Breaking News

Berita Banda Aceh

Orang Tua Jadi Contoh Identitas Gender

“Dengarkan mereka, dan gunakan kalimat yang mampu mereka serap dengan baik." HETTI ZULIANI, Dosen Pembimbing Konseling USK

Editor: mufti
IST
HETTI ZULIANI, Dosen Pembimbing Konseling USK 

“Dengarkan mereka, dan gunakan kalimat yang mampu mereka serap dengan baik." HETTI ZULIANI, Dosen Pembimbing Konseling USK

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kasus LGBT atau penyuka sesama jenis semakin marak, tak terkecuali di Aceh. Kondisi itu menimbulkan kekhawatiran di tengah-tengah masyarakat, terutama para orang tua.

Menurut Dosen Pembimbing Konseling Universitas Syiah Kuala (USK) yang juga Direktur Eksekutif YPAM Sigli, Hetti Zuliani PhD Cht Cl, ada berbagai faktor yang menyebabkan seorang anak terjerumus ke dalam orientasi seksual yang berbeda, yang sering kali tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ada.

Dikatakan, Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) bukan sekadar orientasi seksual, tetapi dapat dilihat sebagai disorientasi seksual. Kondisi ini memiliki berbagai sumber yang kompleks

"Sumbernya berasal dari keluarga, pola asuh, lingkungan, pergaulan yang salah, serta kurangnya pemenuhan fase perkembangan anak, terutama terkait dengan pembentukan gender dan jati diri anak," katanya saat menjadi narasumber Podcast Serambi Spotlight dengan tema ‘Apa Penyebab Anak Terjerumus Menjadi LGBT?’, Rabu (5/2/2025). 

Podcast yang dipandu News Manager Serambi Indonesia, Bukhari M Ali tersebut disiarkan secara langsung melalui YouTube Serambinews.com.

Dikatakan Hetti, salah satu tahapan penting dalam perkembangan anak adalah pembentukan identitas gender yang biasanya dimulai sejak usia dini. "Anak laki-laki akan menemukan identitas gendernya melalui figur ayah, sedangkan anak perempuan melalui figur ibu. Ini sangat penting untuk menentukan orientasi seksual mereka dikemudian hari," jelasnya.

Namun, jika anak mengalami kekurangan figur ayah atau ibu--baik karena perceraian atau peran orang tua yang kurang optimal--maka pembentukan identitas gender anak bisa terganggu.

"Bayangkan, jika seorang anak laki-laki tidak memiliki figur ayah, maka identitas gender dan orientasi seksual mereka bisa berkembang ke arah yang berbeda," ungkap Hetti.

Selain faktor keluarga, tambahnya, lingkungan juga memainkan peran penting dalam perkembangan anak. Ia mengungkapkan, banyak anak yang terjerumus ke dalam pergaulan yang salah karena kurangnya komunikasi yang produktif dengan orang tua.

 "80 persen pengasuhan itu adalah komunikasi. Bukan hanya komunikasi verbal, tetapi kualitas dari komunikasi itu sangat penting untuk membentuk pemahaman dan jati diri anak," ujarnya.

Hetti juga menyoroti pengaruh teknologi yang semakin kuat dalam kehidupan anak-anak. "Dengan berkembangnya teknologi, anak-anak bisa mengakses informasi yang banyak tanpa kontrol orang tua. Tanpa komunikasi yang baik, anak-anak bisa terpengaruh oleh informasi yang belum tentu sesuai dengan nilai-nilai yang kita ajarkan," tuturnya.

Ia menekankan pentingnya peran orang tua--terutama ayah dan ibu--dalam mendampingi anaknya. "Ayah bunda, saya sangat berharap agar tidak abai dengan kondisi anak-anak. Jadilah orang pertama yang tempat mereka mencurahkan isi hati. Sediakan waktu minimal 30 menit sehari untuk berbicara secara produktif dengan anak. Dengarkan mereka, dan gunakan kalimat yang mampu mereka serap dengan baik," pesannya.

Dikatakan, dengan komunikasi yang efektif, perhatian yang cukup, dan pengawasan yang bijak terhadap pergaulan anak, maka keluarga dapat membantu anak-anak menemukan jati dirinya secara sehat dan normal, serta mencegah terjerumus dalam pengaruh yang negatif.(an)

 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved