Berita Banda Aceh
Sejak Pagi hingga Jelang Siang, Penziarah Silih Berganti Datangi Makam Massal Ulee Lheue
Para penziarah berpencar, mencari sudut yang sepi, doa-doa dipanjatkan dari pinggiran makam.
Penulis: Muhammad Nasir | Editor: Nurul Hayati
Para penziarah berpencar, mencari sudut yang sepi, doa-doa dipanjatkan dari pinggiran makam.
Laporan Muhammad Nasir | Banda Aceh
SERAMBINEWSCOM, BANDA ACEH – Pada Kamis (26/12/2024), sejak matahari mulai terbit menyinari sudut kutaraja, orang-orang mulai mendatangi Makam Massal Ulee Lheue Banda Aceh.
Tak ada nisan maupun penanda lainnya, makam massal hanya berisi hamparan rumput yang luas dan menghijau.
Pohon-pohon rindang yang terus tumbuh meninggi.
Sebuah balai tempat beristirahat menjadi bangunan di antara makam.
Hanya ada plang bertuliskan makam dewasa dan makam anak-anak.
Mereka yang datang membawa sejumput bunga segar dan sebuah yasin.
Raut wajahnya menyiratkan penuh kerinduan.
Para penziarah berpencar, mencari sudut yang sepi, doa-doa dipanjatkan dari pinggiran makam.
Ada 14.264 jasad korban gempa dan tsunami yang dikebumikan di tempat itu.
Mereka yang berziarah adalah orang-orang yang kehilangan keluarga saat tsunami 2004 silam.
Baca juga: VIDEO Melawan Lupa, Escape Building Tsunami Aceh Harus Tetap Terawat
Ayah, ibu, istri anak maupun adik dari para penziarah itu tidak pernah ditemukan hingga kini.
Mereka para korban pergi tanpa meninggalkan pusara.
Hanya kenangan dalam ingatan yang tersisa.
Namun para penyintas maupun keluarga yang ditinggalkan yakin, jika keluarganya yang menjadi korban tsunami dikebumikan di makam massal tersebut.
Nahwi, warga Peukan Bada kehilangan ayahnya saat tsunami.
Paska kejadian mereka sempat mencari, baik di tumpukan jenazah maupun di kamp pengungsian.
Harap-harap sang ayah masih ditemukan dalam keadaan hidup.
Namun akhirnya dirinya menyakini, jika sang ayah sudah dikebumikan di makam massal itu.
Baca juga: Bertepatan dengan Peringatan Tsunami Ke-20, Harga Emas di Lhokseumawe Naik
Oleh karena itu, setiap 26 Desember ia menyempat diri ziarah dan memanjatkan doa.
Hal yang sama juga dialami Dahri, ia kehilangan istri dan anaknya saat tsunami silam.
Namun, jasad istri ditemukan beberapa hari kemudian.
Tapi tidak dengan anak sulungnya yang kala itu berusia 6 tahun.
Ia pun yakin, jika jasad anaknya telah dikebumikan di makam massal itu.
Baginya, rasa rindu terhadap sang anak tak pernah hilang, tapi menziarahi makam menjadikan rasa rindu itu terobati.
Tahun ini tsunami Aceh telah 20 tahun berlalu, bagi keluarga yang ditinggalkan, rasa kehilangan dan rindu akan terus ada.
Kini hanya doa yang bis dipanjatkan.
Sejak pagi hingga siang, orang-orang terus berdatangan ke makam massal.
Mereka ada yang datang dari luar daerah, serta dengan latar belakang agama yang berbeda-beda.(*)
Baca juga: Refleksi Dua Dekade Tsunami Aceh dan Momentum Muhasabah
Bantu Pengentasan Kemiskinan, Kemenag Dorong ASN Berwakaf Mulai Rp10 Ribu Per Bulan |
![]() |
---|
Diterima Anggota DPRA Khalid, Mahasiswa Thailand: Terima Kasih Aceh |
![]() |
---|
Kepala ARC USK Paparkan Nilam Aceh dalam Konvensi Sains di ITB |
![]() |
---|
Kasus HIV/AIDS Ancam Generasi Muda Aceh, Devi Yunita Minta Pemerintah Bersikap |
![]() |
---|
Dewan Minta Disdikbud Banda Aceh Gandeng Kampus untuk Susun Roadmap Pendidikan Diniyah di SD dan SMP |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.