hukum Tribunnews.com, Senin (27/5/2024).
Menurut Badrus, polisi yang meminta keterangan itu harus diklarifikasi terlebih dahulu, kenapa dulu penyataan mengenai DPO itu dimasukkan dalam BAP.
Namun, sekarang dua DPO lainnya selain Pegi itu malah tiba-tiba dihapuskan.
"BAP itu harus dipertanggung jawabkan dalam menulis itu,”
“Menurut saya, penyidik yang mem-BAP itu harus diklarifikasi, mengapa dulu kok dimasukkan, itu harus jelas, kemudian kok tinggal 1 aja, terus gimana caranya mempertanggungjawabkannya?" papar Badrus.
Badrus menegaskan, BAP tidak bisa sembarangan dihapuskan atau dirubah-rubah isinya.
Apabila sudah dirubah, kata Badrus, hal tersebut sudah dianggap melanggar hukum.
Bahkan, pihak polisi bisa terkena sanksi kode etik hingga terjerat pidana karena penghapusan BAP tersebut.
"BAP itu nggak sembarangan untuk menghapuskannya. Dulu yang diperiksa siapa, ditanya aja, kemudian apakah dicabut apa engga, kalo nggak dicabut ya tetap seperti itu, nggak bisa merubah-rubah," ungkanya.
"Itu sudah masuk di Kejaksaan, Pengadilan, tidak bisa dirubah,”
“Kalau itu dirubah bisa melanggar hukum, jelas itu, pihak kepolisian melanggar hukum, itu nggak bisa seperti itu, seenaknya buat BAP."
"Karena tidak keprofesionalan seorang polisi, bisa juga dia nanti kena kode etik kalau betul melakukan itu, kedua bisa kena pidana juga, penghapusan itu menurut saya sudah bisa melanggar pidana gitu," kata Badrus menjelaskan.
Ahli Psikologi Forensik Temukan Kejanggalan Baru di Kasus Vina
Sementara itu, Ahli Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel menemukan adanya kejanggalan baru dalam kasus Vina.
Temuan itu didapatkan setelah Polda Jawa Barat (Jabar) menghapus dua Daftar Pencarian Orang (DPO), yakni Andi dan Dani dalam kasus Vina tersebut.
Padahal dalam putusan pengadilan itu sudah inkracht, sehingga Polda Jabar seharusnya mencari DPO tersebut, dan bukannya menghapus setelah menangkap Pegi Setiawan alias Perong.
"Tercantumnya nama-nama DPO di putusan bermakna bahwa hakim memberikan PR kepada kepolisian untuk menangkap para DPO itu agar bisa dimintai pertanggungjawabannya," katanya kepada Tribunnews.com, Senin (27/5/2024).

Ia mengatakan, nama-nama DPO bukan cuma Pegi Setiawan.
Nama mereka lengkap tercantum eksplisit pada putusan hakim yang sudah inkracht.
Persoalannya, mengapa Polda Jabar berhenti pada penangkapan Pegi saja. Mengapa Polda menghapus dua nama DPO lainnya.
"Dengan kata lain, mengapa sekarang Polda justru mengabaikan bahkan mengoreksi putusan hakim,”
“Padahal, sejak awal Polda dan Kompolnas sendiri yang menyatakan akan melanjutkan putusan yang sudah inkracht," ujarnya.
"Pada titik itulah muncul satu kejanggalan lagi," tegasnya.
Reza mengungkapkan, masih tercantumnya dua DPO dari pengadilan hingga saat ini adalah bentuk koreksi hakim terhadap kepolisian agar menangkap mereka.
Reza juga menegaskan jika ada penghapusan DPO, maka harus dilakukan lewat peradilan pula, alih-alih langsung menghapus secara sepihak.
"Putusan itu tidak boleh diabaikan dan hanya bisa dikoreksi lewat mekanisme peradilan pula," ujarnya.
Reza pun menduga, dihapusnya dua DPO kasus Vina sebagai wujud penghegemonian lembaga hukum lainnya.
Selain itu, kata dia, apa yang dilakukan Polda Jabar tersebut sebagai penghinaan terhadap lembaga peradilan.
"Jangan-jangan itu bahasa bawah sadar dari aparat penegak hukum yang bernafsu ingin menghegemoni lembaga-lembaga penegakan hukum lainnya."
"Lalu, pengabaian oleh Polda Jabar itu bahkan terdengar laksana contempt of court atau penghinaan terhadap lembaga peradilan," jelasnya.
Reza mengatakan, anggaplah sikap Polda Jabar dan Kompolnas itu sebagai blessing in disguise.
Artinya, karena Polda sudah mengoreksi putusan hakim (terkait DPO), maka itu bermakna bahwa Polda mengakui ada kekeliruan yang sudah terjadi sejak awal dalam proses penegakan hukum kasus ini.
Khususnya, sejak munculnya nama para DPO.
"Karena Polda Jabar sudah menyampaikan pengakuan dan koreksi sedemikian rupa, maka sekalian saja lakukan eksaminasi terhadap proses penyelidikan dan penyidikan yang telah Polda Jabar dan Polresta Cirebon lakukan," tuturnya.
Reza menuturkan, penangkapan Pegi merupakan kabar baik bagi publik.
Sekarang menurutnya, publik dan media berkesempatan menyimak setiap tahap persidangan.
Menurutnya, segala kerja kepolisian akan diuji di situ. Beda dengan persidangan terhadap terdakwa-terdakwa lainnya yang, menurut penasihat hakim, dulu diselenggarakan tertutup.
"Andai benar persidangan itu tertutup, maka mengacu UU Kekuasaan Kehakiman, putusan bisa batal demi hukum," katanya.
"Bahkan, siapa tahu, dari persidangan Pegi akan muncul bukti baru yang bisa dimanfaatkan para terpidana (untuk PK) atau pun informasi tentang indikasi miscarriage of justice," tuturnya.
(Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Kronologi Bripda MA Lempar Helm ke Pengendara Motor hingga Koma, Keluarga dan Polisi Beda Versi |
![]() |
---|
Viral Dosen Lempar Skripsi ke Lantai, Mahasiswa Emosi Tendang Meja: Dimana Ibu Satu Minggu? |
![]() |
---|
Viral! Penangkapan Demonstran DPR oleh Polisi di Restoran Mie, Pengunjung 'Pasang Badan' |
![]() |
---|
Detik-detik Imam di Sulteng Ditikam Jamaah saat Salat Subuh, Pelaku Ternyata Dalam Kondisi Ini |
![]() |
---|
3 Cerita Viral Bawa Jenazah Pakai Sepmor, di Gorontalo Pria Bawa Jasad Kakaknya Lewati Hutan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.