Serambi Awards 2024
Ini Dia Profil Pengasuh Pondok Modern Daarurrahmah Sepadan
H.M. Rasyid Bancin, S.Sos.I. atau biasa dipanggil Ustadz Rasyid alias HRB lahir di Desa Lipat Kajang pada tanggal 5 April 1986. Kakeknya dari......
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - H.M. Rasyid Bancin, S.Sos.I. atau biasa dipanggil Ustadz Rasyid alias HRB lahir di Desa Lipat Kajang pada tanggal 5 April 1986. Kakeknya dari pihak ayah adalah seorang pengamal Tarekat Naqshabandiyah dengan jabatan Khalifah Satu bernama Harok Bancin.
Sementara kakek buyutnya dari pihak ibu adalah Raja Kerajaan Silatong bernama Raja Hidayo Bancin. Perpaduan antara darah agamawan dan negarawan menyatu dalam dirinya. Jiwa kepemimpinan sekaligus ulama makin terlihat saat ia menjadi pemimpin dan pengasuh Pondok Modern Daarurrahmah Sepadan.
Ustadz Rasyid menjalani masa kecil di Kampong Silatong bersama keluarga besarnya, juga menempuh pendidikan dasar di SDN Silatong. Setelah itu melanjutkan studi ke SMPN Simpang Kanan namun hanya setahun saja ia jalani. Naluri untuk belajar agama lebih mendalam, ditambah dengan nasehat kakeknya membuat Ustadz Rasyid pindah ke MTs di Pondok Pesantren Baabussalam Batu Korong. Tentu saja ia mondok dan menjadi santri di pesantren ini. Adapun ayahanda dari Pengasuh Pesantren Batu Korong tak lain adalah sahabat Harok Bancin, kakeknya Ustadz Rasyid.
Dua tahun belajar di Pesantren Batu Korong, Ustadz Rasyid melanjutkan pendidikan agama dan sekolah formal di Pondok Pesantren Daarul Muta'allimin Tanah Merah, sebuah pesantren terbesar dan legendaris di Aceh Singkil. Selama tiga tahun belajar di sini, Ustadz Rasyid dianggap memiliki kemajuan yang pesat dan melebihi teman-temannya sehingga ia kerap diminta untuk mengajar teman-temannya sendiri di dalam kelas.

Tidak hanya itu, ia juga kerap diajak ustadz pembimbingnya untuk mengisi majlis taklim di dusun-dusun. Mengajar di dalam kelas dan mengisi pengajian di dusun menjadi proses pembelajaran sekaligus latihan bagi Ustadz Rasyid yang sangat berguna dalam perjalanan dakwahnya di kemudian hari.
Di Pesantren Tanah Merah pula jiwa kewirausahaan Ustadz Rasyid terasah. Di sela-sela kesibukan belajar, ia masih sempat berdagang di Pasar Rimo yang berjarak +- 15 ( Lima Belas ) kilometer dari Pesantren. Setiap hari Minggu Ustadz Rasyid menjual barang-barang dagangan di pasar tersebut yang sebagian hasilnya ditabung dan dipakai untuk membangun sebuah rumah untuk salah seorang gurunya di Pesantren Tanah Merah.
Selepas menamatkan sekolah umum dan pesantren di Tanah Merah tahun 2005, Ustadz Rasyid melanjutkan kuliah ke Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Selain kuliah, Ustadz Rasyid sempat mengikuti Kursus Bahasa Arab di Markaz Neil dan Bahasa Jepang di Japan Foundation Kairo sampai lulus.
