Aceh Utara
Advokat Minta Aparat Usut Tuntas Ambruknya Tanggul Krueng Seupeng di Aceh Utara
Proyek tersebut dibiayai melalui dana Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) sebesar Rp 2,8 miliar yang dialokasikan...
Penulis: Jafaruddin | Editor: Eddy Fitriadi
Laporan Jafaruddin I Aceh Utara
SERAMBINEWS.COM, LHOKSUKON - Advokat dan mediator dari Pusat Mediasi Nasional (PMN), Dr Bukhari MH mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ambruknya tanggul di Gampong Krueng Seupeng, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara.
Tanggul yang baru dibangun pada tahun 2023 ini runtuh meskipun belum genap setahun digunakan.
Proyek tersebut dibiayai melalui dana Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) sebesar Rp 2,8 miliar yang dialokasikan melalui Dinas Pengairan.
Bukhari menegaskan bahwa transparansi sangat penting untuk mengungkap penyebab ambruknya tanggul ini.
“Kasus ini tidak bisa dianggap sepele. Ambruknya tanggul yang baru dibangun menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat dan pemerintah. Jika terdapat unsur kelalaian dalam perencanaan, pelaksanaan, atau pengawasan proyek, maka harus ada pertanggungjawaban hukum yang jelas,” ujar Dr Bukhari.
Dari perspektif hukum, Bukhari mengungkapkan bahwa kasus ini berpotensi melibatkan dugaan korupsi dan tindak pidana lainnya yang merugikan negara.
Proyek yang didanai oleh APBA harus mengikuti ketentuan yang berlaku, termasuk Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Jika ada penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa atau lemahnya pengawasan konstruksi yang mengakibatkan proyek tidak sesuai spesifikasi teknis, maka hal ini bisa ditindaklanjuti secara hukum,” tegasnya.
Bukhari juga menekankan pentingnya audit mendalam terhadap proyek-proyek infrastruktur di Aceh, khususnya terkait kualitas material, metode konstruksi, dan pengawasan di lapangan.
Ia mengingatkan bahwa ambruknya tanggul menimbulkan pertanyaan besar mengenai akuntabilitas dan profesionalisme kontraktor serta pihak-pihak terkait.
Lebih lanjut, Bukhari mengungkapkan bahwa proyek seharusnya didasarkan pada kajian teknis yang matang, termasuk analisis risiko alam dan kualitas tanah.
“Kegagalan tanggul sering kali disebabkan oleh perencanaan yang tidak mempertimbangkan kondisi geologi dan hidrologi daerah. Jika kajian ini diabaikan, hasilnya adalah konstruksi yang tidak tahan lama,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa hal ini menjadi sinyal bagi dinas terkait untuk lebih ketat dalam mengawasi setiap proses pengerjaan infrastruktur, terutama yang menggunakan dana publik.
“Aparat penegak hukum harus turun tangan dan melakukan investigasi menyeluruh. Kita tidak bisa lagi membiarkan kasus serupa terjadi tanpa tindakan tegas,” tutup Bukhari.
Dengan permintaan tersebut, diharapkan kasus ini menjadi perhatian serius bagi pihak berwenang untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan anggaran publik dan mencegah kerugian lebih besar di masa mendatang.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.