Internasional
Terancam Dimakzulkan, Presiden Korea Selatan Berada di Bawah Tekanan untuk Mengundurkan Diri
Sabtu ini (7/12/2024), parlemen dijadwalkan memberikan suara pada mosi pemakzulan yang diajukan oleh Partai Demokrat, partai oposisi utama...
Penulis: Sri Anggun Oktaviana | Editor: Eddy Fitriadi
SERAMBINEWS.COM - Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menghadapi ancaman pemakzulan setelah keputusan kontroversialnya pada Selasa malam (3/12/2024) untuk memberlakukan darurat militer.
Langkah ini memicu kemarahan publik, aksi protes besar-besaran, serta penyelidikan hukum yang melibatkan sejumlah tokoh pemerintah dan militer.
Dilansir dari kantor berita Reuters pada Jumat (6/12/2024), deklarasi darurat militer yang dilakukan oleh Yoon memberikan kekuasaan luar biasa kepada militer untuk menangani apa yang ia sebut sebagai "kekuatan anti-negara" dan lawan politik yang dianggap menghalangi kebijakannya.
Namun, sekitar enam jam setelah pengumuman tersebut, Yoon mencabut deklarasi itu menyusul penolakan parlemen, termasuk dari beberapa anggota partainya, Partai Kekuatan Rakyat (PPP).
Ketua PPP, Han, sebelumnya menyatakan kekhawatiran bahwa ada "risiko tinggi" darurat militer dapat diberlakukan kembali jika Yoon tetap berkuasa.
Han juga mengklaim memiliki bukti bahwa Yoon berencana menangkap dan menahan pemimpin-pemimpin politik di Gwacheon, dekat Seoul, sebagai bagian dari tindakannya.
Sabtu ini (7/12/2024), parlemen dijadwalkan memberikan suara pada mosi pemakzulan yang diajukan oleh Partai Demokrat, partai oposisi utama.
Untuk meloloskan pemakzulan, diperlukan dukungan dua pertiga dari 300 anggota parlemen.
PPP, yang memiliki 108 anggota, membutuhkan delapan anggota mereka untuk mendukung oposisi agar pemakzulan berhasil.
Ketua parlemen bahkan meminta Yoon untuk tidak hadir di parlemen, menyusul laporan media bahwa ia mungkin berencana hadir.
Oposisi telah mengantisipasi kemungkinan tersebut dengan membentuk barikade di lobi utama parlemen untuk menghalanginya.
Namun, kantor Yoon membantah adanya rencana seperti itu.
Dalam adegan yang mengingatkan pada protes lilin tahun 2016 yang menggulingkan Presiden Park Geun-hye, ribuan demonstran berkumpul di luar gedung parlemen pada Jumat malam, menuntut Yoon untuk mundur.
Sementara itu, kepolisian telah meluncurkan penyelidikan terhadap Yoon dan Kim Yong-hyun, Menteri Pertahanan yang diduga mendorong deklarasi darurat militer.
Kim telah mengundurkan diri dari jabatannya.
Kementerian Pertahanan mengonfirmasi bahwa tiga komandan angkatan darat telah diskors, dan jaksa militer sedang berupaya melarang 10 perwira bepergian ke luar negeri. Pemerintah dan jaksa militer juga memutuskan untuk melakukan investigasi bersama terkait keputusan darurat militer ini.
Komisi Pemilihan Umum Nasional menyebut bahwa sekitar 300 pasukan militer telah menduduki kantor-kantor mereka di seluruh negeri setelah pengumuman Yoon.
Komisi tersebut menilai tindakan ini sebagai "jelas tidak konstitusional dan ilegal."
Kwak Jong-geun, komandan pasukan khusus, mengungkapkan bahwa ia menolak perintah Menteri Pertahanan untuk menyeret anggota parlemen keluar dari gedung parlemen.
Ia juga memerintahkan pasukannya untuk tidak membawa amunisi tajam atau memasuki ruang sidang parlemen.
Langkah-langkah kontroversial ini memicu penurunan tajam dalam popularitas Yoon.
Berdasarkan survei terbaru Gallup Korea, tingkat persetujuan terhadap Presiden Yoon anjlok ke angka 13 persen, level terendah selama masa jabatannya.
Dengan tekanan dari publik, oposisi, dan sebagian anggota partainya sendiri, masa depan politik Yoon semakin tidak menentu.
Jika parlemen menyetujui pemakzulan, Yoon akan segera diskors hingga Mahkamah Konstitusi memberikan keputusan akhir. Perdana Menteri akan mengambil alih pemerintahan sebagai pemimpin sementara.
Krisis ini tidak hanya menjadi ujian bagi kepemimpinan Yoon, tetapi juga memperlihatkan ketegangan mendalam dalam sistem politik Korea Selatan, yang terus berjuang dengan warisan pemerintahan militer di masa lalu.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.