Didorong niat untuk membantu orang tua dan keinginan untuk mandiri membuat Ustadz Rasyid bekerja sambil kuliah. Sempat bekerja sebagai koki dan pelayan restoran sampai akhirnya ia membuat usaha sendiri bersama teman-temannya, antara lain rental mobil dan restoran. Niat hati hanya sekedar untuk membiayai sendiri hidupnya di negeri orang, namun usaha restoran bernama Cairo Restaurant (Caresto) yang dikelolanya malah berkembang pesat dan menjadi besar. Kuliahnya pun menjadi terganggu. Tahun 2008 Ustadz Rasyid memilih mundur dari usaha restoran dan pulang ke Indonesia untuk pindah studi di Institut Agama Islam Al-Aqidah Jakarta hingga lulus dan mendapatkan gelar Sarjana Sosial Islam.
Setelah lulus kuliah tahun 2009 Ustadz Rasyid memutuskan untuk fokus terjun di dunia dakwah yang merupakan panggilan jiwanya. Ia pun mendaftar sebagai Da`i Perbatasan Provinsi Aceh dan diterima. Ia ditempatkan di Kampong atau Desa Sepadan, Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam. Maka semenjak itu pula ia sibuk dengan kegiatan dakwah sesuai tugasnya. Namun jiwa wirausaha tetap saja tidak bisa lepas dari diri Ustadz Rasyid. Pada tahun itu pula ia membuka Biro Travel Haji dan Umroh melalui PT. Gadika Expressindo Cabang Kota Subulussalam yang kini menjadi PT Rasyindo Citra Sepadan.
Da`i Perbatasan di Kampong Sepadan
Bulan April 2009 adalah kali pertama H.M. Rasyid Bancin, S.Sos.I. menjejakkan kaki di Kampong Sepadan, Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam, Provinsi Aceh. Kedatangannya ke desa ini adalah dalam rangka memenuhi panggilan tugas sebagai Da`i Perbatasan yang diangkat oleh Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh.
Di sinilah, tepatnya di Kampong Sepadan, Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam inilah H.M. Rasyid Bancin, S.Sos.I. menjalankan tugas sebagai Da`i Perbatasan. Tahun 2009, desa ini termasuk daerah 3T: Tertinggal, Terdepan, dan Terluar dengan akses jalan yang sangat sulit menuju ke sana. Tugas utama Da`i Perbatasan adalah meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam. Tentu menjadi tambahan nilai positif jika mampu berperan meningkatkan perbaikan taraf hidup masyarakat dari sektor ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, dan sebagainya.
Sebuah harapan yang terlalu tinggi pada awalnya. Namun kehadiran Ustadz Rasyid menjadi jawaban atas mimpi sebagian warga Sepadan. Pelan namun pasti, secara rutin dan berkesinambungan, Ustadz Rasyid melakukan kegiatan-kegiatan yang membuat wajah Kampong Sepadan menjadi berubah. Bermula dari pendirian Taman Pendidikan Al-Qur`an yang berkembang cepat, disusul dengan menyemarakkan pengajian orang tua. Semua itu dilakukan dengan pendekatan persuasif, menyelami karakter dan kebiasaan warga setempat tanpa adanya pemaksaan atau penghakiman jika ada yang belum mau menjalankan perintah agama.
Ustadz Rasyid tidak sekedar merintis dan mengajar, tapi dia terus mencari inovasi baru agar kegiatan keagamaan yang diasuhnya berkembang. Salah satu yang ia lakukan adalah menjadikan TPA di Kampong Sepadan menjadi semacam madrasah kecil dengan materi pelajaran yang lebih terpadu.
Ustadz Rasyid juga menyempatkan diri untuk studi banding ke beberapa pesantren di Jawa, termasuk ke Pesantren Bayt Tamyiz Indramayu dan tinggal dua mingguan di sana untuk belajar metode Tamyiz. Sepulang dari pesantren tersebut, Ustadz Rasyid membawa metode Tamyiz dan ia terapkan di Sepadan. Hasilnya, kualitas pendidikan di TPA Sepadan semakin meningkat, gairah belajar anak-anak makin tinggi. Bahkan jamaah ibu-ibu semakin melimpah. Ini di luar bayangan para tokoh Sepadan sebelumnya bahwa desa mereka bisa berubah penampilan dalam relatif singkat, terutama dalam wajah keislamannya.

Adapun dalam keseharian, Ustadz Rasyid menempatkan diri sebagai bagian warga Sepadan tanpa membedakan antara penduduk lokal dan pendatang, semua adalah sama dalam pandangannya. Warga Sepadan yang mayoritas berasal dari Jawa itu pun merasa dihargai, tidak merasa direndahkan atau dipojokkan sehingga mereka pun banyak yang mau pergi ke masjid atau ke majlis taklim atas kesadaran sendiri. Secara bertahap kepercayaan diri warga Sepadan terangkat, mereka tidak lagi merasa diri sebagai kaum marjinal dengan tuduhan negatif yang selama ini dialamatkan kepadanya. Dan nama Ustadz Rasyid yang semakin lama semakin dikenal di mana-mana membuat nama Desa Sepadan ikut terangkat. Ini tak lepas dari keberadaan Ustadz Rasyid yang mulai dikenal oleh masyarakat Kota Subulussalam dan Aceh Singkil dengan julukan baru yakni "Ustadz Sepadan".
Pada saat bersamaan didirikan pula sebuah dayah bernama Pondok Modern Daarur Rahmah Sepadan dengan menempatkan H.M. Rasyid Bancin, S.Sos.I. sebagai Pengasuh Dayah. Lahan dan bangunan pesantren belum ada, untuk sementara kegiatan pesantren dipusatkan di Masjid Raudhatul Muhajirin Sepadan yang saat itu sudah ramai oleh kegiatan keagamaan.
Pondok Modern Daarur Rahmah Sepadan memang memiliki keunikan dibandingkan dengan dayah atau pesantren yang lain. Keunikan itu terlihat dari proses pendiriannya. Kebanyakan dayah didirikan setelah adanya lahan dan dana yang cukup banyak, atau didirikan oleh seorang ulama yang sudah memiliki nama besar. Tapi PMDR Sepadan tidak seperti itu. Pesantren didirikan atas dukungan sepenuhnya dari warga kampong, tanpa memiliki modal apa-apa, juga diinisiasi oleh seorang pemuda berusia 25 tahun yakni Ustadz Rasyid Bancin yang kebetulan saat itu memang menjadi sosok yang diharapkan oleh warga. Kalau pun ada keunikan lain, maka itu adalah sosok H.M. Rasyid Bancin, S.Sos.I. yang notabene putra Singkil asli yang berhasil merebut hati warga yang hampir semuanya adalah pendatang dari Jawa untuk bersama-sama membangun desa tidak hanya di bidang agama saja, tapi menyeluruh meliputi aspek material dan spiritual, jasmani dan ruhani. Ustadz Rasyid memangkas sekat berupa suku dan asal-usul, ia persatukan dalam bingkai persaudaraan sesama umat Islam atau ukhuwwah islaamiyyah, juga persatuan sebagai sesama warga Aceh dan warga negara Indonesia.
Adalah Suharsono, seorang mantan geuchik (kepala desa) Sepadan sekaligus tokoh masyarakat yang banyak menyumbang dana, lahan, pikiran, dan tenaga. Dia sangat terharu atas capaian ini. Hanya dalam waktu dua tahun semenjak H.M. Rasyid Bancin, S.Sos.I. bertugas sebagai Da`i Perbatasan di Sepadan, kampong ini sudah banyak sekali perubahannya ke arah positif. Dan terutama kehadiran pesantren bukan sekedar mimpi, tapi benar-benar terwujud meskipun saat itu belum tahu ke depannya bagaimana.
Namun nama besar H.M. Rasyid Bancin, S.Sos.I. yang sudah dikenal di seluruh Kota Subulussalam dengan sebutan "Ustadz Sepadan" serta keberadaan PMDR Sepadan sudah cukup untuk menjadi jawaban harapan warga Sepadan selama ini.
Bukan melebihkan atau mengada-ada jika Ustadz Rasyid adalah sosok yang selama ini diharapkan kedatangannya oleh warga Sepadan.
Stigma negatif bahwa Sepadan adalah pemukiman warga yang kurang beragama dan banyak maksiat menjadi luntur dengan sendirinya, bahkan setiap kali terdengar sebutan Sepadan maka yang terlintas dalam benak adalah sosok abuya muda dan pesantren. Namun yang paling penting dari itu semua adalah perubahan yang nyata atas kondisi warga yang jauh lebih Islami, kegiatan keagamaan yang maju, rasa percaya diri yang meningkat, serta perkembangan ekonomi yang terus naik seiring dengan semakin ramai dan besarnya PMDR Sepadan.
Di luar itu, jumlah warga Sepadan yang melanjutkan kuliah juga banyak, sangat kontras dengan kondisi tahun 2009 di mana hampir tidak ada warga yang mau melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi.
Dari Sepadan untuk Subulussalam
Bulan Juli 2011 adalah bulan berdirinya PMDR Sepadan. Selama satu tahun belum ada kegiatan pendidikan di lokasi pesantren karena masih dalam tahap pembangunan. Selama setahun itu pula kegiatan pendidikan masih sebatas non formal yang dipusatkan di Masjid Raudhatul Muhajirin Kampong Sepadan, sekaligus menjadi masa pengkaderan. Bulan Juli 2012 adalah awal penerimaan santri baru dengan fasilitas pendidikan yang masih sederhana. Bangunan dari papan kayu menjadi sarana untuk belajar serta tempat tinggal para ustadz dan santri.
Namun kesederhanaan ini tidak menyurutkan anak-anak Sepadan untuk belajar di Pesantren. Sebanyak 13 anak Sepadan menjadi santri pertama, ditambah 9 santri dari daerah sekitar.
Semangat belajar yang tinggi ditunjang kurikulum yang jelas membuat para santri dan ustadz tidak merasa terkendala oleh sarana. Mereka tampil sebagai para pembelajar yang aktif, bahkan langsung menarik perhatian banyak pihak dengan beragam terobosan yang belum pernah dilakukan pesantren-pesantren lainnya di Kota Subulussalam. Beberapa ustadz dari Pondok Modern Daarussalam Gontor dan para alumni Universitas Al-Azhar sengaja didatangkan ke PMDR Sepadan.
Penerapan berbahasa asing dan kualitas pendidikan formal menjadi perhatian utama di PMDR Sepadan, ditambah keaktifan yang tinggi di bidang seni budaya dan kepramukaan membuat pesantren baru ini mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Kota Subulussalam. H.M. Rasyid Bancin, S.Sos.I. sendiri selaku Pengasuh Dayah juga aktif dalam organisasi kepanduan tingkat Kota hingga Provinsi, ia diangkat sebagai Ketua Kwartir Ranting Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam.
Tahun 2013 PMDR Sepadan mendapat kunjungan langsung dari Prof. Dr. Syahrizal Abbas, M.A., Kepala Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh. Secara khusus beliau memuji kinerja Ustadz Rasyid Bancin sebagai Da`i Perbatasan berprestasi yang tidak sekadar menjalankan tugas dakwah di bidang keagamaan saja tapi juga ikut mengangkat kemajuan masyarakat Desa Sepadan di bidang sosial dan ekonomi. Keberadaan PMDR Sepadan adalah prestasi tersendiri bagi Ustadz Rasyid Bancin sebagai seorang da`i di mata Prof. Dr. Syahrizal Abbas, M.A.
Setahun kemudian Kampong Sepadan mendapat kunjungan dari anggota DPR RI Komisi III Bidang Hukum dan HAM, H. Muslim Ayub, S.H., M.M. untuk meninjau kondisi warga Sepadan sebagai bekas korban konflik. Warga Sepadan sudah melupakan trauma konflik tersebut dan menatap masa depan dengan semangat baru. Ini menjadi catatan positif pembangunan sosial warga di bidang Hukum dan HAM. Semua ini tidak lepas dari peran Ustadz Rasyid Bancin dan keberadaan PMDR Sepadan.
Pada bulan April 2013 PMDR Sepadan mendapat perhatian dari Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) Provinsi Aceh dan diberi sumbangan dana untuk membangun dua ruang untuk kegiatan mengajar. Bulan Mei 2013 giliran Pemerintah Kota Subulussalam yang ikut membantu pembangunan PMDR Sepadan yang diambilkan dari Dana Aspirasi Anggota DPRK Subulussalam. Adapun bantuan dari Pemko Subulussalam terus diberikan setiap tahun sampai tahun 2019, membuat PMDR Sepadan bisa terus memberikan sarana belajar yang cukup memadai bagi para santri yang terus bertambah setiap tahunnya.
PMDR Sepadan berusaha untuk tidak memberi beban yang berat kepada para orang tua santri. Maka uang pendidikan yang dibebankan pun tidak besar, hanya sekedar cukup untuk biaya konsumsi para santri. Itu pun lebih sering pihak Pesantren harus mencari dana tambahan untuk menutupi kekurangan.
Ditambah dengan biaya operasional lainnya membuat Pesantren harus memiliki sumber pendanaan mandiri. Usaha Biro Tarvel dan Umrah yang dikelola Ustadz Rasyid Bancin adalah solusi untuk menutup kekurangan tersebut, dan selama ini segalanya bisa diatasi meskipun itu artinya Ustaz Rasyid harus mengalokasikan sebagian besar keuntungan usahanya untuk Pesantren. Dan ini memang sudah menjadi niatnya sedari awal untuk berjuang dan berkorban demi umat.
Seiring berjalannya waktu, peminat yang hendak belajar ke PMDR Sepadan semakin banyak. Bahkan pada tahun 2019 jumlah pendaftar melebihi kapasitas yang ditentukan. Niat hati hendak membatasi jumlah pendaftar namun rasa tidak tega membuat pihak Pesantren menerima semua pendaftar. Besarnya minat para calon santri - yang sebagian besar berasal dari Kota Subulussalam - memang menggembirakan. Namun ini juga menjadi pekerjaan rumah tersendiri karena pihak Pesantren dituntut untuk bekerja lebih giat demi bisa memberikan layanan pendidikan yang baik kepada para santri.
Saat ini PMDR Sepadan sudah merupakan tempat pendidikan yang menjadi rujukan bagi para orang tua di Kota Subulussalam yang menginginkan putra putrinya mendapat pembinaan yang berkualitas dan seimbang antara pendidikan agama dan umum.
Kegiatan yang sudah berjalan di PMDR Sepadan meliputi:
1. Kulliyatul Mu'allimin al-Islamiyyah (KMI) yang ditempuh selama 7 tahun
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) selama 3 tahun
3. Madrasah Tsanawiyah (MTs) selama 3 tahun
4. Madrasah Aliyah (MA) selama 3 tahun
5. Majlis Taklim
6. Manasik Haji dan Umrah
7. Kursus privat keagamaan
8. Kegiatan Ekstrakurikuler.
9. Pengembangan Agrobisnis.
10. STIT Daarurrahamah Sepadan Aceh
Sampai tahun ajaran 2023/2024, PMDR Sepadan memiliki santri berjumlah 482 orang yang terdiri dari santri SMP 298, siswa MA 184 orang, dan santri KMI yang sudah lulus SLTA sebanyak 543 Orang Adapun para ustadz (guru) dan karyawan di PMDR Sepadan berjumlah 64 orang yang berasal dari beragam latar keilmuannya masing-masing.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.